Mentari yang tadinya berdiri gagah di langit, kini sudah mulai tenggelam dan menampilkan cahaya orange yang sangat cantik. Rossie sedang duduk di depan rumah sambil melihat Dobby bermain. Anjing kecil itu melompat ketika akan menangkap piring karet yang dilemparkan oleh Rossie. Sesekali wanita berambut blonde yang dibiarkan terurai itu tersenyum lebar. Ia menunggu kedatangan Chan dan ingin mengadukan keluh kesahnya. Entah mengapa keberadaan Clara membuat Rossie tidak tenang. Ia ingin meminta Chan untuk mengganti maid untuk mengurus rumah mereka. Cukup lama Rossie berada di pelataran rumah dan menunggu kedatangan Chan. Pria berlesung pipi itu bilang jika hari ini akan terbang ke California dengan menggunakan pesawat jet pribadi alih-alih helikopternya. Mobil warna hitam yang baru saja memasuki pelataran rumah, membuat Rossie mendongakkan kepala dan langsung berdiri. Kaus crop tee warna hitam dipadukan dengan short pants warna senada melekuk apik tubuh rampingnya. “Kau menungguku di
Rossie naik ke lantai dua, melewati tangga besi yang melingkar. Tidak terlalu lebar, hanya cukup untuk satu orang saja untuk melewatinya. Sementara itu Chan membuntut di belakang. Kedua tangan mereka masih tertaut satu sama lain. Di kamar Juliet terpasang tempat tidur single bed dengan warna sprei yang putih bersih. Terpasang sedikit serong, dengan dua jendela kecil di sampingnya. Dan tentu, Rossie menemukan balkon yang melegenda itu, balkonnya tidak terlalu luas, tapi tempat ini bisa disebut sebagai icon-nya house of Juliet.“Jadi di sini, Romeo menemui Juliet secara diam-diam,” celetuk Chan. “Iya benar. Chan, bukankah itu sangat romantis,” ujar Rossie dengan wajah yang berseri. “Romantis, tapi aku tidak perlu melakukan hal itu,” terang Chan kemudian. “Kenapa?”“Ya karena kedua orang tua kita tidak bermusuhan. Aku bisa datang kapan saja melalui pintu utama, alih-alih bersembunyi dan menaiki tangga ke balkon kamarmu.”Rossie menghela napas panjang. Chan benar, semua ucapannya masu
Rossie menyikut perut Chan uang sedari tadi asal bicara. Wajah wanita itu tersipu malu tentu saja. "Kau jangan asal bicara," ujar Rossie dengan suara teramat lirih. "Aku tidak asal bicara. Aku serius ingin menikahimu," tutur Chan penuh percaya diri. Sekretaris Juliet yang berada di ruangan itu tertawa bersama. Melihat gairah cinta pasangan muda mencetak lengkungan lebar di wajah mereka. Cinta memang ajaib, bisa menciptakan sesuatu yang berbeda. Eleanor mengajak Rossie bergabung, membaca beberapa surat yang sudah diambilnya dari rumah Juliet. Ada beberapa surat yang tertulis dengan rapi, tak jarang juga Rossie melihat surat yang tulisannya sulit terbaca, karena tinta luntur bercampur air mata. Ya, surat itu biasanya ditulis oleh mereka yang sedang patah hati, mengalami cinta yang bertepuk sebelah tangan, cinta yang tak direstui, atau dikhianati oleh pujaan hatinya. Di awal surat mereka mengawali dengan kalimat “Dear Juliet, you are the only one who can understand how I f
Chan terus mengetukkan ujung pena di atas meja sembari memikirkan ucapan yang terlontar dari bibir Rossie. Ia yakin jika isi hati dan kalimat yang terucap itu sangat berbanding terbalik. Membuka laci meja dan mengeluarkan satu lembar foto yang dirobek. Entah mengapa Chan masih menyimpan foto Edric dan Rossie. Foto itu sudah dirobek oleh Chan menjadi dua bagian. Tidak seharusnya tersimpan di dalam laci. Tangan Chan lantas meremas foto tersebut kemudian membuangnya ke dalam tong sampah. Ia kembali menghela napas. Berbohong bukanlah niat awal Chan. Namun, hanya dengan itu ia bisa menyelamatkan Rossie. Itulah salah satu wujud Chan memberikan cinta kepada sang pujaan hati. Ia tidak ingin Rossie kembali mengingat luka lama itu. Ketika akan beranjak, Chan mengingat celetukan Rossie yang mengajaknya untuk bermain di kebun lavender. Wanita berambut blonde itu sudah beberapa kali mengajaknya kesana. Tetapi karena sibuk, Chan belum sempat. Chan lantas mengayunkan kaki dan menemui Rossie. Ada
Flasback Sesampainya di villa, Chan segera mengganti pakaiannya dengan Rash guard (pakaian khusus untuk surfing). Setelan yang terbuat dari bahan sejenis karet itu melekat pas di tubuh atletis Chan. Tak lupa memasang leash yang terhubung dengan papan selancar. Kemudian bergegas menuju bibir pantai, di sana sudah ada Kris, Granny, dan wanita yang membuat wajah Chan merah seperti tomat ketika menatap matanya--Rossie.Rossie dan Kris sudah siap dengan Rash guard warna senada. Sementara Granny memilih untuk menjadi penonton, mengamati atraksi mereka di atas kapal."Chan, kamu sudah siap?" tanya Kris ketika menyadari kehadiran Chan."Yes, I'm ready," tukas Chan sambil tersenyum disertai lesung pipi yang tercetak. Sungguh itu terlihat sangat manis, membuat Rossie berdebar-debar.Chan dan Rossie saling curi-curi lihat, menatap sebentar kemudian berpaling. Keduanya terlihat malu-malu kucing, seperti berada dalam situasi yang canggung. Ini lebih canggung dari pada saat mereka pertama kali ber
Flashback Malam ini, Rossie diundang granny untuk makan malam bersama. Ia membantu kegiatan memasak sebisanya. Well, selama hidup ia hanya bisa membuat smoothies dan salad. Selagi masih ada penjual makanan, bisa memasak bukanlah suatu kewajiban baginya.Tangan Rossie mengaduk perlahan sup kacang merah yang masih mengebulkan asap. Aromanya terasa gurih, membuat lambung Rossie keroncongan. Kris memang sangat pandai memasak, layak dijuluki wanita idaman semua pria."Ros, apa dagingnya sudah lebih empuk?" Kris berjalan menghampiri Rossie dengan beberapa mangkok di kedua tangannya."Masih belum terlalu empuk, Mom," jawab Rossie sambil kembali memastikan tekstur daging yang bercampur dengan kacang merah itu."Pastikan dagingnya empuk, biar Granny bisa ikut makan," bisik Kris diikuti kekehan. Well, mertuanya memang sudah tidak sanggup lagi untuk mengunyah makanan yang masih alot.Rossie ikut terkekeh dengan gurauan ringan Kris dan berkata, "Baiklah Mom, akan kupastikan ini matang sempurna."
Beberapa menit, waktu Chan seakan berhenti sesaat. Entah Penjelasan yang harus diberikan Chan kepada Rossie. Ia masih merangkai kata untuk memberikan jawaban kepada sang kekasih. Chan menelan saliva kasar. "A-apa maksudmu, Ros? Edric siapa Edric?" Kedua pupil Rossie melebar. Ia masih menatap nanar wajah Chan dengan lurus. "Chan, aku mohon jangan bohongi aku. Jelaskan kepadaku siapa Edric? Siapa pria itu? Apakah ada hubungannya dengan masa laluku?" "Sayang, sungguh aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Apakah kepalamu sakit? Kenapa kau mengingat hal yang tidak penting?" Chan meraup wajah Rossie dan menatapnya penuh makna. "Aku tidak mengingat dengan sendirinya. Ada seorang pria yang sering mampir ke dalam mimpiku Chan. Pria itu terlihat sangat mengerikan, lalu …." Rossie menghentikkan ucapannya."Lalu apa?" Chan bertanya penuh ingin tahu. "Lalu maid itu yang mengingatkanku. Dia bilang kau telah menghabisi pria yang bernama Edric itu Chan!" Bibir Rossie bergetar tangannya lant
Hugo lantas terdiam seribu bahasa. Pertanyaan Rossie seperti anak panah yang menghujam jantungnya. Ia tidak tahu alasan apa yang akan diberikan untuk sang adik. Seketika keahlian Hugo untuk mengeles seperti bajaj langsung musnah. “Kenapa kau diam Hugo? Apa kau juga tidak akan memebritahukanku siapa Edric sebenarnya?” cecar Rossie. “Sudahlah Ro. Kenapa kau ini cerewet sekali? Benar Chan untuk tidak membahas pria tidak penting itu. Untuk apa kau mengingatnya segala?” terang Hugo yang semakin membuat Rossie ingin tahu. “Kenapa kalian seakan menyembunyikan tentang pria itu? Ada apa dengannya?”“Karena memang tidak perlu untuk diingat Ro. Sama sekali tidak penting. Sudahlah.” Hugo kembali menghidupkan mesin mobilnya dan bersiap untuk melajukannya pelan. Sesekali ia melirik ke arah sang adik yang masih tidak terima. Well, tentu saja tidak semudah itu membuat Rossie menutup mulut. “Apa benar Chan yang menghabisi nyawa pria itu?”Mendengar pertanyaan Rossie yang tidak masuk akal, Hugo mem