Share

BAB 7 Permainan Berbahaya

Author: Prisma
last update Last Updated: 2024-07-18 17:00:01

Zayn melangkah masuk ke dalam bar eksklusif itu. Langkahnya mantap dan penuh percaya diri, kontras dengan Sera yang tertinggal di belakang, berjuang dengan setiap langkahnya. Sepatu hak tinggi yang dipakainya seolah menjadi musuh terbesarnya malam ini.

Sera berusaha menyeimbangkan tubuhnya, napasnya terengah-engah. Dia melirik punggung Zayn yang semakin menjauh, berharap suaminya akan menoleh dan membantunya. Namun, harapan itu pupus seketika.

Sera berusaha menyeimbangkan diri, kakinya gemetar seperti anak rusa yang baru belajar berjalan. Setiap langkah terasa seperti berjalan di atas tali yang membentang di atas jurang. Sementara Zayn terus melangkah, seolah tak menyadari atau lebih tepatnya, tak peduli dengan kesulitan yang dihadapi istrinya.

"Bisa lebih cepat?" Suara Zayn akhirnya memecah keheningan di antara mereka. Namun, tidak ada kehangatan dalam nada bicaranya. Matanya menatap Sera dengan dingin, sedingin udara malam yang menusuk kulit.

"Maaf, Mas. Saya... saya masih belum terbiasa," jawab Sera lirih, masih terus berjuang menyeimbangkan diri. 

"Belajarlah," desis Zayn tajam. Tangannya dengan sigap menangkap tubuh Sera yang nyaris mencium lantai. "Jangan mempermalukan saya."

Sera terdiam, menegakkan tubuhnya secepat mungkin. Rasa malu dan takut bercampur dalam dadanya. Sementara itu, Zayn kembali melangkah, meninggalkan istrinya yang masih berjuang dengan setiap langkahnya.

Ketika Sera akhirnya berhasil melewati pintu masuk, tatapan kagum sekaligus lapar dari penjaga bar nyaris tak bisa disembunyikan. Gaun merah menyala yang membalut tubuhnya bagai api yang menyala di tengah kegelapan. Potongannya yang pendek dan ketat mengekspos lekuk tubuhnya, menciptakan ilusi keindahan yang memikat sekaligus berbahaya.

Rambut hitam panjangnya yang digelung ke atas memamerkan leher jenjang yang terlihat rapuh namun menggoda. Meski wajah cantiknya tampak muram, Sera tetap terlihat bagai mutiara langka yang baru saja ditemukan dari kedalaman samudra. Setiap pasang mata seolah tertarik magnet, menoleh ke arahnya saat ia melangkah masuk dengan ragu.

Sera memandang sekelilingnya dengan gelisah. Aroma alkohol yang menyengat dan hiruk pikuk suara orang-orang yang tengah berpesta membuat kepalanya pusing. Ini bukanlah dunianya. Namun, di sisi lain, ia tak punya pilihan selain mengikuti keinginan suaminya.

"Duduklah di sini," perintah Zayn, menepuk pahanya saat Sera hendak duduk di sampingnya.

 Sera terdiam, rasa tidak nyaman semakin menjalar di seluruh tubuhnya. Bukan hanya karena pakaiannya yang terlalu terbuka, tapi juga karena tatapan Zayn yang dingin dan merendahkan.

"Kenapa diam?" desis Zayn tak sabar. "Ayo sini!"

"Tapi, Mas...."

Belum sempat Sera menyelesaikan kalimatnya, Zayn menarik tangannya dengan kasar. Sera memekik kaget saat tubuhnya jatuh ke pangkuan suaminya.

"Tenanglah," bisik Zayn di telinga Sera. Napasnya yang hangat menyapu wajah istrinya. "Kamu sedang bersama suamimu, bukan pria lain."

Sera menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Untuk apa kita datang ke sini, Mas?"

Zayn seolah tuli. Ia justru memanggil pengawalnya, memesan minuman tanpa menghiraukan pertanyaan Sera.

"Mas...," desah Sera tertahan ketika tangan Zayn mulai menjelajahi pahanya.

"Ada apa?" tanya Zayn datar, tangannya terus bergerak tanpa henti.

Sera memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. "J-jangan di sini, Mas," pintanya dengan suara bergetar saat tangan Zayn mulai menyentuh titik sensitifnya.

"Kenapa?" Zayn tersenyum penuh arti. "Kamu malu?"

Anggukan pelan Sera justru membuat mata Zayn semakin berkilat berbahaya. Senyum misterius tersungging di bibirnya, menyimpan rahasia yang hanya ia sendiri yang tahu.

"Minumlah," perintah Zayn tegas saat minuman pesanannya tiba.

Sera menggeleng lemah. "S-saya tidak minum, Mas."

"Memangnya kamu sudah pernah mencobanya?"

Lagi-lagi Sera menggeleng.

"Cobalah kalau begitu!"

Nada suara Zayn tidak menyisakan ruang untuk bantahan. Dengan tangan gemetar, Sera meraih gelas itu. Namun sebelum dia sempat meminumnya, pria itu dengan tak sabar merebut gelas tersebut.

Dalam sekejap, Zayn memasukkan minuman itu ke dalam mulutnya sendiri, lalu tanpa peringatan membungkam bibir Sera dengan ciumannya yang kasar. Sera terkesiap, merasakan cairan itu mengalir ke dalam tenggorokannya.

"Bagaimana rasanya?" tanya Zayn setelah melepaskan ciumannya.

Sera terdiam, masih terlalu terkejut untuk bereaksi. Ada rasa aneh yang mulai menjalar di tubuhnya.

"Kamu menyukainya?"

Sera masih tak mampu menjawab. Tiba-tiba, dia merasakan sensasi asing yang mulai menguasai dirinya.

"Minuman apa itu, Mas?" tanya Sera panik, tangannya mencengkeram kerah kemeja Zayn.

Zayn hanya tersenyum sinis, senyumnya semakin lebar seiring waktu berlalu. “Tenanglah, Sera," bisiknya sambil mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya.

Jantung Sera berdegup kencang. Entah karena efek minuman atau karena kedekatan tubuh mereka, dia merasakan panas yang aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Matanya mulai berkabut, dan dunia di sekelilingnya seolah berputar.

"M-mas... apa yang..." Sera mencoba berbicara, tapi lidahnya terasa kelu.

Zayn hanya tersenyum, tangannya kini bergerak lebih berani menyusuri tubuh Sera. "Ssst... nikmati saja, sayang. Malam masih panjang."

Sera ingin protes, ingin menghentikan semua ini, tapi tubuhnya seolah tak mau menuruti perintah otaknya. Dia merasa panas, gelisah, dan... entah mengapa, menginginkan lebih.

"Mas... tolong..." Sera berusaha bicara, tapi kata-katanya terputus-putus.

Zayn mendekatkan bibirnya ke telinga Sera. "Kamu ingin pulang?" bisiknya menggoda.

Sera mengangguk lemah, berharap bisa keluar dari situasi ini.

Namun, senyum Zayn malah semakin melebar. "Sayang sekali, malam masih panjang, Sera. Dan permainan kita baru saja dimulai."

Sera merasakan jantungnya berdegup kencang. Apa yang dimaksud Zayn dengan 'permainan'? Dan apa yang sebenarnya ada dalam minuman itu?

Tiba-tiba, lampu-lampu bar berkedip, musik berhenti sejenak sebelum berganti menjadi irama yang lebih intens. Sera merasakan tubuhnya mulai bereaksi aneh terhadap sentuhan Zayn, sensitivitasnya meningkat sepuluh kali lipat.

"M-mas... ada apa ini?" tanya Sera, suaranya bergetar antara takut dan... gairah?

Zayn tidak menjawab. Dia berdiri, mengangkat Sera dalam gendongannya dengan mudah. "Kita pindah ke tempat yang lebih... pribadi," ujarnya dengan suara rendah yang penuh janji.

Saat pria itu membawanya melalui lorong gelap di belakang bar, Sera merasakan campuran antara ketakutan dan antisipasi yang aneh. Apa yang menunggu mereka di balik pintu  yang Zayn buka?

Ruangan itu gelap gulita saat mereka masuk. Sera bisa merasakan Zayn menurunkannya ke atas sesuatu yang lembut - mungkin ranjang? Jantungnya berdegup kencang, efek minuman tadi semakin terasa.

"Mas... apa yang-"

Kata-kata Sera terpotong oleh suara pintu yang dikunci. Dalam kegelapan, dia bisa merasakan Zayn mendekat, napasnya yang hangat menyapu kulitnya.

"Sekarang, Sera," bisik Zayn, suaranya penuh dengan hasrat yang tertahan, "kita akan memulai permainan yang sesungguhnya."

Tiba-tiba, lampu menyala, membutakan Sera sejenak. Ketika matanya menyesuaikan diri, dia terkesiap melihat pemandangan di hadapannya. Ruangan itu bukan kamar biasa, melainkan...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Istri Kedua: Di antara Benci dan Cinta   BAB 62 Akhir Sebuah Dendam

    Api menjilat-jilat tirai hotel dengan rakus, menari-nari dalam kegelapan malam yang mencekam. Zayn terpaku di tengah kamar, matanya nanar menatap lidah-lidah merah yang kini merambat ke langit-langit. Napasnya tertahan, bukan karena asap yang mulai mengepul—tetapi karena kenangan yang tiba-tiba menyeruak, menghantamnya dengan kekuatan yang membuatnya gemetar.Lima belas tahun yang lalu. Malam itu juga bermula dengan api—api yang dia sulut sendiri dengan tangan gemetar dan hati yang membara oleh kebencian.Anak muda itu berdiri di sana, tangannya gemetar memegang korek api. Matanya berkaca-kaca, campuran antara amarah dan ketakutan yang begitu mencekik. Bayangan wajah ibunya yang terluka, mata sembab yang selalu menyimpan kesedihan mendalam, dan tubuh rapuh yang menderita dalam diam – semuanya berputar dalam benaknya seperti film rusak yang ter

  • Takdir Istri Kedua: Di antara Benci dan Cinta   BAB 61 Cinta dan Benci 3

    Udara di kamar hotel itu terasa mencekik. Dua pria dengan pistol teracung, masing-masing siap menarik pelatuk demi keyakinan yang mereka pegang—sementara di tengah mereka, Sera berdiri dengan hati yang tercabik."An, pergilah dari sini sekarang juga!" Suara Guntur pecah oleh keputusasaan. "Dia bukan lagi pria yang kamu pikir kamu cintai. Kebenciannya sudah mengalahkan segalanya!"Sera merasakan setiap kata itu menghujam jantungnya. Namun, ketika matanya bertemu dengan mata Zayn, dia melihat sesuatu yang berbeda—sebuah kenyataan yang membingungkan. Di balik kilatan kebencian yang begitu nyata, masih ada secercah cinta yang mencoba bertahan hidup, seperti api kecil yang menolak padam di tengah badai. Tapi kebencian itu juga tak bisa diabaikan—begitu pekat dan nyata, seperti racun yang perlahan-lahan menggerogoti cinta yang tersisa.

  • Takdir Istri Kedua: Di antara Benci dan Cinta   BAB 59 Cinta dan Benci 2

    "Apa sebesar itu kebencian Mas pada saya?"Pertanyaan itu menggantung berat di udara yang pengap. Zayn tersenyum getir, rahangnya mengeras menahan badai emosi yang bergejolak dalam dadanya. Benci? Satu kata itu terasa terlalu sederhana untuk menggambarkan kedalaman perasaan yang menggerogoti jiwanya selama bertahun-tahun. Kebencian yang telah dia pupuk sejak hari naas itu—hari di mana dunianya hancur berkeping-keping."Apa Mas benar-benar berniat untuk membunuh saya?"Pertanyaan Sera yang bertubi-tubi bagaikan pisau yang menghujam tepat ke jantungnya, memaksa Zayn kembali berhadapan dengan realitas kelam yang selama ini coba dia kubur dalam-dalam. Setiap kata mengingatkannya akan rencana awalnya—rencana yang dia susun dengan teliti, dimulai dari mendekati gadis itu hingga menjebaknya dalam ikatan pernika

  • Takdir Istri Kedua: Di antara Benci dan Cinta   BAB 58 Cinta dan Benci

    Lampu-lampu kristal hotel mewah itu berpendar redup, menciptakan bayangan-bayangan yang menari di wajah Sera yang pucat. Di depan pintu kamar 2207, jantungnya berdegup begitu keras hingga dia yakin Guntur bisa mendengarnya. Tangannya yang gemetar terangkat ke udara, ragu-ragu sebelum mengetuk—setiap detik penantian terasa seperti siksaan yang tak berkesudahan."Kamu yakin ingin melakukan ini sendiri?" Guntur bertanya lagi, suaranya mengandung kekhawatiran yang tak tersembunyi. "Aku bisa—""Tidak," Sera memotong dengan suara yang lebih tegas dari yang dia rasakan. "Ini pertarunganku sendiri. Aku harus menghadapinya... apapun yang terjadi." Namun getaran dalam suaranya mengkhianati ketakutan yang dia coba sembunyikan.Ketika pintu akhirnya terbuka, waktu seakan membeku. Sosok Zayn yang berdiri di ambang pi

  • Takdir Istri Kedua: Di antara Benci dan Cinta   BAB 57 Pelarian dan Perjanjian

    Kegelapan malam seolah menelan Sera bulat-bulat. Kakinya terus melangkah meski gemetar, sementara matanya mencari-cari tanda kehidupan di sepanjang jalan yang tampak tak berujung ini. Namun yang dia temui hanyalah kesunyian mencekam—tidak ada rumah, tidak ada kendaraan, bahkan tidak ada suara anjing menggonggong di kejauhan. Hanya ada deru angin dan detak jantungnya yang semakin liar.Guntur telah memilih tempat persembunyian dengan sangat cermat, Sera menyadari dengan getir. Setiap langkah terasa seperti siksaan; kepalanya berdenyut hebat seolah ada ribuan palu yang menghantam dari dalam tengkoraknya. Namun ketakutan akan tertangkap kembali memaksanya untuk terus bergerak.Lalu dia mendengarnya—suara yang membuat darahnya membeku. Deruman mobil dari kejauhan, semakin mendekat seperti predator yang mengendus mangsanya. Sera memaksa kakinya untuk ber

  • Takdir Istri Kedua: Di antara Benci dan Cinta   BAB 56 Pelarian

    Waktu seolah membeku ketika Sera menatap wajah yang begitu familiar namun asing itu. Matanya mengunci pada sosok pria yang telah lama hilang dari hidupnya. Setiap detail wajahnya kini terasa seperti kepingan puzzle yang perlahan menemukan tempatnya, membentuk gambaran masa lalu yang telah terkubur dalam-dalam."Maafkan aku, An. Maaf karena aku—""Cukup, tolong cukup!" Sera menjerit, tangannya gemetar saat menutup telinganya. Suaranya pecah oleh emosi yang tak terbendung, seperti vas kristal yang hancur berkeping-keping. Setiap kata yang keluar dari mulut Guntur terasa seperti paku yang menghujam ke dalam kepalanya, menggali keluar kenangan-kenangan yang seharusnya tetap terkubur.Udara di sekitarnya terasa menipis. Sera mencengkeram dadanya yang sesak, seolah paru-parunya menolak untuk bekerja sama. Dunianya y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status