Share

Bayar Utang Suamimu!

Usai pertengkaran hebat itu Mas Raka belum pernah sekalipun pulang. Dan hari ini tepat satu minggu suamiku tidak kembali.

Sekali lagi aku tegaskan aku tidak peduli, aku sudah tidak peduli lagi. Silakan dia berbuat sesuka hatinya asalkan jangan sekalipun merugikan hidupku lagi.

Saat aku sedang memulai menulis tiba-tiba suara gedoran pintu yang teramat keras membuatku menghentikan sejenak dari aktivitas menulisku. Aku sedikit mengerutkan kening mencoba untuk menerka siapa sosok orang yang menggedor pintu depan begitu keras.

Dalam benakku mengira jika itu adalah suamiku—Mas Raka. Dia memang suka punya hobi seperti itu—membuat keributan.

Aku menghela napas, lalu aku pun beranjak dan berjalan menuju pintu depan. Baru saja gagang pintu itu aku buka, dengan sangat tidak sabarannya langsung mendorong pintu hingga aku terjatuh di atas lantai.

“Mana Raka!”

Suara seseorang yang tidak aku kenali tiba -tiba menanyakan keberadaan suamiku. Jangankan mereka, aku yang memang istrinya saja tidak tahu di mana keberadaan Mas Raka.

Aku berusaha berdiri, meskipun bokong ku terasa sakit akibat terjatuh tadi. Aku menatap orang itu, seorang yang bertubuh kekar dengan tato bergambar naga di lengan kanannya. Lalu aku semakin memperhatikan lagi yang ternyata begitu banyak tindik di cuping telinga pria itu.

“Mana Raka!”

Sekali lagi orang bertato itu menanyakan keberadaan suamiku.

“Dia tidak ada! Percuma kalian cari suamiku di sini,” jawabku dengan nada sedikit menantang.

Sepertinya langkahku salah, sebab aku malah membuat dia marah. Tatapan matanya serasa menghujam. Bahkan aku merasa kesulitan untuk menelan salivaku sendiri.

Tangan kekar dan bertato itu tiba-tiba memegang rahangku. Mencengkeram dengan sangat kuatnya, wajahku sampai terdongak.

“Di mana Raka! Jangan coba-coba kamu menyembunyikan pria itu atau... kau tanggung akibatnya.”

Tanganku berusaha untuk melepaskan cengkeraman di rahangku ini. Sunggu dia begitu mencengkeram dengan sangat kuat membuat aku kesulitan untuk bicara.

“Aku tidak tahu! Jangan tanyakan dia padaku,” ujarku seraya menahan rasa sakit.

Dengan sekali sentakan pria bertato itu melepaskan cengkeramannya tubuhku sampai terhuyung saking kerasnya.

Aku memegangi rahangku yang terasa begitu sakit. Seraya pikiranku berputar sebenarnya pria bertato itu memiliki niat apa menemui mas Raka.

“Untuk apa aku menyembunyiakna dia? Dia memang tidak di rumah, aku saja tidak tahu keberadaan suamiku,” terangku mencoba untuk menjelaskan.

“Kalu begitu kamu yang harus tanggung jawab!”

Hah! Tanggung jawab apa yang dia maksud?

“Maksud kamu apa? Ini urusan kamu dengan suami aku, kenapa aku dibawa-bawa?”

“Kamukan istrinya! Berarti kamu yang harus bertanggung jawab untuk membayar utang suamimu.”

Aku bergeming dengan bola mata yang membulat dengan sempurna. Utang? Satu kata yang tiba-tiba saja membuat aku syok berat. Karena diam-diam Suamiku memiliki utang. Aku heran padahal setiap minggunya aku selalu memberi dia jatah uang. Rokok, makan bahkan sampai kuota pun sudah aku penuhi. Lalu kenapa dia harus berutang kembali.

“Utang apa? Mana mungkin suamiku memiliki utang,” aku berucap dengan nada tidak percaya.

“Tapi kenyataannya seperti itu. Jika suami kamu memiliki utang pada majikanku sebesar sepuluh juta.”

“A-apaa? Se-sepuluh juta?”

Ya Allah.. aku kaget! Uang dari mana sebesar itu? Sedangkan penghasilan jadi dropshiper dan nulis tidaklah sebesar itu? Tega! Mas Raka memang tega. Pantas saja beberapa hari ini dia menghilang. Jadi, ini di balik menghilang dirinya? Ingin melimpahkan semua utang-utangnya padaku.

“Aku tidak akan membayar utangnya. Karena aku sama sekali tidak punya sangkut pautnya dengan utang suamiku. Dia yang berhutang jadi dia pula yang melunasi, bukan aku,” aku berucap dengan tegas. Aku tidak peduli jika pria bertato itu marah. Aku sama sekali tidak ingin ikut campur urusan mas Raka.

Wajah pria bertato itu sungguh terlihat mengeras, dia sudah mulai tersulut emosi. Tapi, aku tidak akan goyah. Untuk apa aku harus membayar utang suamiku jika dirinya saja tidak pernah menghargai aku sebagai istrinya serta tidak pernah menyayangi Najma anakku.

“Kamu berani!” Marah pria itu.

Aku tidak takut, sebab aku sudah terbiasa kena marah suamiku. Bahkan bukan hanya sekadar kena marah melainkan kena pukul pun aku sudah terbiasa.

“Aku berani, karena di sini aku merasa tidak bersalah. Jika Anda ingin marah dan menagih utang, minta sama suamiku jangan sama aku. Karena mau Anda marah atau apa pun itu. Aku tidak peduli karena aku tidak punya urusan apa pun sama Anda.”

Setelah berkata seperti itu aku langsung menutup pintu. Jantungku berdebar-debar tidak karuan. Sungguh sebenarnya aku hanya berpura-pura terlihat berani. Padahal sedari tadi aku menahan rasa takut, aku takut pria bertato itu malah akan berbuat yang macam-macam. Kemungkinan mengancam keselamatanku.

Belum juga rasa degupan jantung mereda, pria bertato itu justru terus menggedor -ngedor pintu. Seketika perasaan takut kembali hadir. Aku langsung mengunci pintu dan langsung lari ke kamar menyusul anakku Najma yang sedang tidur.

Dalam hati aku lantunkan doa – doa meminta keselamatan dari kejahatan setan yang menyerupai manusia. Bukannya tenang, aku justru semakin dibuat ketakutan saat suara pria bertato itu semakin keras, menggedor pintu membabi buta.

Namun tiba-tiba saja suara gedoran dan teriakan pria bertato itu musnah berganti dengan suara banyak orang. Ya, telingaku tidak salah lagi jika di luar sana sepertinya banyak orang.

Akhirnya aku beranikan untuk mengintip dari balik jendela. Benar saja di sana sudah berkumpul para warga. Aku yakin mereka datang karena merasa terganggu oleh kebisingan pria bertato itu.

Aku tidak hentinya bersyukur, sebab Allah SWT masih memberi aku perlindungan yang datang dari para warga. Sungguh Allah SWT selalu menolong hamba-Nya dalam kesulitan.

Aku lihat pria bertato itu pergi karena di usir paksa. Bahkan yang membuat aku bersyukur para warga mengancam pria bertato itu agar tidak datang kembali ke sini. Suatu pertolongan Allah SWT yang tidak terduga.

Aku menarik napas lega, setidaknya dengan mendapatkan ancaman seperti itu tidak akan membuat pria bertato mengganguku. Keamananku bisa terjaga. Baru saja aku berniat untuk membuka pintu dan mengucapkan terima kasih, tiba-tiba pintu terdengar digedor dari luar.

Aku secepatnya membuka pintu. Sungguh ini serasa jadi plot twist, aku kira mereka ikhlas menolongku ternyata... diluar dugaan ku.

“Hai! Kamu gak pernah jera, ya! Kamu sama suami kamu sama saja benalu kampung sini. Gak suami gak istri selalu saja bikin resah warga. Jangan kira kami tidak tahu, ya, pria tadi preman kan? Mau nagih utang kamu?”

Orang itu yang aku ketahui bernama Mira mulutnya begitu sangat tajam. Ketajamannya melebihi tajamnya silet ataupun pisau, ini terlalu tajam hingga hatiku luka namun tidak berdarah.

“Kalau iya kenapa?” tanyaku. Aku tidak ingin terlihat lemah di mata mereka. Aku buang semua keinginan untuk berlemah lembut kepada mereka.

“Tidak kenapa-kenapa. Hanya saja kedatangan mereka sangat meresahkan saja, apalagi saat mereka berteriak-teriak. Menggangu ketenangan kami,” kicau salah seorang warga dan aku tahu dia adalah satu dari sekian banyak yang tidak menyukai keluargaku.

Aku paham dan aku akui. Kedatangan para preman ke rumah bukan sekali dua kali tapi sering, dengan maksud dan tujuan berbeda. Tentunya menggangu mereka terlebih saat Mas Raka malah berkelahi.

Lantas apa lagi yang harus aku lakukan? Jika boleh jujur aku pun tidak ingin berada dalam posisi seperti ini. Sungguh, aku tidak mau.

Malam semakin larut. Kejadian tadi sangat menggangu pikiranku. Aku tidak bisa tidur. Berusaha untuk memejamkan mata tapi tetap saja hasilnya sama. Lalu aku mencoba tidur seraya memeluk Najma, hasilnya pun tetap sama. Tidak bisa tidur.

Hingga tiba-tiba terdengar suara gedoran pintu dengan begitu tidak sabaran. Aku melirik jam dan jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Aku pun menyingkap selimut hendak mengintip siapa di balik kegaduhan ini.

Baru saja aku membuka pintu kamar secara bersamaan pula terdengar pintu terbuka dengan lebar dan meneriaki namaku.

Brak!!

“Ayu! Ayunindya!”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status