Home / Romansa / Talak Usai Bertemu Mantan / Permintaan Yang Tak Mungkin Kulakukan

Share

Permintaan Yang Tak Mungkin Kulakukan

last update Last Updated: 2021-11-01 11:29:58

“Apa-apaan kamu, Bhanu!”

Ibu sangat marah ketika mendengar Mas Bhanu mengucapkan talak padaku. Wanita berusia 55 tahun itu datang pada waktu yang tidak tepat.

Beliau menghampiri kami yang masih bersitegang di ruang tamu. Wanita bernama Nirmala itu memandang putranya nyalang.

Nirmala—ibu mertuaku—meminta kami untuk duduk bersama.

Kami bertiga duduk di ruang keluarga. Suasana sangat tegang pagi itu. Sesaat kami terdiam dengan pikiran masing-masing. Mas Bhanu duduk menunduk di samping kanan Ibu. Sedangkan aku duduk di samping kiri.

Beliau menasihati kami agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Semua harus diselesaikan dengan kepala dingin agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.

“Bu, saya mencintai Afseen. Bukan Deema.”

Aku hanya bisa mendengar perdebatan antara anak dan ibu itu. Ibu melarangku untuk ikut bicara. Hanya dia yang bisa merubah pemikiran pria itu.

“Tapi ibu tidak menyukainya Bhanu. Wanita itu bukan orang baik. Tinggalkan dia sekarang juga!”

“Apa Ibu kira Deema itu wanita baik? Dia lebih busuk dari pada Afseen.”

 Aku memandang pria yang baru tiga bulan aku nikahi itu. Kata-katanya begitu menohok. Seketika jantungku tercabik-cabik oleh perkataannya. Aku masih bisa terima kalau dia mengatakan tak mencintaiku. Namun, aku tak terima jika mengatakanku sebagai wanita hina.

“Apa maksudmu, Mas? Kurang apa aku ini?” Setiap hari aku selalu melayaninya dengan sepenuh hati. Walaupun aku tahu dia tak sepenuhnya menerima kehadiranku.

“Apa Ibu ingat kejadian malam pertama?” Mas Bhanu memandang Ibu.

Aku terdiam karena malu. Kenapa pria itu selalu saja mengungkit hal itu. Sedangkan aku tak pernah sekalipun mengusik masa lalunya.

“Ibu ingat.” Wanita itu kembali membelaku. Beliau mengatakan kalau hal itu wajar terjadi. Karena selaput dara wanita itu berbeda ketebalannya. “Deema itu wanita baik. Ibu memilihnya karena ibu yakin, Deema bisa menjadi istri yang baik untukmu juga menantu yang baik untuk ibu.”

“Bu, perasaan itu tak bisa dipaksakan!” Pria itu terus saja mengotot mengatakan hanya Afseen yang dicintainya.

“Tak ada yang tak mungkin, Bhanu. Cinta bisa saja datang dengan seiring berjalannya waktu.”

“Bu, jangan paksa aku untuk mencintai dia!” Mas Bhanu menunjukku.

Aku memandang mereka berdua bergantian. Sebenarnya aku sudah siap untuk pergi dari rumah itu. Bagiku lebih baik hidup menjanda dari pada hidup dengan pez*in*a seperti Mas Bhanu.

“Bu.” Aku menggenggam erat tangan Ibu yang duduk di sampingku. “Deema tak ingin Mas Bhanu terjerat dalam lingkaran dosa. Biarkanlah Mas Bhanu menikah dengan Afseen.”

Mendengar perkataanku, mata Ibu berkaca-kaca.

“Ibu tidak ingin ada poligami di antara kalian. Poligami itu berat, Nak.” Wanita itu memandangku. Sepertinya beliau salah paham dengan ucapanku.

“Bu, Deema juga tak menyetujui poligami.” Aku bingung hendak bagaimana menjelaskannya. Secara selama ini Ibu begitu menyayangiku seperti putrinya.

“Terus maksud kamu apa, Deema?” Wanita itu memandangku penuh tanya.

Sesaat aku memandang Mas Bhanu yang tersenyum penuh kemenangan.

“Deema ikhlas melepas Mas Bhanu untuk Afseen.”

Ibu sangat terkejut mendengar perkataanku. Wanita itu erat menggenggam tanganku. “Tidak. Ibu tidak akan melepas menantu sebaik kamu.”

“Bu, untuk apa mempertahankan pernikahan kami kalau Mas Bhanu saja tak menginginkannya.”

“Setidaknya lakukan itu untuk Ibu.”

Melihat ibunya begitu membelaku, Mas Bhanu tampak tak menyukainya. “Bu, sudahlah. Deema saja ikhlas melepasku. Pernikahan ini kalau dilanjutkan juga tidak ada gunanya. Melihatnya saja rasanya muak, apalagi menyentuhnya.”

“Apa maksudmu, Bhanu?” Ibu tampak sangat marah pada putranya.

“Bu yang saya mau itu hanya Afseen. Kalian tenang saja. Selama ini aku dan dia tak melakukan z*i*n*a karena kami telah menikah secara agama.”

“Apa!”

Ibu sangat syok mendengar hal itu. Aku bisa melihat dari nafas ibu yang tampak berat. Wanita itu limbung. Segera aku menahan badannya agar tidak terjatuh.

Melihat hal itu, Mas Bhanu berlari untuk membantu. Namun, Ibu menepis tangannya. “Ibu tak sudi disentuh anak sepertimu.”

Pria itu hanya diam mematung memandang ibunya. Aku membenarkan letak duduk ibu. Bergegas aku berlari ke belakang untuk mengambilkannya minum.

Ketika kembali ke ruang keluarga aku sudah tak melihat keberadaan Mas Bhanu.

“Diminum dulu, Bu.” Aku memberikan gelas pada ibu dan membantunya minum.

“Bhanu sudah pergi.” Sesaat Ibu memandang ke luar lalu beralih padaku. “Ingat Deema. Walau bagaimana pun jangan tinggalkan Bhanu.”

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ASMAWI ASMAWI
keren kak.ttp semangat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Ending

    Hal itu membuatku malu, aku lantas menyenggol lengan pria itu karena malu. Sedangkan Ayah tersenyum melihat tingkah kami. “Ayah, Deema punya kabar bahagia,” ucapku. Rasanya aku sudah tidak sabar ingin memberitahukan perihal kehamilanku pada Ayah. “Kabar apa, Deema?” Ayah yang duduk di teras bersama kami memandangku. Pria itu sepertinya sudah tidak sabar untuk mendengarnya. Sejenak aku memandang Pak Farabi yang duduk di sampingku untuk meminta izin padanya. Pria itu mengangguk. Gegas, aku mengambil sebuah kotak kecil dari dalam tas dan menyerahkannya pada Ayah. “Buka, Yah. Kabar bahagianya ada di sana.” Aku menunjuk kotak beludru berwarna biru itu pada Ayah. Perlahan, Ayah membukanya. “Apa ini, Deema?” tanya Ayah memandangku. Pria itu lantas mengamati benda kecil yang berada di dalam kotak. “Deema hamil Ayah.” Mendengar itu, mata Ayah berkaca-kaca. “Benarkah itu, Deema?” Pria itu seakan tak percaya dengan apa yang aku katakan. “Iya, Ayah. Sebentar lagi, Ayah akan memiliki cuc

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Kehamilan yang Dinantikan

    Aku begitu terharu ketika dokter menyatakan aku telah hamil delapan minggu. Memang aku terakhir datang bulan sebelum berangkat bulan madu. Sehari setelah mengetahui kabar kehamilan, aku dan Pak Farabi pulang ke kota kelahiran kami. Kepulangan kami tak ada satu keluarga pun yang tahu. Pun dengan berita kehamilanku. Aku dan Pak Farabi berencana ingin memberi kejutan pada semua keluarga. Pulang dari bandara kami sengaja tak menelepon sopir untuk menjemput. Melainkan mengendarai taksi daring. “Deema, Farabi, kenapa kalian sudah pulang?” tanya Bu Sekar. Beliau begitu terkejut melihat kepulanganku dan Pak Farabi malam itu.Berbeda dengan beliau, Airin justru sangat bahagia melihat kehadiran kami. Gadis kecil itu bahkan berlari untuk memelukku.Kami berdua hanya diam mendengar pertanyaan Bu Sekar.“Apa ada kabar bahagia untuk kami?” tanya Bu Sekar kembali.Pak Farabi yang sedari tadi pura-pura memasang wajah memelas, menjawab kalau aku tak mau disentuh olehnya.Sontak Bu Sekar marah pad

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Cucu 2

    Hubunganku dengan Pak Farabi juga semakin baik, hanya saja aku belum melakukan ritual malam pertama dengan pria itu. Padahal sebelumnya kami berdua sama-sama pernah menikah. Aku heran juga pada pria itu, kenapa dia bisa begitu sabar menahan hawa nafsunya. “Farabi, kapan kamu punya anak dari Deema?” Minggu siang, Bu Sekar ke rumah bersama dengan Rana. Waktu itu Rana dan Airin asyik bermain di ruang keluarga. Aku menemani mereka berdua. Sedangkan Ibu dan Pak Farabi duduk di sofa. Seketika tatapan Pak Farabi beralih padaku. Pria itu seakan-akan memintaku untuk menjelaskan semua pada Ibu. Tak mau ambil pusing, aku mengalihkan pandangan pada gadis kecil yang sedang asyik main kereta es krim di sampingku. “Kalau perlu, kalian pergi ke dokter.” Wanita itu semakin memojokkan Pak Farabi. “Bu, bagaimana bisa Deema hamil, Farabi aja belum menyentuhnya.” Entah pria itu keceplosan atau memang sengaja. Suara Ibu seketika menggelegar, memenuhi ruang keluarga. Tak ingin mendengar obrolan orang

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Cucu

    Menurutnya, semalam yang melihatku dan menahan agar tidak jatuh adalah Mbak Darsi. Wanita itu juga yang menjagaku hingga Pak Farabi pulang. Mengenai kepulangan Pak Farabi, Zafran yang menghubunginya.“Deema bagaimana keadaanmu saat ini? Sudah enakkan kah?” Aku tak menjawab pertanyaan pria itu. Melihatku hanya diam saja, Pak Farabi coba meraih tubuhku.“Eh! Bapak mau ngapain?”“Membawamu ke dokter.”“Aku sudah tidak apa-apa. Mungkin karena semalam aku lupa makan. Jadi masuk angin.”Melotot, Pak Farabi memandangku. Dia bertanya kenapa aku tak makan semalam. Alih-alih menjawab, aku justru mengalihkan perhatian dengan menanyakan kenapa dirinya pulang lebih cepat. Tak mungkin juga aku mengatakan Zafran adalah alasanku tak makan.“Mendengarmu sakit saja sudah mampu mengalihkan duniaku. Beruntung pekerjaan sudah selesai hanya Ayah yang tinggal di sana. Sedangkan aku memilih pulang. Mana sanggup aku jauh darimu!” Pria itu menoel hidungku.Aku begitu bersyukur bisa memiliki Pak Farabi. Walaup

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Seatap dengan Mantan

    “Ya, sudah. Aku pergi dulu. Kamu baik-baik Deema.” Sebelum pergi Pak Farabi mengecup keningku. Hal itu juga dilihat oleh Zafran yang sedang duduk di ruang tamu. Aku bisa melihat pria itu intens menatap ke arah kami. Pada posisi ini aku benar-benar merasa tidak enak hati.Pada acara makan malam bersama aku merasa canggung karena duduk satu meja dengan Zafran. Sedangkan Namira berada di kamar. Wanita itu makan di kamarnya karena kondisi yang tidak memungkinkan.Di sampingku duduk, ada Rana dan Airin. Telaten, aku menyuapi buah hati Namira dan Zafran itu. Ibu juga menawarkan diri untuk menyuapi gadis kecil itu, tapi aku melarangnya dengan dalih dia kelelahan.Kami makan hanya berlima, karena Pak Adilaga juga pergi bersama Pak Farabi Da urusan penting katanya. Menurut Pak Farabi mereka baru pulang besok pagi. Urusan apa aku sendiri tidak tahu.“Deema, kamu tidak makan?” Ibu memandangku yang masih menyuapi Rana.“Habis menyuapi Rana, Bu.”“Ya sudah.” Wanita itu kembali melanjutkan makan.

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Bahaya Satu Atap dengan Mantan

    Napas terasa berat. Dada terasa sesak. Aku begitu tak menyangka dengan kejadian yang menimpaku tadi. Beruntung Pak Farabi sigap dan mendorong tubuh Mas Dhanu menjauh. Dibantu Bu Nirmala, suamiku itu mendorong tubuh pria itu. Sedang aku berlari keluar. Bu Nirmala gegas mengunci pintu kamar pria itu. Dari luar, aku masih bisa mendengar beberapa kali pria itu memanggil namaku. Merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bu Nirmala berkali-kali meminta maaf. “Deema. Tenanglah.” Pak Farabi menggenggam kedua pundakku. Air mata tak henti-hentinya mengalir membasahi pipi. Bukan hanya rasa takut yang menyelimuti diri, tapi juga rasa berdosa karena disentuh pria bukan mahramku. Kami bergegas pamit pada Bu Nirmala dan Bu Diah. Dengan derai air mata penyesalan, wanita itu melepas kepergianku. Mungkin, ini kali terakhir, aku menginjakkan kaki di rumah itu Di tengah perjalanan, karena tak tega melihat kondisiku, Pak Farabi menghentikan mobil. Memberi waktu agar aku lebih tenang. Namun, setengah jam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status