Share

6. Emosi

Author: Ervin Warda
last update Last Updated: 2021-07-15 17:15:32

"Ada apa ini?" Suara bariton membelah kerumunan. 

Almera menoleh. Dia kenal dengan seseorang itu. "Kak, lo kerja disini?" tanya Almera.

Semua yang menyaksikan menjadi terkejut, terutama Chili. Dia sudah ketar-ketir takut jika Almera melaporkan perbuatannya.

"Iya, Dek. Kenapa?" tanya seseorang mengelus rambut Almera. Dia adalah Rizky Putra Rimata - kekasih Widya. Mereka sudah menjalin hubungan hampir satu tahun. Bahkan Rizky sudah menganggap Almera seperti adiknya sendiri.

"Sebagai apa?" tanya Almera penasaran. Siapa tahu dengan jabatan Kak Rizky bisa membantu dia menyelesaikan urusannya dengan Chili. Bukannya dia tidak mampu mengatasi sendiri, tetapi dia kesini ingin menemui bapak Romeo. Jika dia meladeni, bisa panjang urusannya dan itu akan menghambat urusan dia.

"Sekertaris ceo," jawab Rizky.

Almera mengangguk mengerti, boleh juga. Almera melihat ke arah Chili yang wajahnya sudah pucat pasi. Di dalam hati Almera tersenyum miring, cuma seperti ini saja sudah membuat Chili ketakutan. Apalagi jika dia tahu dirinya dari keluarga mana.

"Kak, gue kesini mau ketemu pak Romeo. Gue sudah ada janji sama dia," ucap Almera memberi tahu.

"Kenapa enggak langsung ke atas aja?" tanya Rizky bingung.

Almera mendengkus kesal. Kenapa Kak Rizky lemot disaat yang tidak tepat sih! Harusnya Kak Rizky sadar dong, kalau dia sedang beradu cekcok disini yang berarti ada masalah.

"Resepsionis itu enggak memberi tahu gue dimana ruangan pak Romeo dan dia bilang bahwa gue pasti mau ngejalang," jelas Almera dengan tangan yang menunjuk Chili. Biarkan saja tidak sopan karena menunjuk orang yang lebih tua darinya. Dia kesal dengan ucapan dan perilaku Chili. Dirinya selalu diajari untuk bersikap sopan kepada siapa pun kecuali orang yang sudah menginjak-injak harga diri. Apa pun yang menyangkut keluarga, dia siap maju yang paling depan. Bagi dia keluarga adalah napas dan kehidupannya.

"Benar itu Chili?" tanya Rizky dengan tangan terkepal. Dia tidak terima jika seseorang yang sudah dia anggap adiknya dibilang sebagai jalang.

"Tidak, Pak. Dia yang memulai terlebih dahulu," kilah Chili dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.

"Kamu pikir saya percaya? Ini bukan yang pertama kalinya kamu bertengkar dengan tamu, kamu pikir kamu siapa?" geram Rizky saat melihat wajah Chili yang sok tersakiti.

"Setelah ini silahkan ke ruangan pak Romeo dan asal kalian semua tahu, dia adalah adik saya," ucap Rizky yang merangkul pundak Almera.

Mereka semua langsung bisik-bisik. Tidak menyangka bahwa perempuan cantik itu adalah adik dari atasan mereka. Sedangkan Chili sudah bergetar ketakutan. Bagaimana jika dia dipecat? Baru kali ini dia menyesali perbuatannya, biasanya meskipun bertengkar dengan tamu dia akan merasa senang, berbeda dengan sekarang yang membuatnya menyesal. Andai dia tadi tidak bilang bahwa keluarga Almera penggoda, semuanya tidak akan seperti ini. Andai dan hanya bisa berandai.

Rizky menuntun Almera keluar dari kerumunan. Setelah tidak ada yang melihat, Almera segera menepis tangan Rizky yang masih setia bertengger di bahunya. 

"Kenapa, Dek?" tanya Rizky.

"Risih gue," ketus Almera.

"Enggak usah rangkul. Sekarang cepat tunjukan dimana ruangan pak Romeo itu," lanjut Almera yang sudah merasa kesal. Dia ingin segera pulang, emosinya sedang tidak stabil akibat perkataan Chili tadi.

"Iya, ayo."

Mereka memasuki lift untuk sampai di lantai 32, tempat ruangan Romeo berada. Lantai paling atas gedung ini.

"Nah ini, lo masuk aja," ucap Rizky menunjuk pintu yang berwarna coklat.

Almera mengangguk dan langsung masuk tanpa mengucap salam. 

"Apa kamu tidak punya tangan untuk mengetuk pintu?" tanya Romeo yang masih fokus ke layar laptopnya.

"Keluar." Almera terperanjat kaget saat dengan tiba-tiba Romeo meninggikan suaranya. Suara datar dan dingin itu mengingatkan Almera pada kejadian kemarin. Rasa takut itu masih ada, tetapi masih lebih dominan rasa kesal. Apalagi saat mengingat perkataan Romeo yang mengatainya mirip papan.

"Kel-"

Perkataan Romeo terhenti saat mendongak dan melihat Almera di hadapannya. Dia pikir tadi yang memasuki ruangannya adalah salah satu karyawannya, dia tidak menyangka jika Almera benar-benar datang kesini sesuai perintahnya kemarin.

"Kenapa?" tanya Almera menaikkan sebelah alisnya saat Romeo menatap dirinya dengan tidak berkedip.

"Kamu ngapain disini?" Romeo salah tingkah. Dia menatap Almera bukan karena terpesona melainkan tidak percaya.

"Dih, lupa? Padahal, Bapak loh yang menyuruh saya kesini," ucap Almera kesal dan mendudukkan dirinya di kursi depan meja Romeo.

"Siapa yang suruh kamu duduk?" tanya Romeo datar.

"Saya sendiri. Lagian saya capek, Pak. Sedari tadi saya sudah menunggu untuk dipersilahkan duduk, tetapi Bapak tidak peka," jawab Almera santai.

Romeo memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Menghadapi perempuan di hadapannya ini sangat menguras emosi.

"Pak, sebenarnya saya disuruh apa kesini?" tanya Almera.

Romeo mendongak, menatap Almera dengan wajah datarnya. Dia baru ingat untuk memberi pekerjaan Almera sebagai ganti pembayaran kemarin.

"Ikut saya," ucap Romeo yang bangkir dari duduknya dan berjalan keluar ruangan. Dengan langkah malas, Almera berjalan mengikuti Romeo. 

"Dadah, Kak," ucap Almera melambaikan tangannya ke arah Rizky. 

"Iya, dadah," balas Rizky yang kebingungan. Sebenarnya mereka mau kemana? Sejak kapan Almera mengenal bos sekaligus sahabat kulkasnya itu? Dia memang bersahabat dengan Romeo sejak jaman kuliah. Bagi dia, Romeo adalah pahlawannya meskipun sering membuat dia kesal. Karena disaat dia berada di titik bawah, Romeo datang mengulurkan tangannya dan mengangkat dia menjadi sekertaris hingga sekarang. 

"Pak, ini mau kemana?" tanya Almera yang sudah kesal karena terus berjalan.

"Sabar," jawab Romeo singkat.

Di belakang Romeo, Almera terus menggerutu sebal. Kenapa dia harus berurusan dengan orang seperti Romeo ini? Andai saja kemarin dia tidak ceroboh dengan memasuki mobil Romeo, semuanya tidak akan menjadi seperti ini. Lain kali dia tidak boleh meninggalkan mobilnya lagi. Sudah cukup sekali dia salah mobil, jangan sampai terulang lagi. Untung saja Romeo baik walaupun membuatnya kesal, bagaimana jadinya kalau dia salah masuk mobil dan akhirnya diculik? Oh no!

"Kamu masuk kesini," ucap Romeo menunjuk ruangan yang berpintu besi.

"Ruangan apa ini, Pak?" tanya Almera penasaran karena pintunya dalam kondisi tertutup.

"Kamu masuk aja," ucap Romeo memasukkan tangannya di saku celana.

"Enggak mau," tolak Almera mentah-mentah. Dia saja tidak tahu ini ruangan apa, masa iya langsung disuruh masuk? Bagaimana kalau di dalam sana terdapat manusia kanibal? 

"Ini sebagai pembayaran kamu kemarin," ujar Romeo yang setia dengan wajah datarnya.

"Saya bayar pakai uang saja ya, Pak. Berapa pun saya pasti bayar," sahut Almera dengan wajah memelas.

Romeo menggeleng tegas. "Tidak." Lalu, Romeo berjalan mendekati pintu untuk membuka gembok.

"Kamu masuk!" perintah Romeo.

Almera melongok kan kepalanya kedalam ruangan, untuk memastikan ruangan apa ini.

"Lama," ucap Romeo mendorong pelan punggung Almera hingga memasuki ruangan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Ikatan Suci   85. Pertanyaan Mematikan

    Di sebuah ruangan berwarna abu-abu, terdapat seorang pria yang berdiri di dekat jendela. Romeo, pria yang dulunya bertubuh kekar kini semakin kurus. Rambut-rambut halus mulai tumbuh di sekitar dagunya. Bahkan kumisnya sudah tebal seperti bapak-bapak yang ada di warung kopi. Dengan tangan yang berada di saku celana, Romeo menatap kosong langit malam yang penuh bintang. Sudah pukul sepuluh malam, tetapi matanya enggan terpejam. Padahal besok pagi ada rapat penting. Ingatannya kembali berputar pada kejadian beberapa bulan lalu. Di saat Almera masih di sini dan dia melukainya seenak hati. Perasaan bencinya kepada Almera telah melebur menjadi penyesalan. Penyesalan yang sangat dalam. "Bahkan sampai saat ini pun saya belum bisa nemuin kamu," ujar Romeo tersenyum kecut. Hidup memang selalu berputar. Jika dulu nama Almera tidak pernah ada di pikirannya, maka sekarang tiada hari tanpa memikirkan perempuan itu. Semakin memikirkan maka semakin dalam dan besar pu

  • Takdir Ikatan Suci   84. Ayo Pacaran!

    "Wid, Widya," panggil Almera mengetuk pintu kamar Widya. Ketukan yang awalnya pelan semakin keras dan cepat saat tidak mendapat sahutan dari sahabatnya. "Widya! Widya!" teriak Almera tidak sabaran. Sedangkan di dalam kamar, Widya yang sedang tidur siang pun mulai terusik. Mengubah posisi tidurnya menjadi miring lalu menutup telinganya dengan bantal. Merasa tidak berguna, Widya melempar bantalnya asal dan kembali terlentang. Selanjutnya, dia menendang selimut lalu bangkit dengan mata yang memerah. Antara mengantuk dan marah. Widya membuka pintu kasar. "Apaan sih? Lo ganggu tidur gue tau nggak!" Bukannya merasa takut atau bersalah, Almera justru cengengesan tidak jelas. "Wid, jalan-jalan yuk!" ajak Almera antusias. Dengan gerakan malas, Widya menoleh ke dalam kamarnya, melihat jam yang menunjukkan pukul satu siang. Seketika matanya melotot. "Lo gila? Siang-siang gini lo ngajak gue jalan? Please deh, Al, lo jangan aneh-aneh. Ini panas ban

  • Takdir Ikatan Suci   83. Mangga Muda

    "Bagaimana?" tanya Romeo kepada Rizky yang berdiri di depannya. Saat ini keduanya berada di ruangan Romeo.Rizky mengernyit tidak paham. Ini Bosnya bertanya tentang apa sih? "Maaf, Pak, maksudnya apa ya?""Bagaimana kabar pencarian Almera? Apa sudah menemukan jejak?" tanya Romeo memperjelas, membuat bibir Rizky membentuk bulatan kecil seraya mengangguk pelan."Maaf, Pak. Belum ada," jawab Rizky menatap Romeo sendu. "Terakhir kali mereka berdua berada di rumah Widya."Romeo menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Punggung tegapnya dia sandarkan pada sandaran kursi. Perlahan matanya terpejam dengan tangan kanan yang memijat pelan pelipisnya. Kepalanya semakin sakit, begitu pula dengan rasa bersalah dan juga gelisah.Kapan dia bisa bertemu Almera? Harus berapa lama lagi dia menunggu kabar tentang keberadaan sang istri? Atau mungkin selamanya dia t

  • Takdir Ikatan Suci   82. Pelukan Kerinduan

    Hal yang paling membahagiakan bagi para orang tua adalah dengan kehadiran anggota keluarga baru. Apalagi seorang bayi mungil yang menggemaskan. Meskipun tidak ada hubungan darah, tetapi orang tua Widya begitu antusias saat mendengar kabar tentang kehamilan Almera. Mereka yang awalnya sedang perjalanan bisnis di Bandung langsung terbang ke Bali. Selama perjalanan, senyum Vania dan Efendi - orang tua Widya tidak luntur satu detik pun. Perasaan mereka benar-benar bahagia. Brak! Suara pintu yang dibuka kencang sukses membuat Almera yang sedang menonton kartun terlonjak kaget. Belum sempat melihat siapa pelakunya, Almera kembali dikejutkan dengan sebuah pelukan yang sangat erat. Sampai membuat badannya sedikit terhuyung. Tidak jauh berbeda dengan Almera, Widya dan Nenek Mia yang berada di dapur pun juga terkejut. Keduanya saling pandang lalu berjalan tergopoh-gopoh menuju tempat Almera dengan perasaan panik. Takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada ibu h

  • Takdir Ikatan Suci   81. Kita Saling Menguatkan

    "Nek, Widya mana?" tanya Almera kepada Nenek Mia yang sedang menata makanan di meja.Mendengar suara seseorang yang semalam membuatnya khawatir, lantas Nenek Mia menghentikan kegiatannya dan mendongak. Terlihat Almera yang memakai dress berwarna abu-abu selutut berdiri empat langkah di depannya."Kamu sudah bangun, Nak? Ayo makan dulu!" ajak Nenek Mia tanpa menjawab pertanyaan Almera. Kakinya bergerak gesit menghampiri Almera dan menuntunnya duduk. Senyumnya pun merekah bahagia.Semua rasa khawatir yang dia rasakan semalam langsung sirna.Almera duduk dengan wajah bingungnya. "Nenek, Widya mana?""Oh itu Widya lagi di toko," jawab Nenek Mia santai yang mendapat tatapan penuh binar dari Almera."Almera mau ke sana! Ayo, Nek! Al udah dari kemarin-kemarin pingin ke toko roti punya Nenek." Almera menatap antusias Nenek Mia yang hendak meng

  • Takdir Ikatan Suci   80. Tidak Bisa Menerima

    "Inget ya, Al, lo nggak boleh makan sembarangan. Harus banyak istirahat. Nggak boleh banyak pikiran," ucap Widya seraya menuntun Almera menaiki tangga menuju kamarnya. Sejak Almera sadar dan diperiksa bahwa sahabatnya itu hamil, Widya tidak berhenti mengeluarkan petuah-petuah dengan kalimat yang sama secara berulang. Terutama nenek Mia yang sangat antusias hingga langsung membuat kue untuk dibagikan ke tetangga. Sedangkan sang empu justru menutup mulut rapat-rapat dengan pandangan kosong. Pikiran dan perasaannya menjadi campur aduk. Meskipun sudah menikah dan menginginkan malaikat kecil hadir di rumah tangganya, tetapi tidak cara seperti ini. Calon anaknya hadir karena paksaan yang Romeo kira bahwa dirinya adalah Citra, kekasihnya. Bukan atas dasar saling mau dengan balutan cinta yang menggebu. Ada rasa terkejut, sedih, marah dan senang di hati Almera. Kenapa anak ini hadir di saat dirinya masih dibaluti rasa takut dan pergi dari Romeo? Bagaimana cara dia men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status