Share

9. Desakan Perjodohan

"Sudah tenang?" tanya Bunda Tina saat Almera selesai minum. Tadi setelah menunggu beberapa menit, tangis Almera mereda. Ayah dan Bunda pun membawa Almera masuk, tidak enak juga jika dilihat tetangga apalagi kondisi Almera yang berantakan.

Almera mengangguk. Jujur saja saat ini dia berasa malu sekali. Kenapa tadi dia bisa kelepasan hingga menangis histeris seperti itu sih! Dulu dia akan menangis jika tidak dibuatkan kue coklat dan itu hanya menangis dalam diam, tidak seperti tadi. Namun dia tidak bisa berbohong bahwa sekarang hatinya terasa plong.

"Sekarang cerita, pelan-pelan aja," ucap Ayah Grisham. Dia cukup penasaran dengan alasan dibalik tangisan Almera tadi. Setahu dia, Almera itu anak yang kuat, bar-bar dan tidak mudah menangis. Sangat jarang sekali dia menunjukan kelemahannya, baru kali ini dia bersikap layaknya perempuan pada umumnya, menangis sampai histeris.

"Bunda, masih ingat sama cerita Al yang nabrak kemarin?" tanya Almera memulai pembicaraan. 

Bunda Tina mengangguk.

"Sewaktu pulang, Al itu salah masuk mobil orang, Bun, Yah." Almera menatap Ayah dan Bundanya bergantian.

Ayah Grisham mengernyit bingung. "Kenapa sampai salah masuk mobil? Memangnya mobil kamu dimana?"

"Mobilnya Al tinggal di lampu merah, Yah. Al kira itu taxi karena ada perempuan yang turun dari mobil itu, ternyata karyawannya," jelas Almera menunduk, takut jika sang Ayah akan marah saat tahu bahwa dia meninggalkan mobilnya disembarang tempat.

"Terus apa hubungannya sama kamu nangis tadi, Sayang?" tanya Bunda Tina yang tidak paham.

"Orangnya itu minta Al untuk datang ke kantornya, Bun. Ternyata dia nyuruh Al untuk membersihkan gudang, tadi Al dikunci selama 4 jam dan gudang itu enggak ada jendelanya," terang Almera dengan mata yang kembali berkaca-kaca. Kenapa hari ini dia ingin menangis terus?

"Wah, kurang ajar banget itu orang. Memangnya dia siapa? Sudah nyuruh anak gadis Bunda bersihkan gudang, dikunci lagi. Kalau ada apa-apa sama kamu bagaimana? Bunda akan tuntut itu orang!" geram Bunda Tina. Dia tidak terima jika putrinya diperlakukan seperti itu. Dia saja sebagai Ibunya tidak pernah menyuruh Almera untuk membersihkan gudang, sedangkan dia? Dengan seenaknya mengunci putrinya di gudang, memangnya Almera tikus?

"Yang bikin Al takut itu ada kardus yang bergerak, Bun, Yah. Terus tiba-tiba ada boneka yang keluar," sela Almera.

Ayah Grisham langsung menoleh cepat ke arah Almera. Bahkan Bunda Tina yang tadinya mengomel langsung terdiam. Keduanya saling berpandangan, apa mereka tidak salah mendengar? 

"Kamu enggak lagi bercanda 'kan, Sayang?" tanya Ayah Grisham memastikan.

Almera menggeleng cepat. "Enggak, Ayah. Al serius," jawab Almera dengan nada yang meyakinkan.

"Yasudah, sekarang kamu bersih-bersih terus makan," ucap Bunda Tina mengalihkan pembicaraan.

"Kalian enggak percaya sama Al?" tanya Almera.

"Percaya kok. Memangnya kamu enggak risih dengan keadaan kamu yang seperti itu?" tanya Ayah Grisham.

Almera menunduk, menatap pakaiannya sendiri. Astaga, kenapa dia baru sadar bahwa penampilannya sangat kucel.

"Risih banget, Al mau mandi dulu ya," pamit Almera yang kemudian berlari menuju lantai dua.

"Yah," panggil Bunda Tina gelisah.

"Enggak papa, cuma kebetulan," ucap Ayah Grisham menenangkan Bunda Tina dengan mengelus pundaknya pelan.

**

Almera keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah melekat indah di tubuhnya, wajahnya terlihat sangat segar. Dengan langkah pelan, Almera berjalan menuju meja rias, dia ingin mengeringkan rambutnya dan berskincare ria.

"Ternyata gue cantik banget ya," gumam Almera yang menatap pantulan dirinya di cermin.

Setelah selesai dengan segala urusannya, Almera berjalan keluar kamar. Ternyata hari sudah sore, pantas saja cacing di perutnya sudah berdendang meminta makan.

"Bun," panggil Almera berjalan menghampiri Bunda Tina yang menata makanan di meja makan.

"Mau makan sekarang?" tanya Bunda Tina tanpa menoleh ke arah Almera.

Meskipun Bundanya tidak melihat, Almera tetap mengangguk lalu mendudukkan dirinya di kursi.

"Ini, Sayang," ucap Bunda Tina menyodorkan sepiring nasi di hadapan Almera.

"Terima kasih, Bunda." Dengan semangat Almera mengambil kuah soto. Hidungnya tidak tahan dengan aroma soto yang sangat menggoda. Bunda Tina yang sudah sangat hapal dengan kebiasaan Almera hanya menghela napas. Almera jika bertemu soto pasti mengambil suwiran ayam dalam jumlah banyak dan hanya menyisakan sedikit untuk anggota keluarga yang lain.

Almera memakan makanannya dengan lahap. Masakan Bundanya memang sangat nikmat. Apalagi dalam keadaan yang masih panas seperti sekarang. Tanpa menunggu lama Almera sudah menyelesaikan makannya, hingga bersih tidak tersisa satu butirpun.

"Sudah, mau nambah lagi?" tanya Bunda Tina. Sedari dulu dia selalu menemani suami dan anak-anaknya makan hingga selesai.

Almera yang sedang minum hanya bisa mengangguk.

"Bunda mau bicara boleh?" tanya Bunda Tina saat Almera sudah meletakkan gelas yang sudah kosong.

"Ngomong aja, Bun," sahut Almera. 

"Bagaimana keputusan kamu tentang perjodohan itu, Sayang?" tanya Bunda Tina. Sebenarnya yang akan menanyakan hal ini adalah suaminya. Namun karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan, jadilah dia yang bertanya.

"Bunda, Al enggak mau," ucap Almera memelas. Dia tidak ingin dijodohkan, selain tidak kenal dengan orangnya, dia juga ingin lulus kuliah hingga mencapai cita-citanya untuk memiliki sanggar tari.

"Sayang, lihat Bunda." Bunda Tina menangkup wajah Almera supaya menghadapnya.

"Kenapa enggak mau? Memangnya kamu enggak kasihan sama Bunda dan ayah? Lagi pula lelaki yang akan dijodohkan dengan kamu itu anak teman ayah. In sya Allah dia adalah jodoh yang tepat untuk kamu. Bunda dan ayah mau yang terbaik untuk kamu, Sayang. Enggak mungkin Bunda menjerumuskan anak Bunda sendiri," ucap Bunda Tina menatap dalam mata Almera. Dia menjodohkan Almera karena dia ingin yang terbaik untuk anak bungsunya ini. Dia tidak ingin Almera salah dalam memilih jodoh.

"Bunda," rengek Almera. Hatinya terenyuh saat Bundanya berkata seperti itu. Dia harus bagaimana? Di satu sisi dia tidak mau dijodohkan, tetapi di sisi lain dia tidak ingin membuat kedua orang tuanya sedih.

"Al, mau ya," desak Bunda Tina.

Almera hanya diam menatap wajah sang Bunda yang menatap dirinya dengan penuh harap. Almera sangat paham dengan sifat kedua orang tuanya yang tidak mudah menyerah sebelum mendapatkan apa yang mereka mau. Dia yakin, mereka pasti akan terus mendesaknya untuk menerima perjodohan ini. Menurutnya ini sangat konyol, sekonyong-konyong koder.

"Ini masih tahap pendekatan 'kan, Bun?" tanya Almera. Mungkin dia bisa mempertimbangkan jika perjodohan ini hanya untuk pendekatan, jika tidak cocok ya tidak dilanjutkan.

Bunda Tina menggeleng. "Enggak, Sayang."

Almera menatap Bundanya dengan kening berkerut. Maksudnya enggak itu apa?

"Tunangan?" tanya Almera memastikan.

"Enggak juga, Sayang," jawab Bunda Tina.

Almera semakin dibuat bingung. Pendekatan katanya enggak, pertunangan juga enggak, lalu apa? Pikiran Almera berkelana kemana-mana. Apa jangan-jangan menikah? Oh no! Dia tidak ingin menikah muda. Bagaimana dengan nasib kuliahnya? Teman-temannya pasti mengira dia hamil duluan.

"Sayang." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status