“Ckckck….lo ngapain, Za? Serius amat ngeliatin Adit.”
Reza tersentak. Buru-buru menoleh ke sumber suara. Roy tengah berdiri sambil membawa semangkok bakso dan es teh. Cowok yang kesohor playboynya itu tersenyum menyeringai.
“Eh, geser dong! Kursinya pada penuh nih.”
Reza tambah manyun. Well, sekarang dia bener-bener diapit dua Rajawali SMA PP. Si Intelek Adit dan the most wanted boy, Roy. Cowok tajir, sama-sama keren kayak Adit, Koordinator Keolahragaan OSIS sekaligus kapten basket SMA, tapi playboy dan rada bengal. Kenapa hidup gue jadi dikelilingi sama anak-anak OSIS gini sih! Kesell!
“Eh, Dit…gue denger lo kalah saing nih sama cewek lo?” Roy tertawa.
Adit yang memang sedang posisi senggol bacok langsung mendengus mendengar komentar Roy.
“Heh, siapa yang cewek gue?! Nggak usah ngadi-ngadi deh, Roy!!!” Muka Adit memerah. Bukan karena malu, tapi karena emosi.
Roy tertawa. “Attaya lah. Siapa lagi kalau bukan sekretaris lo itu.”
Adit mau komentar. Tapi ditahannya saat melihat dua bakso terakhir di mangkoknya. Dilumatnya penghuni terakhir mangkok itu tanpa ampun. “Liat aja ntar. Semester depan dia yang bakalan sujud-sujud ngakuin kalau gue lebih hebat ketimbang dia.”
Ah, satu nama yang selalu membuat Reza mengucap syukur diam-diam. ‘Alhamdulillah, ternyata sohib gue makhluk normal. Nggak punya gejala kalau dia itu belok.’ Namanya Attaya. Aya, begitu semua orang memanggilnya. Cewek yang peringkatnya selalu saja di atas Adit. Dan cara apa pun yang Adit kerahkan buat ngalahin cewek itu selalu gagal. Selalu saja Adit yang nomer dua atau tiga.
Sebenarnya, sudah dari kelas sepuluh, Adit dan Aya selalu digosipin pacaran diam-diam. Yang bersangkutan pun nggak pernah ngeh dari mana gosip itu berasal. Yah, gimana mereka nggak digosipin jalan bareng? Mereka selalu terlibat di berbagai hal yang sama. Mulai dari lomba, kepanitian, organisasi, mereka pasti selalu keliatan bareng. Pokoknya di situ ada Aya, pasti Adit juga ada. Dan terakhir, sejak Adit terpilih sebagai Ketua OSIS dan Aya sebagai Sekretaris OSIS, makin menjadi-jadilah gosip mereka berdua.
Risih! Itu perasaan Adit sejak gosip itu beredar. Tapi berhubung Aya terlihat kalem aja tiap dicengin, Adit jadi ikut-ikutan kalem. Biarlah! Biarlah anjing menggonggong, kafilah tetep jualan. Lho!
“Apa sih menariknya dia, Dit? Cantik aja kagak.” Roy komentar. “Kalau lo mau, gue punya banyak stok yang bisa gue kenalin ke lo. Mau?”
Adit mencibir. “Siapa tahu Reza mau. Dari tadi kayaknya dia takut banget kalau gue yang bakalan nyatain perasaan ke dia.”
Reza yang sudah anteng dari tadi langsung menyemburkan es teh yang diminumnya. “Kok gue sih?!!” pekiknya shock.
“Iyalah. Tatapan mesum sama ngeres kayak gitu cuma lo yang punya,” Adit meninggalkan dua kawannya itu.
“Ngomong-ngomong, Za…apa menariknya cewek itu?”
Roy menunjuk pada cewek berkulit pasir yang kebetulan lewat disamping meja mereka. Cewek dengan tinggi 160 cm, wajah tirus, tubuh kecil itu melewati mereka begitu saja tanpa sempat menyapa. Cewek yang jadi bahan pembicaraan mereka barusan. Aya.
Dahi Reza berkerut. Apa menariknya? Hello!!! Ini Aya lho…Attaya lho! Cewek yang popular dengan otak briliannya, menjadi top student berkali-kali, banyak fans gara-gara senyum supelnya, baik hati. Iya sih secara fisik memang dia masih kalah dibanding cewek-cewek Penabur Pelita lainnya yang glow up maksimal. Semaksimal mereka bertouch-up ria habis ishoma siang. Tapi Aya manis tanpa filter. Apa ya. Manisnya gula jawa lahh. Gimana cowok ini bisa tanya apa menariknya dia? Kalau saja gue punya muka, gue juga mau kalau Aya tertarik sama gue!!
“Dia kan ….”
“Nggak ada cantik-cantiknya cewek itu!”
Reza mesem. Udahlah! Capek ngomong sama Roy.
“Dit…”“Woi!!! Aditttt!!!”Adit menoleh. Dibalas tatapan Reza bingung. Layar di depannya sudah gelap. Lampu bioskop juga sudah menyala terang. Itu tandanya film sudah berakhir. Kok cepet banget sih? Perasaan aku nggak liat apa-apa tadi.“Lo mikirin apa sih?”Adit menggaruk kepalanya sambil melangkah keluar. Kayaknya sia-sia banget dia nonton film terbaru James Bond dua kali, tapi tetap aja nggak tahu jalan ceritanya sama sekali. Gara-gara melamun sih. Mata Adit terpaku pada cewek yang tengah bicara dengan Roy begitu dia sampai di galeri depan.Sumpah gue suka sama dia? Dia? Kok kayak gue nggak pernah ketemu cewek lain di muka bumi sih?!! Kata-kata itu terus berdenging di telingan Adit sampai mereka tiba di parkiran.“Dah, makasih ya udah dateng,” Aya tersenyum melambaikan ke semua teman-temannya. Termasuk ke Roy. Karena seperti yang sudah-sudah, dia nggak suka Roy menga
Malam sebelumnya.... “Kamu beneran suka?”Adit cengoh. “Ma, itu tadi kan cuma omongan anak kecil. Kenapa Mama musti percaya sih?” Adit memutar kursinya. Mulai kesal kalau Mama sudah mengutak-atik wilayah privasinya. Apalagi ini sudah larut dan Adit sudah ngantuk.“Maaf, deh kalau Mama nyela malam-malam gini. Mama kan cuma tanya?”“Nggak, Ma. I don’t like her anymore!”“Perasaan suka itu sederhana kok, Dit. Kamu betah sama dia itu suka. Kamu khawatir sama dia itu suka. Kamu kepikiran dia terus itu suka. Sederhana kan?"Cuma suara kipas angin yang terdengar di kamar Adit. Cowok itu tengah mencerna kata-kata Riani di batok kepalanya.“Mama nggak akan nyalahin kamu kalau suka sama Aya, kok. Kamu kan udah gede, Dit. Masa bedain suka apa nggak aja nggak bisa.”“Mama nggak marah?”“Kenapa marah?” 
“At…ta… ya?"Adit menoleh ke sebuah suara yang mendadak muncul di sebelahnya. Entah dari mana tuyul kecil itu muncul, yang jelas Adit nyaris terjengkang dari kursi saking kagetnya. Yoga mengernyit sambil memandangi wajah kakaknya. Anak dua belas tahun itu langsung pasang tampang penuh tanya.Kenapa nggak ketok pintu sihhh???!!“Ini Mbak Aya kan, Mas?” selorohnya ceria. Entah kenapa wajah bocah itu mendadak berubah sumringah.Buru-buru Adit menutup display laptopnya. Dia sedang membuka folder hasil hobi jepretannya dan malah gambar cewek itu yang nongol. Gue gila! Positif gila!! Apa coba yang gue tulis barusan tadi. Adit menelan ludah panik begitu Yoga malah tertawa-tawa nggak jelas. Padahal dia tadi mau menjajal aplikasi programming baru. Dan entah kenapa malah buka-buka folder lain dan berakhir ketahuan sama Yoga. Damn it!!
“Eh, gimana kalau kita weekend kita nonton?”Ajakan Aya ini sebenarnya biasa saja. Tapi entah kenapa membuat Adit mendadak mendapat tekanan batih. Hah?! Nonton?! Gila nih cewek?!! Ngapain ngajak gue?! Adit sudah berpikiran yang tidak-tidak. Ditatapnya cewek dengan bola mata bersinar di depannya. Dia beneran…. “Cie, Adit doang yang diajak?” Aya tertawa. “Nggak lah. Ini aku ngajak kalian berdua. Ada pameran film. Dan aku dapet 6 tiket gratis gara-gara undian. Aku mau ngajak kalian berdua, Icha, Ocha, sama Roy. Gimana? Spectre, lho. Kamu suka kan sama filmnya James Bond?” Aya menatap Adit. Dia sepertinya nggak sadar kalau Adit sedang menggeser kursinya. Menjauhi Aya yang mendadak mengambil kursi tengah lalu duduk disebelahnya. Itu sih
Kalau Adit mulai terang-terangan menghindari Aya, Aya sendiri sibuk memikirkan banyak hal sampai nggak nyadar kalau Adit sedang menghindarinya. Otaknya rasanya semrawut dengan hidupnya. Mulai dari bebannya sebagai anak kelas 3 SMA, persiapan masuk universitas, beasiswa apa yang harus ia cari untuk bisa memenuhi kebutuhannya selama kuliah, hubungannya dengan Roy, kata-kata Adit saat di stasiun yang ternyata menghantui Aya, sampai urusan keluarganya. Kepala Aya sengaja diletakkan di meja. Diatas tumpukan buku yang niatnya emang dijadikan bantal buat Aya. Perpustakaan sedang lengang hari ini. Dan Aya sengaja menyendiri di sana untuk menenangkan pikirannya. Apa aku berhenti kerja di bar saja ya? Nggak tenang juga sih kerja di sana. Tapi kan aku kan butuh duit buat Ibu sama Adel, ya utamanya aku sendiri sih. Apa aku juga minta putus aja ya dari Roy. Lama-lama bersalah juga sama dia. Tapi gimanaaa? Kenapa sih dia nggak mutusin aku aja sih?!!!
Sejak kemarin, Adit jadi sering menghilang ke masjid atau perpustakaan tiap istirahat. Sendirian. Dia bahkan balik lagi seperti dulu saat dia marah ke Aya. Datang setiap mepet bel masuk dan langsung melesat pulang begitu bel pulang. Udah merasa bebas banget sejak kepengursan lepas dari dia. Dia juga makin serius baca buku. Dia bahkan menolak saat diajak main futsal bareng. Alasannya sih nggak masuk akal banget. “Gue mau belajar!” What the hell?!! Sumpah, konyol banget!! Sejak kapan Adit belajar. Otak manusia itu kan kayak windows 10 yang nyimpen semua hal yang dia lihat, processor RAM 8GB, dengan memori 5 tera. Jadi mustahil banget Adit bilang kalau dia mau belajar. “Lo kenapa lagi sih?” Reza menyambangi perpustakan begitu melihat cowok itu tengah bergumul dengan buku…koreksi…komik ding. “Hah? Gue kenapa? Nggak kenapa-napa kok.” Padahal kemarin Reza sudah melihat Aya dan Adit baik-baik aja. Mereka udah