Chan masih meneliti laporan yang disampaikan oleh Bianca. Beberapa hari tidak mendapatkan kabar mengenai Rossie sebenarnya cukup meracau pikiran. Namun, pekerjaan sebagai CEO tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Dua jam kemudian, Chan harus menghadiri satu rapat bersama salah satu investor dari Macau.
Suara pintu yang diketuk halus, membuat Chan mendongakkan kepala. Pribadi Bianca muncul dari sana dengan rambut warna madu. Kemarin wanita itu baru saja mewarnai rambut untuk membuang sial katanya. Well, Chan rasa itu hanya akal-akalan seorang wanita saja.
“Ada apa?” tanya Chan saat Bianca menyodorkan satu portofolio berwarna merah.
Chan berdiri tidak jauh dari panggung yang sudah disiapkan oleh Bianca dan tim untuk memulai show live hari ini. Beberapa staf sudah standby di depan macbook untuk memantau banyaknya penonton dan jumlah engagement yang dihasilkan. Sementara Bianca mondar-mandir untuk memastikan model dan segala macam. Well, Chan merasa tidak salah memberikan kepercayaan cukup besar pada wanita itu. Sejauh ini semua event berjalan dengan baik.Melipatkan tangan di depan dada se
Cairan cokelat tersisa separuh setelah diteguk oleh pribadi dengan rahang tegas dan brewok tipis itu. Tidak cukup dengan satu sloki, Edric kembali menuangkan minuman yang menyengat kerongkongan ke dalam sloki dan meneguknya hingga tandas. Suara musik yang memekakan telinga tidak mengganggu sama sekali. Setelah penat seharian bekerja, whisky adalah pilihan yang sangat tepat.“Perlu teman?” Suara lembut wanita dengan dress kelewat mini lantas duduk di samping Edric. Paha putih itu semakin terlihat dengan jelas ketika bokong bulatnya duduk di kursi tanpa sandaran.Raut wajah Edric tidak menunjukkan selera setelah melirik rupa wanita itu dari sudut mata. Ia kembali meneguk minuman beralkoholnya hingga tandas.Dengan tidak sopan, Amber meraih botol whisky milik Ed
PYAARPegangan tangan Rossie pada bingkai itu melonggar karena tepukan tiba-tiba di pundaknya. Pigura itu terjatuh dan membuat kepala Rossie menoleh seketika.Clara berdiri di belakang Rossie sembari melemparkan tatapan seperti pemangsa. Tajam dan terpancar sebuah amarah dari sana. Rossie lantas membalikkan tubuhnya dengan wajah yang menegang. Well, Clara pernah memperingatkan Rossie untuk tidak masuk ke kamar tersebut.“Apa yang anda lakukan di sini, Nona? Bukankah aku sudah bilang jika kamar ini terlarang?” Tangan Clara mencengkram bahu Rossie dengan kuat, hingga menimbulkan rasa sakitdi permukaan kulit.
Kedua netra Chan masih tertuju pada layar Macbook sembari meneliti laporan pekerjaan yang dikirim oleh sekretarisnya melalui surel. Pesawat pribadi yang membawa Chan terbang dengan ketinggian 41.000 kaki. Jenis jet pribadi biasanya terbang dengan jarak ketinggian yang berbeda dibandingkan pesawat komersial sebab ukurannya yang lebih besar. Chan tidak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Namun, ia juga tidak bisa menunda pencarian Rossie. Sudah terhitung 2 bulan, Rossie menghilang begitu saja. Setelah mendapatkan informasi alamat Rossie dari Amber, Chan tidak ingin kehilangan jejak. Ia sangat yakin jika Rossie sedang membutuhkan bantuannya. Well, meskipun Rossie tidak bercerita secara langsung tentang kelakuan Edric, tetapi Chan bisa mengetahui betapa tersiksanya wanita itu. Hal tersebut bisa dipahami dari cara Rossie menyembunyikan luka lebam di pergelangan tangan ketika mereka sempat makan malam bersama. Tidak hanya itu saja, Chan juga sempat melihat memar di punggung Rossie
Mobil Mercedes hitam yang dikendarai oleh Chan langsung berhenti ketika tiba di tengah-tengah hutan pinus. Amber hanya memberikan alamat jalan kepada Chan dan tidak tertera nomor rumah dan sebagainya. "Sial, apa Amber membodohiku?" kesal Chan. Ia memukul kemudi dan merogoh ponsel dalam saku. Segera Chan mencari nomor Amber dan menghubunginya. Cukup lama ia menunggu, sebab Amber tidak langsung menerima panggilan tersebut. Setelah percobaan yang kedua, Amber menerima panggilan tersebut.["Yes, Tuan Tampan. Ada yang bisa aku bantu? Apa Rossie tidak bisa memuaskan hasratmu?"] "Diam kau Amber. Apa kau sedang membodohiku?" serang Chan tanpa basa-basi. ["Membodohi? Apa maksudmu? Aku baru saja terbangun dari mimpi indah dan tiba-tiba kau menuduhku seperti itu? Sangat tidak sopan!"] "Alamat yang kau berikan itu palsu. Aku terjebak di tengah-tengah hutan pinus."["Ck, itu memang benar alamatnya. Edric memiliki rumah kayu di tenga-tengah hitam pinus. Tanpa keramaian dan hanya ada kesunyian.
Clara merendahkan posisi tubuh dan berhadapan dengan Rossie yang masih bersimpuh mengiba di kaki wanita dengan rambut yang disanggul sederhana itu. "Nona, kau harus terus bersama Tuan Edric. Hanya kau yang dibutuhkan dan bisa membuatnya bahagia. Kau adalah sosok pengganti cinta pertama Tuan Edric," ucap Clara sambil mengusap pipi kiri Rossie. Kedua mata nanar Rossie masih menatap pribadi Clara dengan bingung. Ia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Clara. Semuanya tampak tidak masuk akal. "Kau hanya perlu menemani Tuan Edric saja Nona. Bukan sesuatu yang berat bukan?" tambah Clara. Mendengar ucapan tersebut, Rossie perlahan mulai bergidik ngeri. Ia menepis sentuhan Clara dan berusaha menggeser tubuh agar menjauh dari wanita tersebut. "Apa maksudmu Clara? Aku tidak mungkin hidup bersama pria yang selalu menyiksa batinku," ucap Rossie. "Kau tidak boleh dan tidak bisa menjauh dari Ruang Edric. Tidak bisa Nona! Akan aku pastikan itu." Clara menjeda ucapannya sebentar kemudian melanj
Mendengar suara Rossie yang meminta pertolongan diikuti pintu yang diketuk dengan sangat keras dan intens. Chan lantas membalikkan tubuh dan menendang tepat pada ulu hati penjaga berbadan gagah itu. Tendangan yang sangat kuat dan tanpa ampun. Kedua netra Chan berselancar ke sekeliling untuk mencari benda yang bisa digunakan sebagai senjata. Namun, sebelum itu ia memegang tengkuk dan mendapati warna merah dari sana. Ia menggeleng kepala pelan untuk mengusir rasa berat yang mulai mampir. Hingga kemudian saat penjaga itu bangkit dan siap menghunuskan pisau kepada Chan, tangannya lantas meraih kursi dan dilemparkan ke tubuh lawan. Memegang pergelangan tangan penjaga itu dan melumpuhkannya. Chan mengambil alih senjata tajam itu kemudian dihunuskan pada perut. Lawan Chan terjatuh. "Clara! Lepaskan aku! Seseorang tolong bantu aku!" "Rossie! Aku akan menyelamatkanmu!" pekik Chan. Ia berjalan sedikit terhuyung karena rasa pusing di kepala. Langkah Chan yang tertatih mulai menaiki anak tan
"Edric!" lirih Rossie ketika melihat pribadi Edric yang menatap dengan wajah garang. Chan tidak gentar ketika melihat Edric yang menodongkan eagle desert tepat di hadapannya. "Don't touch my girl!" ujar Edric dengan kedua bagian gigi yang beradu. Rahangnya menegang diikuti sorot mata tajam tidak terima. "Dia bukan barang. Dan dia bukan milik siapapun, asal kau tahu itu!" jawab Chan tidak takut. Rossie masih berada di gendongan Chan dengan tubuh bergetar. Membayangkan bagaimana amarah yang akan muncul dari diri Edric sudah membuatnya takut. "Rossie! Turun!" titah Edric yang membuat Rossie menyembunyikan wajahnya. "Turun atau pria ini akan kubunuh!" Mendengar ancaman dari Edric, Rossie turun dari gendongan Chan. Ia melangkah dengan berani meskipun kedua kakinya terasa sakit. Tangan Chan hendak menghalangi Rossie, supaya tidak dicelakai oleh Edric. "Aku tidak akan mengikuti semua omongan kamu Edric! Aku tidak sudi berada dalam kontrolmu lagi!" Chan maju satu langkah untuk melindu