"Ada apa ini?" Suara bariton membelah kerumunan.
Almera menoleh. Dia kenal dengan seseorang itu. "Kak, lo kerja disini?" tanya Almera.
Semua yang menyaksikan menjadi terkejut, terutama Chili. Dia sudah ketar-ketir takut jika Almera melaporkan perbuatannya.
"Iya, Dek. Kenapa?" tanya seseorang mengelus rambut Almera. Dia adalah Rizky Putra Rimata - kekasih Widya. Mereka sudah menjalin hubungan hampir satu tahun. Bahkan Rizky sudah menganggap Almera seperti adiknya sendiri.
"Sebagai apa?" tanya Almera penasaran. Siapa tahu dengan jabatan Kak Rizky bisa membantu dia menyelesaikan urusannya dengan Chili. Bukannya dia tidak mampu mengatasi sendiri, tetapi dia kesini ingin menemui bapak Romeo. Jika dia meladeni, bisa panjang urusannya dan itu akan menghambat urusan dia.
"Sekertaris ceo," jawab Rizky.
Almera mengangguk mengerti, boleh juga. Almera melihat ke arah Chili yang wajahnya sudah pucat pasi. Di dalam hati Almera tersenyum miring, cuma seperti ini saja sudah membuat Chili ketakutan. Apalagi jika dia tahu dirinya dari keluarga mana.
"Kak, gue kesini mau ketemu pak Romeo. Gue sudah ada janji sama dia," ucap Almera memberi tahu.
"Kenapa enggak langsung ke atas aja?" tanya Rizky bingung.
Almera mendengkus kesal. Kenapa Kak Rizky lemot disaat yang tidak tepat sih! Harusnya Kak Rizky sadar dong, kalau dia sedang beradu cekcok disini yang berarti ada masalah.
"Resepsionis itu enggak memberi tahu gue dimana ruangan pak Romeo dan dia bilang bahwa gue pasti mau ngejalang," jelas Almera dengan tangan yang menunjuk Chili. Biarkan saja tidak sopan karena menunjuk orang yang lebih tua darinya. Dia kesal dengan ucapan dan perilaku Chili. Dirinya selalu diajari untuk bersikap sopan kepada siapa pun kecuali orang yang sudah menginjak-injak harga diri. Apa pun yang menyangkut keluarga, dia siap maju yang paling depan. Bagi dia keluarga adalah napas dan kehidupannya.
"Benar itu Chili?" tanya Rizky dengan tangan terkepal. Dia tidak terima jika seseorang yang sudah dia anggap adiknya dibilang sebagai jalang.
"Tidak, Pak. Dia yang memulai terlebih dahulu," kilah Chili dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.
"Kamu pikir saya percaya? Ini bukan yang pertama kalinya kamu bertengkar dengan tamu, kamu pikir kamu siapa?" geram Rizky saat melihat wajah Chili yang sok tersakiti.
"Setelah ini silahkan ke ruangan pak Romeo dan asal kalian semua tahu, dia adalah adik saya," ucap Rizky yang merangkul pundak Almera.
Mereka semua langsung bisik-bisik. Tidak menyangka bahwa perempuan cantik itu adalah adik dari atasan mereka. Sedangkan Chili sudah bergetar ketakutan. Bagaimana jika dia dipecat? Baru kali ini dia menyesali perbuatannya, biasanya meskipun bertengkar dengan tamu dia akan merasa senang, berbeda dengan sekarang yang membuatnya menyesal. Andai dia tadi tidak bilang bahwa keluarga Almera penggoda, semuanya tidak akan seperti ini. Andai dan hanya bisa berandai.
Rizky menuntun Almera keluar dari kerumunan. Setelah tidak ada yang melihat, Almera segera menepis tangan Rizky yang masih setia bertengger di bahunya.
"Kenapa, Dek?" tanya Rizky.
"Risih gue," ketus Almera.
"Enggak usah rangkul. Sekarang cepat tunjukan dimana ruangan pak Romeo itu," lanjut Almera yang sudah merasa kesal. Dia ingin segera pulang, emosinya sedang tidak stabil akibat perkataan Chili tadi.
"Iya, ayo."
Mereka memasuki lift untuk sampai di lantai 32, tempat ruangan Romeo berada. Lantai paling atas gedung ini.
"Nah ini, lo masuk aja," ucap Rizky menunjuk pintu yang berwarna coklat.
Almera mengangguk dan langsung masuk tanpa mengucap salam.
"Apa kamu tidak punya tangan untuk mengetuk pintu?" tanya Romeo yang masih fokus ke layar laptopnya.
"Keluar." Almera terperanjat kaget saat dengan tiba-tiba Romeo meninggikan suaranya. Suara datar dan dingin itu mengingatkan Almera pada kejadian kemarin. Rasa takut itu masih ada, tetapi masih lebih dominan rasa kesal. Apalagi saat mengingat perkataan Romeo yang mengatainya mirip papan.
"Kel-"
Perkataan Romeo terhenti saat mendongak dan melihat Almera di hadapannya. Dia pikir tadi yang memasuki ruangannya adalah salah satu karyawannya, dia tidak menyangka jika Almera benar-benar datang kesini sesuai perintahnya kemarin.
"Kenapa?" tanya Almera menaikkan sebelah alisnya saat Romeo menatap dirinya dengan tidak berkedip.
"Kamu ngapain disini?" Romeo salah tingkah. Dia menatap Almera bukan karena terpesona melainkan tidak percaya.
"Dih, lupa? Padahal, Bapak loh yang menyuruh saya kesini," ucap Almera kesal dan mendudukkan dirinya di kursi depan meja Romeo.
"Siapa yang suruh kamu duduk?" tanya Romeo datar.
"Saya sendiri. Lagian saya capek, Pak. Sedari tadi saya sudah menunggu untuk dipersilahkan duduk, tetapi Bapak tidak peka," jawab Almera santai.
Romeo memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Menghadapi perempuan di hadapannya ini sangat menguras emosi.
"Pak, sebenarnya saya disuruh apa kesini?" tanya Almera.
Romeo mendongak, menatap Almera dengan wajah datarnya. Dia baru ingat untuk memberi pekerjaan Almera sebagai ganti pembayaran kemarin.
"Ikut saya," ucap Romeo yang bangkir dari duduknya dan berjalan keluar ruangan. Dengan langkah malas, Almera berjalan mengikuti Romeo.
"Dadah, Kak," ucap Almera melambaikan tangannya ke arah Rizky.
"Iya, dadah," balas Rizky yang kebingungan. Sebenarnya mereka mau kemana? Sejak kapan Almera mengenal bos sekaligus sahabat kulkasnya itu? Dia memang bersahabat dengan Romeo sejak jaman kuliah. Bagi dia, Romeo adalah pahlawannya meskipun sering membuat dia kesal. Karena disaat dia berada di titik bawah, Romeo datang mengulurkan tangannya dan mengangkat dia menjadi sekertaris hingga sekarang.
"Pak, ini mau kemana?" tanya Almera yang sudah kesal karena terus berjalan.
"Sabar," jawab Romeo singkat.
Di belakang Romeo, Almera terus menggerutu sebal. Kenapa dia harus berurusan dengan orang seperti Romeo ini? Andai saja kemarin dia tidak ceroboh dengan memasuki mobil Romeo, semuanya tidak akan menjadi seperti ini. Lain kali dia tidak boleh meninggalkan mobilnya lagi. Sudah cukup sekali dia salah mobil, jangan sampai terulang lagi. Untung saja Romeo baik walaupun membuatnya kesal, bagaimana jadinya kalau dia salah masuk mobil dan akhirnya diculik? Oh no!
"Kamu masuk kesini," ucap Romeo menunjuk ruangan yang berpintu besi.
"Ruangan apa ini, Pak?" tanya Almera penasaran karena pintunya dalam kondisi tertutup.
"Kamu masuk aja," ucap Romeo memasukkan tangannya di saku celana.
"Enggak mau," tolak Almera mentah-mentah. Dia saja tidak tahu ini ruangan apa, masa iya langsung disuruh masuk? Bagaimana kalau di dalam sana terdapat manusia kanibal?
"Ini sebagai pembayaran kamu kemarin," ujar Romeo yang setia dengan wajah datarnya.
"Saya bayar pakai uang saja ya, Pak. Berapa pun saya pasti bayar," sahut Almera dengan wajah memelas.
Romeo menggeleng tegas. "Tidak." Lalu, Romeo berjalan mendekati pintu untuk membuka gembok.
"Kamu masuk!" perintah Romeo.
Almera melongok kan kepalanya kedalam ruangan, untuk memastikan ruangan apa ini.
"Lama," ucap Romeo mendorong pelan punggung Almera hingga memasuki ruangan itu.
"Pak, buka pintunya!" teriak Almera memukul pintu besi yang tertutup."Kamu bersihkan ruangan itu." Suara Romeo dari luar pintu.Almera memperhatikan sekelilingnya, ternyata ini gudang. Terlihat dari banyaknya barang yang sudah tidak terpakai, sampai banyak yang berdebu. Almera bergidik, jadi dia harus membersihkan ini semua? Di rumahnya saja dia tidak pernah memasuki gudang apalagi membersihkannya. Sedangkan disini dia mendadak jadi office girl."Pak," panggil Almera, tetapi tidak ada sahutan dari luar. Itu tandanya bapak Romeo sudah pergi. Sekarang hanya ada dirinya sendiri disini."Sialan banget itu bapak. Sudah disuruh bersihkan gudang, eh dikunci juga," gerutu Almera berjalan mengambil sapu yang berada di pojok, sebelah lemari.Almera mulai menyapu lantai gudang yang sudah tidak terlihat lagi warnanya, saking banyaknya debu yang menempel. Karena ingin segera selesai dan pulang, Almera melakukan pekerjaannya dengan semangat.Hachim! 
"PAK!"Romeo yang sedang memacu langkahnya supaya segera sampai di gudang seketika berhenti mendadak. Siapa yang berteriak seperti itu? Sangat tidak sopan, apalagi dia sedang terburu-buru. Pikirannya bercabang, bagaimana keadaan perempuan itu? Bagaimana pun juga jika terjadi sesuatu pasti yang terkena adalah dia dan perusahaan."Ada apa?" tanya Romeo dengan nada datar. Ternyata yang berteriak tadi adalah Rizky, pantas saja begitu berani. Karena setahu dia, seluruh karyawan disini tidak ada yang berani memanggilnya dengan cara berteriak."Bapak, mau kemana?" tanya Rizky setelah sampai di depan Romeo dengan napas yang naik turun."Gudang," jawab Romeo singkat."Saya ikut ya, Pak," pinta Rizky.Romeo menaikkan sebelah alisnya. "Punya kaki sendiri, jalan sendiri. Kenapa masih izin?" Romeo langsung melenggang pergi meninggalkan Rizky yang terbengong. Sungguh sangat pedas
"Sudah tenang?" tanya Bunda Tina saat Almera selesai minum. Tadi setelah menunggu beberapa menit, tangis Almera mereda. Ayah dan Bunda pun membawa Almera masuk, tidak enak juga jika dilihat tetangga apalagi kondisi Almera yang berantakan.Almera mengangguk. Jujur saja saat ini dia berasa malu sekali. Kenapa tadi dia bisa kelepasan hingga menangis histeris seperti itu sih! Dulu dia akan menangis jika tidak dibuatkan kue coklat dan itu hanya menangis dalam diam, tidak seperti tadi. Namun dia tidak bisa berbohong bahwa sekarang hatinya terasa plong."Sekarang cerita, pelan-pelan aja," ucap Ayah Grisham. Dia cukup penasaran dengan alasan dibalik tangisan Almera tadi. Setahu dia, Almera itu anak yang kuat, bar-bar dan tidak mudah menangis. Sangat jarang sekali dia menunjukan kelemahannya, baru kali ini dia bersikap layaknya perempuan pada umumnya, menangis sampai histeris."Bunda, masih ingat sama cerita Al yang nabrak kemarin?" tanya Almera memulai pembicaraan. 
"Sayang."Almera menoleh, ternyata Ayahnya yang memanggilnya. Dia semakin dibuat takut, bagaimana ini?"Bagaimana?" tanya Ayah Grisham.Almera yang sudah tahu kemana arah pembicaraan sang Ayah hanya terdiam kaku. Pikirannya mendadak blank, dia tidak bisa memikirkan alasan apa yang pas untuk menolak perjodohan ini."Perjodohan maksudnya kita pendekatan gitu 'kan, Yah?" tanya Almera. Siapa tahu jawaban Ayah berbeda dengan Bundanya."Iya, pendekatan setelah menikah," jawab Ayah Grisham tersenyum.Seperti ada bom yang meledak di dadanya, jantung Almera langsung berdegup kencang dua kali lipat. Dia berharap jawaban Ayah berbeda dengan Bundanya dan ternyata memang berbeda, saking berbedanya hampir membuat dia terjengkang karena terkejut. Ternyata tebakannya tidak salah."Kalian mau ngusir Al secara halus ya?" tanya Almera dengan wajah yang seolah tersakiti. Siapa tahu bakat aktingnya berguna disaat seperti ini, membantunya untuk kelua
Ayah Grisham terus mencoba menghubungi nomor Almera, tetapi selalu diluar jangkauan. Sedari tadi Bunda Tina tidak berhenti menangis. Dia khawatir, apalagi sekarang sudah malam. Kemana perginya Almera? "Bun, apa Almera kabur karena tidak mau dijodohkan?" tanya Ayah Grisham mendudukkan dirinya di samping Bunda Tina yang bersandar lemas di sofa. "Enggak tahu. Ayo cari Al, Yah," ucap Bunda Tina pelan. Tenaga dia seakan terkuras karena memikirkan putri bungsunya itu. "Kita cari kemana, Bun?" tanya Ayah Grisham frustrasi. Sudah malam begini dia harus mencari Almera kemana? Sedangkan rumah sahabat Almera saja dia tidak tahu. ** Sedangkan yang dikhawatirkan justru asik berjoget ria. Ya, dia Almera. Dia memutuskan untuk kabur dari rumah, hanya dengan cara seperti ini dia bisa menolak perjodohan sialan itu dan disinilah dia berada sekarang, di rumah Widya. Tadi Widya sedang asik memutar musik dengan berjoget, lalu Almera datang secara tiba-tiba tanpa me
Setelah drama kabur dan saling meminta maaf, Almera kembali ke rumah dengan kedua orang tuanya."Bun," panggil Almera yang tidur di paha Bunda Tina."Ada apa hm?" tanya Bunda Tina menunduk.Almera merubah posisi menjadi duduk. "Nikahnya masih lama 'kan, Bun?" tanya Almera. Meskipun dia sudah menerima perjodohan ini, tetapi rasanya masih belum siap jika harus menikah begitu cepat."Nanti malam kita bertemu sama keluarga calon kamu untuk membahas lebih lanjut," jawab Bunda Tina tersenyum lembut.Badan Almera langsung tegak. Nanti malam akan bertemu dengan calonnya? Kenapa dia menjadi ragu dan takut? Bagaimana jika calonnya itu bapak-bapak tua berjenggot yang sudah beristri, atau om-om pedofil dengan perut buncitnya."AAAA!" teriak Almera tiba-tiba yang membuat Bunda Tina terlonjak kaget."Anak ini ... mau buat Bunda terkena serangan jantung, iya?" Bunda Tina menjewer telinga Almera saking kesalnya. Anaknya yang satu ini selalu membuat d
"Maaf, saya terlambat." Suara bariton khas seorang lelaki dewasa membuat Almera menundukkan kepalanya dalam. Dia takut untuk melihat seseorang itu, dia yakin itu adalah lelaki yang akan dijodohkan dengannya.Bunda dan Ayah tersenyum lebar. Akhirnya seseorang yang sedari tadi mereka tunggu datang juga."Enggak papa, Nak. Ayo duduk," ucap Bunda Tina ramah yang dijawab anggukan oleh lelaki itu, kemudian mencium tangan Bunda dan Ayah dengan sopan."Ini anak saya," ucap Ayah Grisham menunjuk Almera yang tetap pada posisinya, menunduk.Bunda Tina menyenggol lengan Almera pelan. Memberi kode supaya mengangkat kepalanya.Almera yang paham dengan kode Bundanya mendengkus kesal. Apa Bundanya ini tidak tahu bahwa dia belum siap untuk melihat wajah calon suaminya. Karena takut terkena omelan, Almera mengangkat kepalanya pelan. Saat sudah terangkat sempurna, mata Almera melotot kaget saat tahu siapa seseorang yang duduk di hadapannya."Loh, Bapak?"
"Pagi, Yah, Bun," sapa Almera mencium pipi kedua orang tuanya yang sudah duduk tenang di meja makan."Pagi juga, Sayang," balas Bunda Tina."Pagi, Calon manten," balas Ayah Grisham menggoda.Almera memberenggut kesal. Baru saja dia lupa akan pertunangan semalam, sekarang Ayah dengan santainya mengingatkan. Semalam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena terus memikirkan bagaimana nasibnya ke depan. Dia selalu terbayang bagaimana jadinya jika dia menikah dan satu rumah dengan lelaki seperti Romeo. Dia juga memikirkan bagaimana dengan tambatan hatinya? Padahal dia sangat menyukai Farrel."Jangan digoda dong, Yah. Lihat tuh bibirnya sudah seperti bebek," ledek Bunda Tina terkekeh geli."Bunda," rengek Almera."Lebih baik kita makan daripada kalian goda Al terus, enggak akan kenyang," lanjut Almera."Iya, kamu mau makan apa?" tanya Bunda Tina.Almera menyodorkan piringnya. "Nasi goreng."Lalu Bunda Tina mengambil piring