Share

7. Gudang

"Pak, buka pintunya!" teriak Almera memukul pintu besi yang tertutup.

"Kamu bersihkan ruangan itu." Suara Romeo dari luar pintu.

Almera memperhatikan sekelilingnya, ternyata ini gudang. Terlihat dari banyaknya barang yang sudah tidak terpakai, sampai banyak yang berdebu. Almera bergidik, jadi dia harus membersihkan ini semua? Di rumahnya saja dia tidak pernah memasuki gudang apalagi membersihkannya. Sedangkan disini dia mendadak jadi office girl.

"Pak," panggil Almera, tetapi tidak ada sahutan dari luar. Itu tandanya bapak Romeo sudah pergi. Sekarang hanya ada dirinya sendiri disini.

"Sialan banget itu bapak. Sudah disuruh bersihkan gudang, eh dikunci juga," gerutu Almera berjalan mengambil sapu yang berada di pojok, sebelah lemari.

Almera mulai menyapu lantai gudang yang sudah tidak terlihat lagi warnanya, saking banyaknya debu yang menempel. Karena ingin segera selesai dan pulang, Almera melakukan pekerjaannya dengan semangat.

Hachim! 

Sudah tidak terhitung berapa kali Almera bersin. Hidungnya terasa gatal, bahkan sudah memerah karena selalu dia gosok.

"Gatal, hachim!" gumam Almera yang terus menerus bersin.

"Gue seperti ini karena debu-debu sialan ini," gerutu Almera kesal. Sudah banyak debu, pengap juga. Dia jadi merasa seperti tahanan. Fiks, bapak Romeo adalah orang yang enggak punya perasaan. Tega banget mengurung orang secantik dia di dalam gudang penuh debu dan pengap ini. Andai saja gudang ini ada jendela, sudah pasti dia akan kabur.

Almera melanjutkan kegiatan menyapunya. Dengan wajah yang sedikit dimasukkan ke dalam baju bagian atas, lagian disini hanya ada dia sendiri. Setelah menghabiskan waktu hampir 30 menit untuk menyapu, Almera lanjut membersihkan rak dengan kertas yang berserakan.

"Seharusnya tadi gue bersihkan ini dulu baru nyapu. Kenapa terbalik ya?" gumam Almera.

"Halah, yang penting sudah selesai," lanjutnya. Lalu melanjutkan menata kertas-kertas hingga rapi. Rambut yang awalnya tergerai indah, kini hanya dicepol asal. Keringat membasahi tubuh Almera, udara disini benar-benar panas. Bahkan bajunya pun kusut, banyak debu yang menempel di celana jeans-nya.

Saat akan menata tumpukan kardus, Almera merasa ragu. Dia takut ada tikus atau kecoa. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Almera dengan perlahan memindahkan kardus-kardus itu ke pojok kanan supaya terlihat lebih rapi. Saat akan memindahkan kardus yang terakhir, kardusnya bergerak. Dengan cepat Almera melangkah mundur, bagaimana jika itu ular? Dia tidak ingin mati konyol disini.

"Pak!" teriak Almera mengetuk pintu besi, berharap ada yang mendengar suaranya dan membukakan pintunya. Dia ingin keluar, dia takut.

"Lagian kenapa pintunya terbuat dari besi sih? Kalau kayu 'kan bisa gue dobrak," gerutu Almera menatap tajam pintu besi di hadapannya.

Almera menoleh ke arah kardus tadi, ternyata masih bergerak. Dengan tangan yang sudah berkeringat dingin, Almera berjalan memepet tembok dan meringkuk ketakutan. Dia tidak pernah berada di posisi seperti ini. Dia benci bapak Romeo, menurut dia bapak Romeo itu tidak mempunyai perasaan. Dengan teganya mengurung dia di tempat seperti ini, kalau dia kekurangan oksigen bagaimana?

"Itu apa sih? Kenapa dari tadi gerak-gerak terus?" tanya Almera pada dirinya sendiri dengan terus memperhatikan kardus itu.

"Eh eh, mau roboh."

"AAAA!" teriak Almera menutup kedua matanya dengan tangan. Dia kaget dan takut.

"Ke - napa bone - kanya bisa bergerak?" tanya Almera dengan suara yang tersendat karena takut. Dia tidak berani membuka matanya, ini sangat menakutkan melebihi apa pun. Semua akan terasa wajar jika terdapat boneka di dalam kardus, tetapi yang membuatnya takut adalah kenapa boneka itu bisa bergerak?

"Gue merasa seperti main film horor anjir," gumam Almera.

"Gue takut," lanjut Almera. Bahkan air matanya sudah mengalir deras, dia benar-benar takut. Tidak pernah sekalipun dia menangis karena ketakutan, biasanya dia akan menangis jika pms atau jika tidak bisa menyalurkan emosi.

**

Di ruangannya, Romeo fokus mengerjakan beberapa berkas kerjasama setelah tadi dia tinggal meeting selama 2 jam.

"Rom," panggil Rizky membuka pintu ruangan Romeo. Sedari tadi dia berjalan mondar-mandir di depan pintu karena ragu untuk bertanya atau tidak. Perasaannya tidak enak dan dia penasaran kemana Romeo membawa Almera tadi.

"Ada apa?" tanya Romeo datar tanpa mengalihkan pandangan dari berkas yang berada di tangannya.

"Em... gue boleh tanya enggak?" tanya Rizky ragu. Dia akan berbicara seperti seorang sahabat jika tidak dalam keadaan serius. Seperti meeting atau dihadapan karyawan. Itu semua atas permintaan Romeo sendiri. Menurut Romeo kita menjadi sahabat jika hanya berdua saja dan jabatan ketika dalam keadaan serius atau banyak orang.

"Hm," deham Romeo yang memperbolehkan Rizky bertanya.

"Tadi lo sama Almera kemana?" tanya Rizky.

Romeo mengangkat kepalanya kala Rizky - sahabat sekaligus sekretarisnya menyebut nama Almera. Dia asing dengan nama itu, apa mungkin perempuan aneh itu namanya Almera?

"Perempuan tadi?" tanya Romeo memastikan yang dijawab anggukan kepala oleh Rizky.

"Oh Almera namanya," gumam Romeo mengangguk-anggukan kepalanya. Nama yang cantik, tetapi perilakunya sangat berbanding terbalik.

"Tunggu, jangan bilang lo belum tahu namanya?" 

"Memang enggak," jawab Romeo jujur. Dia memang tidak mengetahui nama perempuan itu, yang dia tahu hanya perempuan ceroboh, tidak sopan, dan mirip papan.

"Terus kenapa kalian kenal?" tanya Rizky yang dilanda kebingungan. Bagaimana mereka bisa saling kenal jika tidak mengetahui namanya?

"Gue enggak kenal, dia ada salah sama gue," jawab Romeo tanpa memberi tahu kejadian yang sebenarnya. Biarkan saja itu menjadi rahasia dia dan perempuan itu. Jika Rizky tahu, bisa diledek habis-habisan dia.

"Oke oke, lupakan itu dulu. Tadi lo bawa Almera kemana?" tanya Rizky.

"Ke gudang," jawab Romeo yang melanjutkan pekerjaannya. 

"Mau ngapain ke gudang?" 

Romeo yang sedang fokus pada berkas di hadapannya menjadi buyar. Kenapa sahabatnya ini menjadi sangat cerewet. Biasanya meskipun penasaran, Rizky tidak akan bertanya sedetail ini.

"Lo ada hubungan apa sama dia? Kenapa tanya sedetail ini?" tanya Romeo dengan menyingkirkan berkas yang tadi dia kerjakan. Fokusnya sudah buyar, lebih baik dia tidak mengerjakannya terlebih dahulu. Daripada nanti ada kesalahan dan berakhir dengan kerugian.

Rizky mendudukkan dirinya di kursi depan Romeo, supaya bisa lebih enak untuk menjelaskan. "Dia sahabat do'i gue, Rom. Gue sudah menganggap dia seperti adik kandung gue sendiri. Lo 'kan tahu kalau gue anak tunggal, berhubung gue suka dengan sifat dan karakter dia, yasudah gue anggap aja sebagai adik. Gue juga sudah akrab dengan keluarga dia, begitupun sebaliknya," jelas Rizky panjang lebar.

"Sekarang gue tanya, lo ngapain bawa Almera ke gudang?" tanya Rizky.

"Membayar kesalahan dia kema-" 

Romeo menghentikan ucapannya saat baru teringat sesuatu. Matanya melihat jam yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Astaga, ini sudah hampir 4 jam. Romeo merutuki dirinya sendiri yang terlalu fokus dengan pekerjaannya sampai melupakan sesuatu. Dengan segera Romeo bangkit dari duduknya dan berlari keluar ruangan. Rizky melihat Romeo yang berlari dengan wajah kebingungan. Lebih baik dia mengikuti kemana perginya Romeo, siapa tahu ini penting.

"PAK!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status