Sebelum maghrib, Rama dan Satrio sudah kembali ke kampung ini dengan membawa penghulu yang akan menikahkan Salman dan Hanum.
Salman menghubungi istrinya Yasmine dan memohon maaf, yang mana membuat Yasmine menjadi bingung dengan permintaan maaf yang tiba-tiba dilakukan Salman. Yasmine bahkan mengira jika suaminya itu sedang ngelantur karena kecapean dan ia menanggapi permohonan maaf Salman dengan tertawa."Bisa kita bicara sebentar? " tanya Hanum tiba-tiba kepada Salman yang sedang mengobrol dengan Rama.Salman mengangguk dan Hanum berjalan ke dekat jendela dengan Salman mengikutinya."Maaf, jika membuat Anda ikut terlibat dalam masalah ini. Saya hanya ingin mengatakan, bisakah setelah kita menikah nanti saya dan ibu tinggal di kota M? Saya tidak mau mengikuti dimana tempat Anda tinggal! Saya hanya ingin hidup tenang berdua bersama ibu saya. " ucap Hanum panjang lebar dengan kepala menunduk."Tolong jangan terlalu formal bicaranya! Aku merasa sedang berbicara dengan klien saja! Sebentar lagi kita akan menikah, rasanya canggung banget kalau kita ngobrol pake kata saya dan anda! " jawab Salman dengan tersenyum geli."Hah...! " ucap Hanum melongo mendengar jawaban Salman, dan ia langsung menutup mulut nya kembali dengan merutuk dalam hati."Panggil Mas saja! Biar enak dengarnya. Sekali lagi saya minta maaf langsung sama kamu dek, maaf jika saya hanya bisa menikahi mu secara agama. Maaf jika saya tidak bisa membuatkan pesta yang meriah untuk pernikahan ini. " ucap Salman dengan lirih dan pelan."Mas gak usah minta maaf, karena Hanum ikhlas jika hanya menikah siri, Hanum lah yang sangat meminta maaf karena menjadi duri dalam pernikahan Mas. Hanum berterimakasih banget karena Mas sudah menyelamatkan harkat dan martabat Hanum sebagai perempuan muslimah di depan orang banyak. Hanum menerima takdir ini Mas. " jawab Hanum dengan diiringi derai air mata."Yang Hanum sesali hanya satu, Hanum tidak nekat pergi dari kampung ini dengan Umi. Jika saja Hanum nekad pergi bersama Umi, mungkin kejadian ini tidak akan terulang untuk kedua kalinya. Hanum benar-benar benci dengan masyarakat kampung ini. " ucap Hanum lagi dengan wajah merah padam menahan amarah."Apa maksud kamu yang kedua kalinya dek? " tanya Salman penasaran."Sebelum Hanum mengalami semua ini, dulu kakaknya Hanum juga mengalami hal yang seperti ini nak Salman. Sehingga.. hiks... hiks... hiks..." jawab Umi Sarah ikut bicara namun hanya sebagian karena ia keburu menangis."Hanum bukan anak tunggal Mas, Hanum punya kakak perempuan bernama Haura. Karena ia belum mendapatkan jodoh, tetua kampung ini mengadakan acara tradisi ini di lapangan dengan diikuti 15 perempuan yang belum menikah termasuk Kak Haura. Mereka melepaskan anak kambing di lapangan dan para pria menangkapnya dan anak kambing Kak Haura di tangkap oleh seorang lelaki yang sudah mempunyai istri. Kak Haura menolak, namun karena lelaki itu keponakan tetua kampung, maka penolakan Kak Haura di tolak. Mereka tetap memaksa Abi agar mau menikahkan Kak Haura dengan lelaki tersebut. Abi tentu saja menentang karena lelaki itu bukan hanya sudah menikah, tetapi sudah punya dua orang istri, apalagi ia seorang pemabuk dan penjudi. Mana mau Abi menikahkan anak nya dengan lelaki yang seperti itu. Tapi mereka tetap memaksa dengan mengancam akan membakar semua kebun dan sawah kami jika kami tidak mau juga menikahkan Kak Haura dengan lelaki itu. " ucap Hanum sambil menghapus air matanya."Astaghfirullah hal adzim... " ucap Salman, Rama dan Satrio berbarengan dengan wajah geram."Benar-benar biadab sekali warga kampung ini! " sahut Satrio dengan tangan terkepal."Akhirnya, Kak Haura menyerah karena tidak mau semua jerih payah Abi dan Umi selama ini di hancurkan oleh mereka. Kak Haura mau di nikahkan esok harinya. Namun, ketika pagi datang, Kak Haura sudah menghilang, ia pergi diam-diam dari rumah dengan membawa semua identitasnya seperti ijazah, KTP. Abi saat itu juga langsung terkena serangan jantung yang membuatnya masuk rumah sakit dan koma. " cerita Hanum lagi sambil menangis."Innalillahi ... " ucap Salman sambil mengusap kasar wajahnya.Bersambung..."Lalu apa yang terjadi kemudian Mbak? " tanya Rama dengan sangat penasaran. "Para tetua kampung dan laki-laki itu marah. Mereka menyalahkan kami semua terutama Abah yang sedari awal tidak ingin menikah kan Kak Haura dengan keponakannya itu. Mereka bahkan meminta Umi untuk mengambil alih keputusan Abah dengan mengganti Saya yang menikahi laki-laki itu. Umi dengan tegas menolak, dan untung juga laki-laki itu juga menolak karena bagi dirinya anak ingusan seperti saya tidak pantas menjadi istrinya karena katanya saya jelek dan kusam. Tidak seperti Kak Haura yang sangat cantik, putih dan sangat manis saat tersenyum! " jawab Hanum lagi. "Ya elah, katarak nampaknya mata tuh cowok! Masa cantik, manis begini di katakan jelek! Memang sih kulitnya gak putih, tapikan gak itam kayak orang negro. Kulit nya kuning langsat khas orang Indonesia pada umumnya, senyumnya manis dan tatapan mata nya teduh! Astaghfirullah hal adzim... Sadar Salman, sadar! Sejak kapan kamu memuji perempuan lain selain Yasm
Begitu para tamu yang datang pulang, Salman memasuki kamar yang di tempati asistennya Rama dan Satrio. Ia tampak duduk termenung memikirkan sesuatu yang membuat hatinya gundah gulana. Ia merogoh kantong celana nya dan mengambil ponsel. Ia mengusap sebuah foto yang menjadi wallpaper pada layar ponselnya dengan mata berembun. "Yasmine sayang..! Maafkan Mas yang sudah menikah lagi secara diam-diam! Sedikit pun tidak ada niat di dalam hati Mas untuk menduakan dirimu sayang! Jangan kan untuk mempunyai niat, berpikir kearah sana Mas tidak pernah! Mas terpaksa melakukan nya sayang demi harkat dan martabat seorang wanita yang di perlakukan tidak adil di desa ini! Maafkan suamimu ini sayang...! Maafkan...! " ucap Salman dengan lirih sembari mengusap foto tersebut dengan perasaan bersalah. Salman menutup matanya sejenak untuk menenangkan hatinya yang gelisah. Ia membuka mata nya setelah memikirkan semua nya. "Yah, walau bagaimana pun aku sekarang sudah menjadi suami Hanum! Meskipun aku tida
Malam itu sepasang pengantin baru menghabiskan malam pertama dengan di awasi orang-orang tetua desa yang berjaga di luar rumah. Hanum menggeliat dalam pelukan hangat sang suami saat menyadari mereka masih polos dalam satu selimut. Wajahnya memerah karena malu teringat tentang apa yang mereka lakukan semalam. Suaminya yang begitu kuat dan gagah membuatnya terbang melayang dengan perlakuan lembutnya karena walau bagaimana pun ini yang pertama ia lakukan. Hanum berusaha menyingkirkan tangan Salman yang membelit perut ramping nya karena ia kebelet ingin buang air kecil. Setelah pelukan Salman terlepas, Hanum mencoba duduk. Namun gesekan kedua pahanya membuat ia meringis kesakitan karena bagian intinya terasa perih dan terasa menjanggal. Susah payah Hanum menggerakkan tubuhnya, akhirnya ia bisa duduk di pinggir tempat tidur. Ia mencoba berdiri, namun rasa nyeri dan perih kembali datang dengan hebatnya hingga Hanum jatuh terduduk di lantai. "Awwww... Sakit...! " pekik Hanum sedikit ke
Selama perjalanan ke kota S, Hanum selalu menemani Salman ngobrol karena ia tidak ingin suami nya jenuh tanpa ada teman bicara. Sementara Umi Sarah sudah tertidur kembali di bangku belakang karena hari masih agak gelap. Perjalanan yang di tempuh selama hampir dua jam sudah selesai karena saat ini mereka ada di sebuah hotel di kota S. "Sayang..! Apa kamu yakin gak ikut Mas ke Jakarta? Mas gak tega ninggalin kamu di sini meskipun sama Umi...! " ucap Salman saat mereka sudah ada di dalam kamar hotel. Salman memutuskan untuk mengajak istri nya istirahat di hotel sambil menunggu Rama dan Umi Sarah mencarikan rumah yang layak untuk Hanum dan Umi Sarah tempati selama di kota S. "Mas...! Hanum akan ikut Mas jika Mbak Yasmine mengizinkan dan meridhoi pernikahan kita! Karena Hanum merasa sudah menyakiti hati Mbak Yasmine dengan menjadi istri Mas! " jawab Hanum keukeh dengan keinginannya. "Tapi sayang, pernikahan ini sudah menjadi takdir kita! Walau bagaimana pun tidak ada yang salah dengan
Salman menahan sesak di dadanya saat melepaskan ciuman di dahi Hanum. Entah kenapa kakinya terasa berat melangkah menuju mobil yang akan mengantar nya ke Bandara. Sedangkan Hanum langsung berbalik dengan linangan air mata yang entah sejak kapan sudah terjun bebas di pipinya. Ia memegang dadanya yang sesak sambil menggigit bibirnya agar tidak menimbulkan suara. Umi Sarah menatap sendu putrinya yang mulai detik ini juga kembali hidup sendiri seperti sebelum menikah. Rama membunyikan klakson mobil sebagai tanda jika mereka pamit pulang ke Jakarta. Begitu suara mobil sudah menghilangkan, Hanum langsung lemas hingga terduduk di lantai depan pintu rumah sambil menangis memeluk dirinya. "Hu.. Hu.. Hu...! Kenapa rasa nya sesakit ini Ya Allah? Hatiku rasanya tidak rela di tinggal seperti ini! Sakit sekali Ya Allah..! " isak Hanum dengan bahu naik turun. "Nak, ayo kita masuk dulu! Tidak enak menangis di luar dan di lihat orang-orang! " tegur Umi Sarah dengan merengkuh bahu putrinya. Hanu
Pagi-pagi sekali Salman sudah bangun dan berkemas sendiri. Istrinya Yasmine sedang sibuk mengurus Papa mertuanya yang setiap pagi harus rutin olahraga ringan agar kakinya bisa bergerak kembali. "Pi, gak papa nih gak Mami bantu? " tanya Yasmine dengan tidak enak hati. "Gak papa Mi! Papi bisa kok berkemas sendiri, lagian kan Papi bawa baju cuma untuk dua hari! " jawab Salman santai. "Ya udah! Mami mau bantu Papa dulu karena bentar lagi instruktur olahraga nya Papa datang! " sahut Yasmine dengan berjalan keluar kamar mereka. Setelah mempersiapkan mertuanya, Yasmine juga mempersiapkan diri untuk pergi ke butiknya. Sedangkan Papa mertuanya saat siang hari ada perawat yang akan menemani dan menjaganya di rumah. Yasmine dan Salman berpamitan pada Tuan Besar Sultan Ahmer Hidayatullah yang sedang duduk di kursi roda nya. "Kami berangkat dulu ya Pa! Kalau ada apa-apa sama Papa langsung hubungi kami ya Sus? " ucap Salman berkata pada Papanya dan perawatnya. "Iya Pak, Bu..! " jawab sang su
Sudah dua hari Yasmine terbaring di ranjang rumah sakit. Saat ini kondisi kakinya dalam masa pemulihan pasca operasi. Selama dua hari Salman selalu menemaninya di rumah sakit dan Papa nya di rumah di jaga oleh adik laki-laki Salman yang baru datang dari Dubai kemaren malam. Safran Maher Hidayatullah anak bungsu keluarga Hidayatullah yang bekerja sebagai pengacara di panggil paks Salman untuk pulang ke Indonesia guna membantu merawat Papa mereka selama Yasmine sakit. Salman di anjurkan untuk membawa Yasmine berobat ke luar negeri agar Yasmine bisa berjalan kembali seperti dulu. Untuk itulah ia memanggil adik bungsu nya untuk pulang. "Rama, dua hari lagi saya akan ke Jerman untuk pengobatan Yasmine agar cepat pulih dan berjalan lagi! Tolong kamu datangi Hanum di Kota S dan katakan lah sejujurnya apa yang terjadi di sini sehingga aku tidak bisa mengunjungi nya dalam waktu yang lama! Sampaikan permintaan maaf ku karena belum bisa mengunjungi nya! " ucap Salman saat mereka hanya berdua
Rama pun menceritakan detail musibah yang dialami Yasmine dan Salman kepada Hanum dan Umi Sarah sebanyak yang ia tahu selama menjadi asisten nya Salman. Hanum menangis di dalam pelukan Umi Sarah karena merasa dirinya sudah berburuk sangka pada sang suami. "Hu... Hu... Hu...! Hanum menyesal Umi sudah berburuk sangka pada Mas Salman! Hanum mengira selama ini Mas Salman tidak peduli dengan Hanum karena pernikahan ini ada karena keadaan! Hanum menyesal Umi... Hanum menyesal! " ucap Hanum dengan terus menangis. "Sudah Nak, sudah! Apa kau tidak kasihan pada bayimu jika kau menangis terus? Bayimu pasti merasakan kesedihan Ibu nya dan itu tidak bagus untuk perkembangan bayimu! Sekarang kita sudah tau apa yang terjadi dengan suamimu, dan saatnya kamu menjaga janin ini dengan baik hingga nanti Salman kembali sebelum janin kalian lahir! " sahut Umi Sarah dengan lembut mengusap punggung putri nya. "Iya Mbak..! Selagi Pak Bos pergi menemani Nyonya Yasmine berobat, Mbak Hanum harus tetap sehat