Share

Chapter 10 : Buy One Get One

Langit sudah berubah warna menjadi jingga yang menandakan bahwa hari sudah semakin sore. Haris, Felix, dan Putra yang awalnya berniat untuk mengerjakan tugas dari Pak Budi malah berakhir dengan bermain game sampai sore. Kanvas berwarna putih yang bersandar di dinding itu masih belum ternodai oleh satu warna pun. Tiga empu yang sedang memegang stik permainan ini masih fokus menggerakkan jarinya. Mereka bertiga masih belum menyelesaikan game-nya.

“Jam berapa sih sekarang?” tanya Haris kepada kedua temannya tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi.

Felix kemudian melihat jam yang ada di dinding, “Jam setengah enam.”

Haris lantas berhenti menggerakkan jarinya dan menatap kedua temannya, “Parah! Kita belum ngerjain tugas Pak Budi!” Putra seketika menatap ke arah Haris, “Lah iya, bego!”

Namun, berbeda dengan sang tuan rumah yang tidak peduli dan tetap fokus dalam permainan di layar televisi. Hal itu membuat Haris dan Putra segera meneriaki Felix, “Woy, Lix! Malah asyik sendiri, ini gimana jadinya?” tanya Putra. Kali ini ia merasa bersalah kepada ketiga temannya termasuk Hugo karena mengajak mereka bermain game. Akibatnya mereka tidak tahu jam dan terlalu larut dalam permainan.

“Aduh, pasti nanti Hugo pasti marah,” ucap Haris.

“Nggak mungkin marah lah, dia juga belum ikut ngelukis, kan. Besok ke rumah gue lagi ajakin Hugo biar selesai sekalian, hari Sabtu masih lama juga,” ucap Felix dengan santai. Ia tidak mengindahkan ucapan kedua temannya dan tetap fokus bermain dengan PS5-nya.

“Yaudah deh kalau gitu,” tukas Haris menanggapi ucapan Felix. Kemudian Putra hanya menganggukkan kepalanya setuju dan berkata, “Berarti lanjut lagi, nih?”

“Nggak ah, gue laper. Ada makanan nggak, Lix?” tanya Haris pada Felix. Ia kemudian menggelengkan kepalanya karena di rumahnya memang tidak ada makanan sama sekali. Kedua orangtuanya terlalu sibuk untuk sekadar memasak makanan di rumah sehingga anaknya sudah terbiasa untuk membeli makanan di luar atau memesan makanan melalui aplikasi ojek online.

“Makan di luar aja, yuk?” tawarnya kepada dua temannya yang sudah kelaparan. Haris dan Putra segera mengangguk mengiyakan. Mereka bertiga pun menyelesaikan kegiatan bermain game-nya dan bersiap untuk pergi ke luar mencari makanan.

Di sinilah mereka sekarang. Haris, Felix, dan Putra memutuskan untuk makan malam di salah satu mal di Jakarta. Ini merupakan usul dari Putra, ia mengatakan bahwa salah satu outlet yang ada di mal ini sedang mengadakan promo buy one get one. Hal itu tentu saja membuat Haris dan Felix tergiur dengan promonya. Meskipun mereka bertiga masih termasuk dari salah satu keluarga yang berkecukupan, tetapi yang namanya anak sekolah pasti tetap mengincar apa pun yang berbau dengan hal gratis.

Dan benar saja, ketika mereka bertiga sudah sampai di depan oulet tersebut telah banyak orang yang sedang mengantre dan mengincar promo yang diadakan di outlet tersebut. Putra bergegas mengantre di belakang orang terakhir dalam antrean. Ternyata para pembeli yang berada di luar sedang menunggu wishlist dari outlet tersebut. Ketika bangku di dalam ada yang kosong, maka orang yang berada di wishlist pertama akan segera masuk ke dalam. Felix kemudian menawarkan diri untuk mengantre wishlist agar kedua temannya bisa salat magrib karena azan magrib sudah berkumandang. Haris dan Putra pun menyetujui lalu mereka bergegas mencari musala yang ada di mal.

Waktu sudah lewat selama lima belas menit dan kini giliran Felix untuk masuk ke dalam karena sudah ada bangku yang kosong. Ia tidak langsung memesan makanan dan menunggu kedua temannya kembali dari salat. Beberapa menit kemudian terlihat Haris dan Putra sedang mencari keberadaan Felix, ia kemudian melambaikan tangannya ke arah Haris dan Putra. Mereka berdua segera mengahampiri Felix yang duduk di bangku pojok.

“Udah pesen makanan?” tanya Haris ketika baru sampai di depan Felix.

Felix menggelengkan kepalanya, “Belum, gue nungguin kalian balik.”

“Ya udah buruan pesen,” ucap Putra. Setelah menghabiskan waktu sekitar lima menit untuk memilih menu makan, Felix memanggil pelayan untuk menuliskan pesanan mereka bertiga.

“Udah bilang Hugo belum, Ris, kalau kita belum mulai ngelukis?” ujar Putra. Mereka bertiga juga harus memberitahu teman satu kelompoknya yang hari ini tidak ikut hadir bahwa mereka belum mengerjakan tugasnya sama sekali. Hal itu supaya besok Hugo tidak kaget ketika melihat kanvas putih itu belum tergores apa pun.

“Nih, otw.” Haris segera membuka ponselnya untuk memberikan pesan kepada Hugo.

Pelayan kemudian datang membawa empat piring dan empat gelas yang berisi makanan dan minuman ke meja mereka bertiga. Mereka mendapatkan empat piring dan empat gelas karena promo buy one get one, dengan satu sisanya akan dimakan bersama-sama. Haris lalu mengucapkan terima kasih kepada pelayan tersebut.

Tanpa aba-aba Putra langsung menyambar gelas yang ada di meja dan mengambil satu piring di depannya. Ia menyedot minuman yang ada di dalam gelas hanya sekali sedotan dan membuat satu isi gelasnya langsung habis.

“Ini minuman satunya lagi buat gue, ya. Hehehe,” Felix dan Haris hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Putra.

“Lo pada udah persiapan buat study tour belum?” tanya Haris.

“Emangnya study tour bawa apa aja, sih?” tanya Felix balik. Ia berpikir jika kegiatan study tour ini tidak ada spesial-spesialnya. Felix bahkan sudah pernah berlibur ke Bali selama dua kali di tahun ini.

“Ya bawa baju, bawa jajanan buat di perjalanan, bawa uang, yang paling penting sih bawa pacar,” jawab Putra.

Mungkin yang spesial dari study tour adalah bisa berduaan dengan sang kekasih lebih dekat apalagi di Bali mereka bisa mengambil foto dengan pemandangan yang indah. Akan tetapi, hal itu hanya berlaku bagi murid yang sudah memiliki pasangan. Hal tersebut tidak berlaku bagi murid yang masih jomlo. Mereka hanya bisa melihat teman-temannya berduaan bersama sang kekasih. Contohnya seperti Putra, ia hanya bisa melihat betapa mesranya ketika Haris berduaan dengan kekasihnya, Marsha.

“Makanya buruan cari cewek deh, Put. Gue kasihan lihat lo sendirian terus,” ucap Haris dan membuat Putra melirik sinis ke arahnya, “Tunggu aja, ya, besok. Waktu study tour gue udah gandeng cewek.”

Haris terkekeh mendengar jawaban Putra. Ia kemudian beralih ke arah Felix, “Kalau lo gimana, Lix? Sejauh ini udah ada yang menarik perhatian lo belum?” tanyanya pada Felix.

Felix hanya mengangkat bahunya, “Lihat aja besok.”

Tidak terasa mereka bertiga sudah menghabiskan waktu selama satu jam untuk makan. Perut Putra yang awalnya kecil kini sudah membesar sedikit karena ia telah memakan dua porsi makanan. Ya, lagi-lagi yang menghabiskan piring gratisan tersebut adalah Putra. Bukan karena Putra tamak, tetapi Haris dan Felix sudah kenyang duluan untuk menghabiskan piring gratisan mereka. Putra yang masih merasa lapar pun menawarkan diri untuk menghabiskannya. Saat ini Putra merasa begah dan sepertinya ia akan merasa mual jika berjalan.

“Habis ini mau ke mana?” tanya Putra.

“Balik lah, udah malem gini,” jawab Haris. Ia kemudian mengajak kedua temannya untuk pulang setelah membayar semua menu makan yang mereka pesan.

Saat ini mereka sedang berjalan menuju ke parkiran motor di mal. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, yang artinya mereka harus pulang ke rumah karena mereka masih mengenakan seragam, kecuali Felix yang sudah mengganti pakaiannya di rumah sebelum pergi. Ketika sedang berjalan sambil berbincang, mereka bertiga menangkap dua sosok perempuan yang tidak asing sedang mengobrol sambil meminum dua gelas es teh di tangannya. Mereka adalah Marsha dan Lia, yang saat ini juga sedang menatap ke arah Haris, Felix, dan Putra. 

“Kalian berdua ngapain di sini?” tanya Putra. Mereka bertiga pun segera mendekati Marsha dan Lia.

“Kalian berdua juga ngapain di sini? Katanya kamu lagi kerja kelompok kok malah main ke mal? Masih pakai seragam lagi,” ucap Marsha kepada mereka bertiga. Namun, ia lebih menekankan pertanyaannya kepada Haris.

“Udah kerja kelompok kok, Sha. Ini tadi si Putra ngajakin makan di luar,” ucap Haris menjawab pertanyaan kekasihnya itu dengan menggunakan Putra sebagai tameng. Marsha kemudian hanya menganggukkan kepalanya untuk membalas perkataan Haris.

“Nah, mending sekarang kamu pulang sama aku aja, Sha,” ajak Haris kepada kekasihnya. Putra yang awalnya membonceng Haris pun segera menolak, “Terus gue pulang sama siapa, Ris?”

“Kan ada Felix. Lix, lo anterin Putra balik, ya,” pinta Haris. Ia kemudian segera menggandeng tangan kekasihnya dan beranjak pergi dari sana, “Duluan, Guys.”

“Sialan, emang. Dasar bucin,” omel Lia yang sedari tadi hanya diam saja. Ia kemudian melirik ke arah Putra dan Felix, “Lo berdua pokoknya harus temenin gue pulang sampai ke rumah.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status