Marco meletakkan kepala Leo di lantai secara perlahan-lahan ketita sudah menyentuh lantai Marco pun hendak berdiri di saat lutut kanannya sudah lurus tiba-tiba terdengar suara tawa.
“Hahahaha.” Leo terbangun dari acting pingsannya dan menertawai Marco dengan sangat keras.
Marco yang sudah menangis bombay karena khawatir dengan kondisi Leo membuka mulutnya tidak percaya sambil mengelap air matanya yang sempat keluar tadi.
“Bagaimana acting pingsan ku bagus kan? Hahahah.” Leo menertawai Marco yang berhasil ia kerjai.
Marco masih tidak percaya kalau dia sebenarnya sedang di bohongi oleh Leo tangannya pun menunjukkan letak Leo duduk tadi di atas kursi kemudian menunjuk ke lantai di mana Leo tadi terjatuh dengan sangat nyata.
“Syukurlah itu kalau itu semua hanyalah kejahilanmu.” Marco sama sekali tidak dendam bahkan ia mengulurkan tangan kanannya kepada Leo untuk bangun.
“Aku tadi kesal ketika kau mengage
Tok… tok…tok“Oii bangun woiii ini hari pertama kita masuk sekolah.” Terdengar suara berisik dari luar kamar kos Marco. Sepertinya sang penghuni kamar kos itu masih tertidur nyenyak sehingga tidak mendengar seruan Leo yang sejak dari tadi berdiri sambil menggedor-gedor pintu kamarnya. Volume suara yang tadinya keras menjadi semakin keras memanggil-manggil nama seseorang yaitu Marco.“Marco….. aku akan mematahkan ususmu ketika aku masuk kedalam.” Sama seperti tadi, tidak ada reaksi sama sekali darinya sehingga membuat Leo sangat geram dan sampai-sampai mengancamnya. Karena tidak ada cara lain untuk membangunkan Marco ia pun menendang-nendang pintu kamar kos Marco yang terbuat dari kayu hingga bergeser dari engselnya dan akhinya pintu itu roboh. Setelah pintunya terbuka Leo pun melangkah masuk kedalam kamar kos yang ukurannya 3mx4m itu dan menemukan seseorang yang ia cari.
Marduk dan Marco masih saling menatap hingga keluar kata-kata dari mulut Marduk“Aku menghargai tawaranmu tapi aku merasa belum saatnya kita bertarung sekarang.” Perlahan-lahan urat leher Marco melunak mendengar perkataan Marduk barusan. Leo dengan cepat menundukkan kepala dengan posisi tangan satunya memegang kepala Marco dan menekannya kebawah seraya menunduk bersamanya.“Kami meminta maaf atas kejadian barusan, kami berjanji untuk tidak melakukannyalagi.” Setelah Leo meminta maaf.“Oii apa yang kau lakukan.” Marco bertanya kepada Leo.“Sudah kau diam saja.” Leo menimpali.Setelah menyampaikan permintaan maafnya tiba-tiba senior yang di tinju oleh Marco tadi angkat bicara.“Enak saja kau meminta maaf pokoknya kau dan temanmu yang kurang ajar itu harus diberi pelajaran.”Dari arah yang tidak terduga muncul kaki terbang y
Pukul 13.00 bel sekolah berbunyi menandakan waktu pulang . Ruangan kelas mulai kosong kecuali ruang UKS ada beberapa siswa yang terbaring lemah setelah bermain seharian salah satu diantaranya adalah Marco dan disampingnya ada Leo yang masih setia menunggu. Dua puluh lima menit Marco pingsan setelah bertarung melawan Felix ia pun mulai membuka matanya kemudian bertanya kepada Leo.“Ini tempat apa Leo?”“Kau sekarang berada di UKS.” Leo menjawab.Nyawa Marco akhirnya berkumpul ia pun berusaha berdiri dan ingin pergi dari tempat ini.“Apakah kau baik-baik saja?” Leo menanyakan kondisinya.“Tentu saja, ayo kita pulang sekarang.” Marco menjawabnya.“Baiklah, bagaimana kalau kita mampir dulu di kedai.” Leo mengajak Marco ke kedai.“Baiklah, kau yang traktir.” Marco mengiyakan.“Ehhhhh?” Leo terkejut.
Mengerjap-ngerjap Marco membuka mata yang ia rasakan sekarang sama seperti sebelumnya ia berpikir truck sampah yang ia tiduri tetap diam. Sekelilingnya terlihat gelap tangannya meraba-raba sekitar kemudian punggungnya mulai bangkit bersiap untuk berdiri.“Jangan-jangan Leo pulang deluan, ahh sial kira-kira sudah jam berapa sekarang.” Marcomenebak-nebak keberadaan Leo dan waktu. Segera ia melompat keluar dan sungguh pemandangan yang sangat luar biasa gedung-gedung pencakar lair berdiri kokoh, kendaraan bermotor saling susul menyusul, orang-orang yang berpakaian modis layaknya burjois ada dimana-mana, dan toko-toko yang menyediakan berbagai macam kebutuhan berbaris di pinggir jalan. Langkah kaki Marco mundur kebelakang kembali lagi ke dalan truck sampah yang kosong itu kemudian membaringkan tubuhnya lalu menutup mata.“Ini pasti cuma mimpi, ayolah Leo di mana kau cepat bangunkan aku.”&
Suara wanita itu terdengar nyaring di telinga Marco sampai-sampai membuatnya terbangun dari tidur pulasnya. Marco yang terkenal dysania yaitu susah bangun tidur akhirnya membuka matanya perlahan-lahan matanya melirik-lirik keadaan sekitar sembari mengumpulkan nyawanya kembali. Katika suara yang memanggil-manggil namanya itu menghilang sekita telinga Marco merindukan suara lembut itu. Tubuh yang sejak tadi terbaring kini mulai bangkit berdiri kemudian kakinya menekuk dan melompat keluar dari truck sampah itu.“Kau ini berisik sekali.” Marco menegur wanita itu.Kepalanya terangkat lalu menghadapkan wajahnya yang sedih itu ke wajah Marco. Mulutnya yang masih monyong, matanya berkaca-kaca, dan hidungnya mengeluarkan sedikit ingus.“Ahahaha sepertinya aku salah menilai wajahmu. Tadinya aku berpikir kau ini cantik tapi sekarang-“ Gelak tawa tidak tertahan ketika melihat wajah wanita itu. Sebe
Irama langkah kaki Marco dan Cecil serentak menghentak trotoar melintasi sejumlah kemegahan kota Avesta. Sebagai seorang pria Marco sengaja memperlambat langkah kakinya agar mereka jalan beriringan. Marco merasa bahwa ia telah kehilangan sesuatu selama ini yang ia maksud adalah perasaan terhadap lawan jenis. Sesekali matanya melirik ke arah Cecil ia memperhatikan wajahnya yang mulus tanpa lecet. Tangan Marco yang perkasa itu merabah-rabah wajahnya sendiri lalu membandingkannya“gawat.”“Kenapa?” Cecil bertanya“Wajahku berminyak.” Jawab Marco.“Itu bukan masalah yang jadi masalah sekarang adalah ketersesatanmu di kota besar ini.”“Hehe iya yah.” Marco tersadar. Menyusuri jalan di kota Avesta sungguh menyenangkan sampai-sampai kita lupa merasakan lelah, hal inilah yang di rasakan Marco sekarang apalagi ini kali pertama ia datang ke k
Tiga pasang mata memandang langit kota Avesta disana mereka melihat matahari mulai tenggelam memudarkan jingganya. Cecil merasa sedih karena Marco belum mendapatkan solusi dari masalahnya. Rafael mengetahui bahwa ada sesuatu yang aneh diantara Marco dan Cecil, ia tahu pasti bahwa penduduk asli Distrik Neraka tidak di perbolehkan keluar dari tembok perbatasan apalagi sampai berkeliaran di kota Avesta. Marco mengusap wajahnya yang berminyak tidak tahu lagi harus berbuat apa. Pikirannya melayang-layang kesana kemari mengingat sahabatnya Leo yang mungkin sedang sibuk mencarinya sekarang, walaupun Distrik Neraka adalah tempat yang buruk dimata orang-orang awam tetapi baginya disanalah tempat kembali dari hiruk pikuk. Wajah cemas Marco menggugah simpati Rafael. Yang tadinya lawan berubah menjadi kawan ia menawarkan Cecil dan Marco untuk mendiskusikan masalah ini di rumahnya tetapi Cecil menolak tawaran itu karena hari sudah gelap dan Ibunya p
Ibarat angin berlalu Cecil berusaha melupakan Marco. Di dalam kamarnya ia berbaring sambil menatap langit-langit. Di balik lamunannya itu muncul ilusi optik yang menggambarkan wajah sangar Marco. Cecil yang melihat itu langsung mengedip-ngedipkan matanya dengan cepat untuk mengusir bayangan Marco yang tiada henti-hentinya. Tangan kanannya meraih sesuatu. Kemudian di tariknya benda itu hingga berhadapan langsung dengan wajahnya.TIK…TIK…TIK…Cecil mengetikkan sesuatu di ponselnya, terlihat nama salah satu kontaknya yaitu Rafael.“Bisakah kita bertemu sekarang.” Cecil mengajak Rafael melalui aplikasi chatnya. Posisi tubuh Cecil berubah yang semula berbaring sekarang berbalik jadi tengkurap. Posisi seperti ini sangat disukainya apalagi ketika ia sedang bermain ponsel atau membaca buku. Beberapa aplikasi ia kunjungi sambil menscrol-scrol berandanya.PING!