Share

8. Tidak Memiliki Perasaan

"PAK!"

Romeo yang sedang memacu langkahnya supaya segera sampai di gudang seketika berhenti mendadak. Siapa yang berteriak seperti itu? Sangat tidak sopan, apalagi dia sedang terburu-buru. Pikirannya bercabang, bagaimana keadaan perempuan itu? Bagaimana pun juga jika terjadi sesuatu pasti yang terkena adalah dia dan perusahaan.

"Ada apa?" tanya Romeo dengan nada datar. Ternyata yang berteriak tadi adalah Rizky, pantas saja begitu berani. Karena setahu dia, seluruh karyawan disini tidak ada yang berani memanggilnya dengan cara berteriak.

"Bapak, mau kemana?" tanya Rizky setelah sampai di depan Romeo dengan napas yang naik turun.

"Gudang," jawab Romeo singkat.

"Saya ikut ya, Pak," pinta Rizky.

Romeo menaikkan sebelah alisnya. "Punya kaki sendiri, jalan  sendiri. Kenapa masih izin?" Romeo langsung melenggang pergi meninggalkan Rizky yang terbengong. Sungguh sangat pedas sekali omongan bosnya itu. Padahal dia meminta izin supaya terlihat sopan, tetapi responnya? Sangat menakjubkan. Nanti jika dia tidak izin, pasti dimarahi karena ikut campur urusan bosnya. Tidak mau kehilangan jejak bosnya, Rizky bergegas mengikutinya.

"Pak, mau ngapain ke gudang?" tanya Rizky penasaran setelah sampai di gudang dan Romeo mengeluarkan kunci dari saku jasnya.

Romeo tidak menjawab dan terus melanjutkan kegiatannya, membuka pintu gudang. Sepi menyapa, saat pintu sudah terbuka sempurna. Seperti gudang pada umumnya, tidak ada suara atau tanda-tanda adanya seseorang. Romeo memasuki gudang dan menatap sekelilingnya. Ternyata Almera sudah mengerjakan pekerjaannya, terbukti dari gudang yang terlihat rapi dan bersih. Tetapi kemana perginya Almera?

"Bapak, mencari siapa?" tanya Rizky mengernyit bingung, melihat tingkah Romeo yang seperti mencari seseorang.

"Almera," jawab Romeo singkat.

"Maksudnya, Almera ada disini, Pak?" tanya Rizky memastikan, semoga saja tebakannya salah. Namun, semuanya pudar saat Romeo menganggukkan kepalanya yang berarti iya.

"Bantu saya cari Almera." Romeo terus memperhatikan sekelilingnya. Dia yakin bahwa Almera masih disini, karena kondisi gudang ini tidak memungkinkan untuk kabur. Disini tidak ada jendela, apalagi pintu yang terbuat dari besi sangat tidak mungkin untuk perempuan seperti Almera mendobrak.

"Pak, itu," tunjuk Rizky ke arah pojok dekat pintu. Romeo menoleh, menghampiri seseorang yang sedang berada meringkuk seperti ketakutan.

"Khem," deham Romeo menepuk bahu Almera pelan. Almera tidak bergerak dari posisinya, hanya suara isak tangis yang terdengar sangat pelan.

"Dek," panggil Rizky mengelus rambut Almera yang berantakan.

Almera mendongak. Matanya sembab, hidungnya memerah, terlihat sangat memprihatinkan dengan jejak air mata di kedua pipinya. Almera menghapus air matanya kasar, lalu menatap Romeo tajam. Dia kesal, dia benci dengan lelaki di hadapannya ini. Almera berdiri dengan segala emosi yang sedari tadi dia tahan. Romeo dan Rizky ikut berdiri, menatap Almera bingung.

"Dasar laki-laki tidak punya perasaan!" jerit Almera menatap tajam Romeo.

"Jaga-"

"Jika anda ingin saya membersihkan gudang ini, bicara secara baik-baik. Jangan mengunci saya seperti ini. Bagaimana jika saya meninggal karena kekurangan oksigen? Disini tidak ada jendela dan anda mengunci saya disini selama 4 jam. Saya sedari tadi ketakutan disini, bagaimana jika saya trauma? Apa menurut anda ini lelucon? Anda adalah orang yang benar-benar tidak memiliki perasaan!" murka Almera dan berjalan cepat keluar dari gudang. Dia ingin pulang, tidak peduli dengan urusannya sudah selesai atau tidak dengan bapak Romeo. Hatinya masih diselimuti ketakutan, bahkan tubuhnya terasa lemas.

Romeo dan Rizky masih mematung, tidak menyadari bahwa Almera sudah beranjak dari sana. Apa saya salah? Batin Romeo. Kenapa melihat air mata Almera yang mengalir deras seperti tadi membuatnya merasa bersalah? Sejujurnya dia tidak ada niat untuk mengurung Almera selama 4 jam, dia benar-benar lupa jika Almera berada di gudang.

"Jadi?" Rizky meminta penjelasan. Dia masih belum terlalu faham dengan apa yang terjadi.

"Kemarin Almera menaiki mobil saya dan mengira sebagai taxi, singkat cerita saya meminta Almera membayarnya dengan membersihkan gudang, saya kunci pintunya supaya Almera tidak kabur. Namun saya tidak ada niat sedikitpun untuk menguncinya selama 4 jam," jelas Romeo, dengan terpaksa dia memberi tahu alasan sebenarnya meskipun tidak detail.

Rizky mengangguk paham. "Menurut gue, lo salah, Rom. Lo dengan seenaknya mengunci Almera di gudang yang pengap ini. Almera anak yang bertanggung jawab, tidak mungkin dia kabur saat lo suruh membersihkan gudang, lo kelewatan." Disaat seperti ini, Rizky akan berbicara selayaknya sahabat, tidak menutup kemungkinan ada sedikit rasa tidak suka dengan perilaku Romeo yang mengunci Almera disini. Rizky langsung berjalan keluar gudang, dia ingin mengejar Almera. Semoga saja masih ada di gedung ini. Melihat kondisi Almera seperti tadi membuatnya khawatir.

Romeo menghela napas pelan dan berjalan meninggalkan gudang, menuju ruangannya. Baru kali ini dia merasa bersalah kepada seseorang. Biasanya dia akan cuek, tidak peduli dengan apa yang telah dia lakukan. Kenapa sekarang berbeda? Apa dia sudah keterlaluan?

**

"Gue kesel sama itu bapak-bapak," ucap Almera yang mengendarai mobil dengan sesekali menghapus air matanya yang turun.

"Ini juga, kenapa air matanya ngalir terus sih." Almera masih merasa ketakutan, terbayang bagaimana kardus itu bisa bergerak dan mengeluarkan boneka. Dia tidak pernah mengalami hal seperti ini. Menurutnya Romeo sudah sangat keterlaluan, jika tahu akhirnya akan begini, dia tidak akan mau datang ke kantor itu.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama, Almera sampai di rumah mewahnya. Tadi Almera mengendarai mobilnya dengan kecepatan pelan. Dia tidak ingin mengambil resiko, apalagi kondisinya dia sedang menangis.

"Assalamualaikum," salam Almera dengan mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam," jawab Bunda Tina membukakan pintu. Dia menatap Almera dari atas sampai bawah, memastikan bahwa yang di hadapannya ini adalah putri bungsunya. Kenapa menjadi memprihatinkan seperti ini? Rambut yang biasanya tertata rapi, menjadi kusut bahkan cepolannya sudah tidak karuan. Baju dan celananya sangat kotor.

"Are you oke?" tanya Bunda Tina mengelus kepala Almera lembut.

Air mata yang tadinya sudah kering, kini mengalir lagi. Bahkan lebih deras dari pada sebelumnya. Almera memeluk Bunda Tina dengan erat, menumpahkan segala emosi dalam tangis.

Bunda Tina mengernyit bingung, kenapa tangisan Almera menjadi histeris seperti ini. Sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan putri bar-barnya ini?

"Sayang, ada apa?"

Rasa sesak memenuhi rongga dada Almera. Dia ingin menjelaskan tetapi rasanya sangat sulit. Suaranya seperti tersangkut di tenggorokan. Hanya menangis yang bisa dia lakukan untuk saat ini.

"Ada apa, Bun?" tanya Grisham. Tadi dia sedang menikmati secangkir teh dan mendengar suara tangisan yang histeris. Takut istrinya kenapa-napa dia segera berjalan menuju pintu utama.

"Loh, Al. Ada apa?" tanya Grisham menatap bingung Almera yang menangis di pelukan istrinya.

"Ditanya nanti aja, Yah," ucap Bunda Tina. Biarkan saja Almera menumpahkan segala emosi dengan menangis, siapa tahu bisa membuatnya tenang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status