Keesokan paginya, Aisyah sudah siap dengan baju dinas coklatnya. Wanita itu duduk di atas ranjang dengan pandangan fokus pada benda persegi canggih yang menampilkan aplikasi pesan. Ia sedang mengetik pesan untuk Anton. [Assalamu'alaikum, Andaru sudah mentransfer uang ke rekeningmu. Untuk soal Meysa, maaf aku tidak bisa membantu. Andaru kekeh pada pendiriannya dengan alasan untuk memberi efek jera pada Meysa agar tidak lagi mengulangi kesalahannya kembali di kemudian hari. Andaru sudah memaafkan kejadian dua tahun lalu tapi tidak kali ini. Aku harap kamu bisa mengerti.] Tulisnya sembari menunggu Andaru mandi. Setelah mengirim pesan segera diletakkannya benda pipih itu lalu berganti menyiapkan kemeja dan jas juga dasi untuk suaminya. Ceklek, pintu kamar terbuka. Andaru masuk kamar dengan memakai kaos putih lengan pendek dan celana pendek hitam. Tangan kekarnya menggosok rambutnya yang basah dengan sehelai handuk putih. Aisyah menoleh, "Duduk sini biar aku bantu keringkan rambut kamu
Sejak pukul lima pagi rumah orang tua Aisyah sudah dipenuhi kesibukan keempat penghuninya. Masing-masing orang sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Setelah sholat subuh Salma segera memasak beberapa hidangan yang hendak di bawanya ke rumah baru anak dan menantunya. Rendang, garang asem, botok ati ampela dan capjay. Meski semua urusan catering sudah ada IO yang menghandle tapi Salma ingin membuatkan makan kesukaan anak dan menantunya khusus untuk mereka makan sendiri. Melihat itu Aisyah tak mau brdiam diri. Setelah menyiapkan barang-barang yang hendak dibawa Aisyah segera membantu ibunya di dapur. Tak jauh dari dapur, Zeyn dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih mengantuk sedang sibuk memasukkan sembako ke dalam kardus-kardus untuk di bawa ke rumah sang kakak. Setelah Aisyah memberi tahu jika akan pindah rumah, Salma langsung mengajak suaminya untuk pergi ke pasar. Pulang-pulang Salma dan Jafar membawa beberapa kantong plastik berisi sembako dan dua karung beras yang d
"Dari mana saja kamu, Aisyah?" Suara berat langsung menyambutku begitu aku sampai di ruang tengah rumah mertuaku. "Apa sekolah dasar pulang jam 3 sore?" sambung mas Arka beranjak dari duduknya. Sebelum aku menjawab, aku menoleh dulu pada kedua mertuaku yang duduk di sofa--tak jauh dari Mas Arka. "Aku disuruh Mama ambil kue di toko roti langganan Mama, Mas." Segera kutaruh sekotak kue yang sejak tadi aku bawa untuk memperlihatkan buktinya."Tapi, kata orang toko roti, kamu sudah mengambilnya dari jam satu tadi," sahut mama mertuaku yang langsung membuatku menatapnya bingung. Belum lagi dia kembali berkata dengan nada menuduh, " Terus, kenapa kamu baru sampai rumah jam 3 sore?" "Jam satu aku masih mengikuti seminar, Ma," jawabku jujur. "Seminar? Seminar ini maksud kamu?" Mas Arka lalu melepar beberapa foto yang langsung berhamburan di lantai. "Seminar dengan laki-laki lain di hotel maksud kamu?" sambungnya sambil menatapku jijik. Aku terkejut. Apa maksudnya? Aku segera merunduk da
Setelah sekitar 2 jam perjalanan kami sampai di pelataran rumah orang tuaku. Mas Arka langsung bergegas keluar dan mengambil koperku di bagasi. Tanpa menungguku ia lantas memasuki rumah dengan mengucapkan salam. Nampak ibu tergopoh-gopoh dari dalam ruang tengah berjalan cepat untuk menyambut kami. "Kok tidak memberitahu dulu kalau mau datang?" tanyanya sambil menyalami Mas Arka. "Biar Ibu bisa buatkan makan kesukaan kamu Nak," sambungnya sambil merangkul lenganku. Aku hanya bisa tersenyum paksa melihat respon ibu yang terlihat bahagia dengan kedatangan kami. "Saya datang kesini karena ada hal penting yang saya ingin sampaikan Bu, apakah Ayah ada di rumah?" ujar Mas Arka tanpa basa basi. "Oh iya iya, Ibu panggilkan sebentar ya! Kalian duduklah dulu,"ucap ibu sambil melirik pada koper yang ada di samping Mas Arka berdiri. Tak lama ibu kembali bersama Ayah dan Zeyn adik laki-lakiku berjalan mengikuti di belakang mereka. Sepertinya ibu sudah menyadari jika telah terjadi sesuatu antar
Selama dua hari aku izin cuti mengajar. Aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri terlebih dulu untuk bisa kembali menjalankan kewajibanku sebagai seorang pendidik. Di hari ketiga aku sudah lebih tenang dan siap untuk kembali beraktivitas kembali seperti dulu. Meski tidak bisa di pungkiri masih ada rasa sakit hati dan rasa tidak terima yang masih mengganjal di hati dan pikiranku. Aku hanyalah manusia biasa yang kadang sulit untuk memaafkan orang-orang yang dengan sengaja menyakitiku. Namun demi ayah dan ibu aku akan berusaha untuk menunjukkan bahwa aku ikhlas menerima semua kejadian ini. Setelah selesai sarapan aku pamit untuk berangkat mengajar. Aku akan diantar oleh Zeyn dengan menggunakan motornya sama seperti dulu sebelum aku menikah. Jika selama enam bulan kemarin aku selalu diantar jemput sopir. Tapi kini semua sudah kembali seperti semula. Ya aku rasa, mungkin aku memang tidak memiliki bakat untuk jadi orang kaya. "Bu, berangkat dulu." Kuambil tangan kanan ibu untuk aku c
Setelah kejadian dengan Bu Tini kemarin aku mulai menjaga jarak dengan tetangga di sekitar rumahku. Aku tidak lagi keluar rumah kecuali jika untuk mengajar. Sepulang mengajar aku memilih naik ojek online agar langsung turun di depan rumah dan tidak perlu berjalan dari gang depan, untuk meminimalisir interaksi dengan orang-orang di daerah rumahku. Aku sebenarnya tidak keberatan jika mereka hanya menggosipkan aku tapi mereka bukan hanya menggosipkan aku bahkan kedua orang tuaku juga jadi bahan ghibahan mereka. Lama-kelamaan gosip semakin tidak terkendali. Bahkan ada yang tidak sungkan langsung mencibir di depan kami. Entah siapa yang menyebarkan video itu hingga akhirnya sampai ke beberapa orang di sekitar rumahku. Cibiran dan tatapan jijik sering aku dapatkan setiap kali aku pulang mengajar. Ya Alloh beratnya ujian-Mu mampukah aku menjalaninya?Seperti saat ini saat aku turun dari ojek online yang aku pesan, di pos tidak jauh dari rumah sudah berkumpul ibu-ibu untuk mengghibah dengan
Hari ini adalah jadwal sidang perceraianku dan Mas Arka. Aku akan pergi ke pengadilan setelah aku ke sekolah dulu untuk meminta izin keluar pada pukul 10. Hari ini adalah ikrar perceraian kami. Uang memang sangat luar biasa belum genap satu bulan tapi perceraianku dan Mas Arka sudah sampai tahap akhir. Setelah menerima surat panggilan dari pengadilan aku memutuskan untuk meminta Zyen ikut menemaniku. Sebenarnya ayah dan ibu ingin ikut tapi aku melarang dan meminta mereka untuk berlibur ke rumah nenek saja sampai satu minggu ke depan. Ibu sempat menolak karena tidak tega meninggalakn aku sendiri menghadapi perceraian tapi aku mengatakan jika aku akan lebih terluka jika melihat ibu dan ayah menangis saat perceraianku di putuskan. Setelah perdebatan panjang akhirnya ibu setuju untuk pergi menjenguk nenek dan tinggal disana selama satu minggu sekalian untuk menenangkan pikiran mereka. Aku berjanji semua akan kembali normal ketika mereka kembali dari rumah nenek. "Mbak aku tinggal dulu
Setelah semua orang tua siswa yang berdemo di depan sekolah pergi, Kepala sekolah langsung memulangkan semua siswa beserta para guru. Dan disinilah aku sekarang berada di halte bus tidak jauh dari sekolah untuk menunggu Zeyn. [Mbak tunggu di halte dekat sekolah] isi pesan yang ku kirim untuk Zeyn. "Apa kamu akan tetap diam saja?" tanya Reina dengan posisi duduk menyamping menghadapku. Gadis keras kepala ini masih setia dengan posisinya sejak 30 menit yang lalu. Sejak tadi aku sudah menyuruhnya pulang lebih dulu tapi sudah ada tiga bus yang berhenti dan wanita ini tetap duduk di sampingku."Pulanglah dulu Reina! Tidak perlu khawatir aku tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak." Kembali aku menyuruhnya pulang dan ini sudah ke tiga kalinya. "Aku akan pulang kalau kamu sudah di jemput Zeyn," ujarnya keras kepala. "Ai pikirin lagi deh, jangan diam saja. Aku tahu kamu tidak bersalah dan kamu harus membuktikannya. Bukan hanya kamu yang terkena dampaknya tapi semua anak didik kamu, nam