Share

6. Senin

Author: amie
last update Last Updated: 2024-12-09 11:24:07

Senin. Adit paling nggak ngeh sama hari itu. Bukannya dia menyalahkan makhluk jenius  yang ngasih nama hari Senin setelah Minggu dan sebelum Selasa. Sama sekali nggak. Juga bukan karena Senin adalah hari upacara se-Indonesia yang membuatnya wajib fardhu ain ikut upacara. Nggak bisa bolos seperti yang kebanyakan dilakukan teman-temannya. Iyalah! Dia kan selalu jadi pemimpin upacara. Langsung dicari via speaker sama Kepala sekolah kalau batang hidungnya nggak nongol.

 Hari senin adalah hari di mana mood Adit bisa langsung berantakan kalau sampai rumah. Nggak peduli kalau di rumah tuh ada omelet bikinan Mama. Nggak peduli kalau dirumah tuh udah ada bejibun oleh-oleh Papa setelah dua minggu  dinas di Jakarta. Atau nggak peduli kalau di rumah sudah ada moge gress yang mejeng di garasi. Ehem…kayaknya yang terakhir nggak bakal terjadi deh.

Adit meniup poni tamparnyanya setelah melepas helm. Dilirik matic biru yang terpakir manis disamping motornya. Agh…harusnya tadi  dia terima aja ajakan si Rian dan Deni buat main futsal ketimbang ngeliat makhluk satu itu nangkring di rumahnya. Tapi hari ini dia capek banget, sumpah! Udah MOSnya molor, endingnya panitia ikut molor pulangnya.

“Oh,  kamu udah pulang ya?” Riani, ibunya Adit, langsung menyambut sulungnya dengan senyum wah begitu Adit melangkah masuk. Wanita dengan jilbab abu-abu itu terkekeh melihat tampang sinis Adit. Yah, taulah dia alasannya apa.  

Mata Adit melirik pojokan ruang tengah tempat dimana Yoga belajar. Dan seperti yang dia duga, anak itu tengah asyik-asyiknya bertanya kayak bom Molotov sama guru privatnya. Guru privat? Adit nyinyir.

“Mbak , kenapa bulan itu bentuknya nggak segi lima?” Yoga menatap cewek yang duduk di depannya penasaran.  “Kan keren tho?”

Cewek yang jadi guru privat mereka itu tersenyum menatap Yoga sebelum akhirnya menjawab. “Supaya dia bisa berputar mengelilingi bumi, Ga.”

“Ah…kayaknya aku lebih seneng kalau Aya yang jadi kakak mereka ketimbang kamu deh, Dit,” Riani menyikut rusuk Adit yang udah pasang cemberut.  Ya Allah…nih ibu tega banget sama anaknya.

Adit melengos. Ditatapnya lagi Aya yang masih asyik mengajari Yoga sambil sesekali tertawa. Bahkan pada si bungsu Wisnu, Aya masih bisa tersenyum hangat. Herannya lagi, anak empat tahun itu bisa duduk tenang di samping Aya tanpa niat mengganggu. Bungsu yang merupakan anak istimewa itu, adalah salah satu hal yang nggak bisa Adit ungkapkan di hidupnya. Entah kenapa, sampai usianya 18 tahun ini, dia  nggak bisa nerima kenyataan kalau Wisnu lain dari dirinya dan Yoga. 

Wisnu mengalami down syndrome[1] sejak lahir. Entah penyakit dari mana, yang jelas Adit malu kalau disuruh mengakui kalau Wisnu itu adiknya. Karena alasan itu juga Adit nggak pernah ngijinin teman-temannya main ke rumahnya, selain Reza. Iyalah, orang rumah Reza cuma dibelakang rumahnya doang. Dan ketika Aya mengetahui tentang Wisnu gara-gara jadi guru privat Yoga, Adit sempet emosi. Tapi untungnya Aya nggak pernanh berkomentar apa pun soal Wisnu di depan Adit. Sama sekali.  

Huff… Ya Gusti…apa dosaku sampai membuatku harus melihatnya  di mana-mana. Nggak di sekolah, di ruang OSIS, di rumah pula.

Awalnya, Riani nggak pernah punya pikiran buat nyariin Yoga guru privat. Dia nggak mau membuat anaknya tertekan gara-gara belajar di mana-mana.  Udah sekolah SD  aja full day, masih juga dikasih les privat. Tapi begitu Wisnu mulai tidak bisa dikendalikan, mau tidak mau Riani harus mencurahkan sebagian besar waktunya untuk si bungsu. Sebenarnya Riani punya pikiran untuk menyuruh sulungnya menjadi guru les privat Yoga.  Yah, gimanapun Adit kan udah punya otak top cer. Jadi masalah ajar-mengajar si tengah, diserahkan sama Adit. Terutama kalau Wisnu sedang rewel. Tapi dasar emang Adit nggak punya bakat jadi guru, yang ada malah Yoga nanngis terus kalau kakaknya yang ngajarin.

Sampai akhirnya, nggak tau juga asal muasalnya Riani mengenalkan Aya sebagai guru privat. Iya…si Aya! Si cewek berkulit pasir dengan hidung bangir yang…Agh!!! Sumpeh deh! Adit langsung kena stroke dadakan waktu liat cewek itu di rumahnya. Ya Tuhan…apa dosaku?!

“Oh…Mama kenalan waktu ambil rapot kamu di sekolahpas kelas satu,” terang Riani waktu Adit tanya kenapa dia bisa kenal Aya. “Dan karena kayaknya adikmu suka sama dia, ya, Mama jadi punya ide buat jadiin dia guru privat. Toh, Aya mau kan.” Riani tertawa kecil.

“Tapi, Ma… kenapa harus dia?” Adit protes nggak terima.

“Lho, emang kenapa? Kamu sewot gara-gara dia rival yang selalu kamu certain ke Mama dengan tampang kayak orang mau diamputasi gitu?” Riani tertawa lagi melihat tampang uring-uringan Adit.

Hufff…tapi sekeras-kerasnya usaha Adit buat ngajuin protes, ujung-ujung gagal juga. Mama udah kadung suka sama Aya. Yoga juga udah terlanjur asyik diajarin sama guru privat mereka yang lumayan manis. What?! Manis?! Bilang apa aku tadi? Ghostt…aku pasti mulai nggak waras.

“Eh, kamu mau ke mana, Dit?” teriakan Riani menahan Adit yang sudah melangkah di tangga.

“Tidur.”

“Kamu nggak nemenin Aya ngajarin adik-adikmu?”

What?! Demi apa aku musti nglakuin itu?!

“Itu bakal aku lakuin kalau aku kena stroke sampai aku nggak bisa jalan dan naik tangga ke kamarku sendiri,” sungutnya sewot.

Adit masih bisa mendengar suara cekikikan Riani saat dia munutup pintu kamarnya. Agh…terserahlah!!!

Senin. Di mana mood Adit ancur total gara-gara ngeliat cewek yang jadi rival abadinya itu di rumahnya. Rasanya pingin… Adit menaikkan alisnya. Rasanya pingin…nonjokin bantal sampai ambruladul deh.

[1] Merupakan kelainan genetik pada kromosom 21. Kelainan ini menyebabkan adanya keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental. Ciri fisik yang menonjol seperti kepala yang kecil, bagian wajahnya biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut kecil, mata sipit atau juling.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Take a Chance with Me!   49. Jungkir Balik (6)

    “Dit…”“Woi!!! Aditttt!!!”Adit menoleh. Dibalas tatapan Reza bingung. Layar di depannya sudah gelap. Lampu bioskop juga sudah menyala terang. Itu tandanya film sudah berakhir. Kok cepet banget sih? Perasaan aku nggak liat apa-apa tadi.“Lo mikirin apa sih?”Adit menggaruk kepalanya sambil melangkah keluar. Kayaknya sia-sia banget dia nonton film terbaru James Bond dua kali, tapi tetap aja nggak tahu jalan ceritanya sama sekali. Gara-gara melamun sih. Mata Adit terpaku pada cewek yang tengah bicara dengan Roy begitu dia sampai di galeri depan.Sumpah gue suka sama dia? Dia? Kok kayak gue nggak pernah ketemu cewek lain di muka bumi sih?!! Kata-kata itu terus berdenging di telingan Adit sampai mereka tiba di parkiran.“Dah, makasih ya udah dateng,” Aya tersenyum melambaikan ke semua teman-temannya. Termasuk ke Roy. Karena seperti yang sudah-sudah, dia nggak suka Roy menga

  • Take a Chance with Me!   48. Jungkir Balik (5)

    Malam sebelumnya.... “Kamu beneran suka?”Adit cengoh. “Ma, itu tadi kan cuma omongan anak kecil. Kenapa Mama musti percaya sih?” Adit memutar kursinya. Mulai kesal kalau Mama sudah mengutak-atik wilayah privasinya. Apalagi ini sudah larut dan Adit sudah ngantuk.“Maaf, deh kalau Mama nyela malam-malam gini. Mama kan cuma tanya?”“Nggak, Ma. I don’t like her anymore!”“Perasaan suka itu sederhana kok, Dit. Kamu betah sama dia itu suka. Kamu khawatir sama dia itu suka. Kamu kepikiran dia terus itu suka. Sederhana kan?"Cuma suara kipas angin yang terdengar di kamar Adit. Cowok itu tengah mencerna kata-kata Riani di batok kepalanya.“Mama nggak akan nyalahin kamu kalau suka sama Aya, kok. Kamu kan udah gede, Dit. Masa bedain suka apa nggak aja nggak bisa.”“Mama nggak marah?”“Kenapa marah?” 

  • Take a Chance with Me!   47. Jungkir Balik (4)

    “At…ta… ya?"Adit menoleh ke sebuah suara yang mendadak muncul di sebelahnya. Entah dari mana tuyul kecil itu muncul, yang jelas Adit nyaris terjengkang dari kursi saking kagetnya. Yoga mengernyit sambil memandangi wajah kakaknya. Anak dua belas tahun itu langsung pasang tampang penuh tanya.Kenapa nggak ketok pintu sihhh???!!“Ini Mbak Aya kan, Mas?” selorohnya ceria. Entah kenapa wajah bocah itu mendadak berubah sumringah.Buru-buru Adit menutup display laptopnya. Dia sedang membuka folder hasil hobi jepretannya dan malah gambar cewek itu yang nongol. Gue gila! Positif gila!! Apa coba yang gue tulis barusan tadi. Adit menelan ludah panik begitu Yoga malah tertawa-tawa nggak jelas. Padahal dia tadi mau menjajal aplikasi programming baru. Dan entah kenapa malah buka-buka folder lain dan berakhir ketahuan sama Yoga. Damn it!!

  • Take a Chance with Me!   46. Jungkir Balik (3)

    “Eh, gimana kalau kita weekend kita nonton?”Ajakan Aya ini sebenarnya biasa saja. Tapi entah kenapa membuat Adit mendadak mendapat tekanan batih. Hah?! Nonton?! Gila nih cewek?!! Ngapain ngajak gue?! Adit sudah berpikiran yang tidak-tidak. Ditatapnya cewek dengan bola mata bersinar di depannya. Dia beneran…. “Cie, Adit doang yang diajak?” Aya tertawa. “Nggak lah. Ini aku ngajak kalian berdua. Ada pameran film. Dan aku dapet 6 tiket gratis gara-gara undian. Aku mau ngajak kalian berdua, Icha, Ocha, sama Roy. Gimana? Spectre, lho. Kamu suka kan sama filmnya James Bond?” Aya menatap Adit. Dia sepertinya nggak sadar kalau Adit sedang menggeser kursinya. Menjauhi Aya yang mendadak mengambil kursi tengah lalu duduk disebelahnya. Itu sih

  • Take a Chance with Me!   45. Jungkir Balik (2)

    Kalau Adit mulai terang-terangan menghindari Aya, Aya sendiri sibuk memikirkan banyak hal sampai nggak nyadar kalau Adit sedang menghindarinya. Otaknya rasanya semrawut dengan hidupnya. Mulai dari bebannya sebagai anak kelas 3 SMA, persiapan masuk universitas, beasiswa apa yang harus ia cari untuk bisa memenuhi kebutuhannya selama kuliah, hubungannya dengan Roy, kata-kata Adit saat di stasiun yang ternyata menghantui Aya, sampai urusan keluarganya. Kepala Aya sengaja diletakkan di meja. Diatas tumpukan buku yang niatnya emang dijadikan bantal buat Aya. Perpustakaan sedang lengang hari ini. Dan Aya sengaja menyendiri di sana untuk menenangkan pikirannya. Apa aku berhenti kerja di bar saja ya? Nggak tenang juga sih kerja di sana. Tapi kan aku kan butuh duit buat Ibu sama Adel, ya utamanya aku sendiri sih. Apa aku juga minta putus aja ya dari Roy. Lama-lama bersalah juga sama dia. Tapi gimanaaa? Kenapa sih dia nggak mutusin aku aja sih?!!!

  • Take a Chance with Me!   44. Jungkir Balik (1)

    Sejak kemarin, Adit jadi sering menghilang ke masjid atau perpustakaan tiap istirahat. Sendirian. Dia bahkan balik lagi seperti dulu saat dia marah ke Aya. Datang setiap mepet bel masuk dan langsung melesat pulang begitu bel pulang. Udah merasa bebas banget sejak kepengursan lepas dari dia. Dia juga makin serius baca buku. Dia bahkan menolak saat diajak main futsal bareng. Alasannya sih nggak masuk akal banget. “Gue mau belajar!” What the hell?!! Sumpah, konyol banget!! Sejak kapan Adit belajar. Otak manusia itu kan kayak windows 10 yang nyimpen semua hal yang dia lihat, processor RAM 8GB, dengan memori 5 tera. Jadi mustahil banget Adit bilang kalau dia mau belajar. “Lo kenapa lagi sih?” Reza menyambangi perpustakan begitu melihat cowok itu tengah bergumul dengan buku…koreksi…komik ding. “Hah? Gue kenapa? Nggak kenapa-napa kok.” Padahal kemarin Reza sudah melihat Aya dan Adit baik-baik aja. Mereka udah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status