Share

Kemarahan Sang Beruang Tua

Markas Besar Interpol London

Harlyn Ignacio, sang kapten yang disegani kawan namun dibenci lawan sedang menurunkan temperamennya di ruangannya. Ekspresi wajah yang penuh kemarahan tampak jelas terpampang hingga tak ada satu pun anak buahnya yang berani mendekatinya.

"Apa Adley belum kembali juga?" tanya salah satu anggota interpol lainnya di luar ruangan Ignacio.

"Belum, aku belum melihat Adley dan Lyn. Apa mereka ..." salah seorang di antara mereka menyahuti pernyataan teman mereka yang lain.

"DI MANA ADLEY?? SURUH DIA KE RUANGANKU, SEKARANG!!" teriak Ignacio dari dalam ruangannya.

Tak ada satu pun yang menyahut ... hanya bergeming.

"APA KALIAN TULI, HAH!! ADLEY!!! ADLEY!!!" teriak Ignacio semakin kencang.

"Pak, Adley ... belum kembali ke markas," ucap salah seorang di antara mereka masuk tiba-tiba.

"APA!! SIALAN!! KELUAR KAMU! KELUAR!!" teriak Ignacio lagi dan membanting segala sesuatu yang ada di depannya.

Bantingan dari suara keras terdengar begitu jelas dari ruangan Ignacio. Bagi mereka yang telah lama mengenal Ignacio, sudah bukan rahasia umum jika sang Beruang Tua memiliki temperamen yang labil. Bahkan banyak rekan sesama interpol yang tak ingin bekerja sama dengannya.

"Aku mau salah satu dari kalian menghubungi Adley! Suruh dia segera kembali ke markas! Sekarang!" perintah Ignacio pada anak buahnya.

Tanpa menunggu waktu lama, salah seorang di antara mereka menghubungi Adley, namun tak ada tanggapan dan jawaban. 

"Ada apa kalian menghubungiku?" tanya Adley tiba-tiba dari belakang mereka.

"Ah, Adleyyyyyy ... Beruang Tua sedang menunggumu di ruangannya. Dan dia sepertinya ..." tak ada kata penyambung yang keluar dari mulut rekan Adley. 

"Ada apa ini?" tanya Lyn penasaran.

Ignacio yang melihat siluet Adley tanpa basa-basi langsung keluar dari ruangannya dan berteriak memanggil Adley.

"ADLEY BRITTA CALLA!! KE RUANGANKU, SEKARANG!!!" perintah Ignacio sambil membanting pintunya.

Semua yang ada di ruangan itu segera melihat ke arah Adley. Dengan segala rasa tak karuan, Adley menarik napas panjang dan dengan semangat dari sang sahabat, Lyn dia berusaha tegar dan siap menghadapi apapun yang akan diterimanya nanti.

"Aku di belakangmu, jangan khawatir. Apapun yang terjadi ... aku tetap akan mendukungmu," ucap Lyn tersenyum. 

Adley hanya tersenyum dan melangkahkan kakinya menuju ruangan Beruang Tua. Sambil menarik napas panjang, Adley mengetuk pintu Ignacio dan langsung masuk ke ruangannya tanpa menunggu aba-aba darinya.

"Pak," Adley memberi hormat pada sang atasan.

Ignacio hanya melirik tajam Adley dan berdiri kemudian menutup tirai yang ada di ruangannya. Adley hanya bergeming tak berkata apapun. Pandangan matanya lurus menatap ke dinding warna kuning gading yang ada di depannya. Dengan sikap istirahat di tempat, tampak Adley begitu menahan segala emosi dan tekanan yang dia alami.

"Hufffftttt ...." Ignacio duduk di meja dan berhadapan langsung dengan wajah Adley yang tegang.

"Jangan terlalu tegang, Adley. Santai saja," Ignacio mulai menurunkan tingkat volume suaranya.

"Siap, Pak!" sahut Adley kembali dengan sikap sempurnanya.

Sesaat, Ignacio menatap Adley dengan tatapan lurus nan tajam dan sesekali tarikan napas panjang terdengar dari mulut Beruang Tua tersebut.

"Kau tahu, Adley ... mamamu adalah salah satu legenda di dunia interpol. Dia adalah salah satu anggota satuan polisi khusus terbaik yang pernah dimiliki oleh negara ini. Mamamu tak pernah melakukan kesalahan sekecil apapun dan karena itulah ... aku sangat menghormatinya."

Adley mengepalkan tangannya. Dia paling tak suka jika dirinya dibanding-bandingkan dengan orang lain, meskipun itu adalah orang tuanya sendiri!

"Saya tahu saya salah, Pak. Tapi saya tidak suka jika Bapak membanding-bandingkan dengan orang tua saya! Mereka adalah mereka dan saya adalah saya!" sahut Adley tanpa ragu.

"Oh, jadi kau sudah paham apa maksudku, Adley?" seringai Ignacio tepat di wajah Adley.

"Ya, saya mengerti dan paham apa maksud Bapak," sahut Adley menatap pimpinannya.

"Hahahha ... harus kuakui Adley, kau adalah anggotaku yang paling berani! Berani menantangku, membangkang dan berani mempermainkanku! Apa kau pikir kau masuk ke sini murni karena kepintaranmu? Kau itu cuma beruntung! Beruntung karena keluargamu memiliki kekuatan dan kekuasaan!" ujar Ignacio berapi-api seraya menunjuk wajah Adley dengan telunjuknya.

"Dengan segala hormat, Pak! Saya tidak terima jika Anda berkata seperti itu! Saya bisa buktikan pada Anda bahwa saya layak untuk menjadi anggota interpol! Dengan atau tanpa identitas latar belakang keluarga saya! Permisi!" Adley bergegas keluar dari ruangan Ignacio dan menutup pintu ruangan Beruang Tua itu dengan cukup keras hingga membuat seluruh anggota yang lain terkejut dan menatapa Adley.

Sementara itu, Ignacio yang melihat sikap dan temperamen Adley tersenyum tipis dan dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana blue navy-nya.

"Aku ingin bertemu denganmu, apa kau ada waktu? Hnnn, di tempat biasa." Ignacio mematikan ponselnya dan segera keluar ruangannya.

"Sst ... sst ..." salah seorang teman Adley menyenggol sikutnya dan mengarahkan pandangannya ke Ignacio yang tampak terburu-buru meninggalkan markas Interpol.

"Kita ikuti dia?" sahut Lyn bersiap mengambil ancang-ancang.

"Tak perlu! Aku tak sudi melihat wajah orang tua itu! Aku perlu bantuanmu, Lyn." Adley menarik tangan Lyn ke pojokan dan terlihat sedang bicara serius.

"Ada apa? Sepertinya kau tegang sekali Adley?" tanya Lyn penasaran.

"Aku takut!" sahut Adley tangannya gemetar.

"T--takut apa? Apa yang seorang Adley takutkan?" tanya Lyn semakin penasaran.

"Menurutmu, apa mungkin ..." Adley menatap Lyn lekat."

"Apa? Mungkin apa? Adley ....!" 

"Bukankah gedung tua yang Zee informasikan pada kita masuk ke dalam wilayah kekuasaan keluarga Graciano? Dan setahuku, gedung tua itu adalah bekas pabrik obat yang sudah tidak terpakai lagi. Apa mungkin ..." Adley lagi-lagi menatap Lyn tajam dan dalam.

"Kita tidak punya bukti. Kau tahu sendiri bukan siapa Delano Julian Graciano? Meskipun dia dicurigai membuat dan memasarkan obat-obatan terlarang, tapi belum ada satu pun bukti yang mengarah padanya. Apa kau tahu jika perusahaan farmasi miliknya akan diserahkan kepada salah satu anaknya?" tanya Lyn bisik-bisik.

"Apa? Darimana kau tahu?" penasaran Adley.

"C'mon Adley ... apa kau tak pernah baca surat kabar. Isu itu sedang hangat-hangatnya. Dan yang kudengar lagi, calon pengganti Delano bukanlah anak tertuanya, melainkan anak keduanya!" tambah Lyn.

Adley melihat Lyn dengan tatapan seribu pertanyaan yang bersarang di kepalanya. "Lalu bagaimana dengan kelompok mafia Italia yang telah kita buru selama 2 tahun terakhir? Apakah ada pergerakan atau perkembangan?" 

Lyn menggelengkan kepalanya, "Induk elang tak pernah menunjukkan cakarnya. Dia lebih sering memberikan umpan pada anak-anaknya dan menghilang."

"Bagaimanapun juga, kita harus menyelidiki kasus kebakaran itu. Aku punya firasat jika itu bukanlah kebakaran biasa, tapi kebakaran yang disengaja."

****

Restoran The Lounge Cafe, London

Seotang wanita sekitar 50-an tengah duduk di sebuah restoran yang khusus menyediakan makanan bagi vegetarian. Wanita yang mengenakan long coat warna krem serta sepatu boots dan kacamata hitam yang menutup setengah wajahnya itu tampak menikmati secangkir kopi tanpa gula dan beberapa salad sayur yang telah ada di resto tengah kota tersebut.

"Sudah lama?" seorang pria duduk di hadapan wanita yang masih terlihat cantik dan awet muda.

"Not too long. Bagaimana kabarmu, Beruang Tua?" tanya wanita itu menyilangkan kedua kakinya di bawah meja.

"Yah, seperti yang kau lihat. Ada banyak anak bayi yang harus aku urus! Merengek, menangis, manja ... hahhhhhhhh!!" keluh Ignacio.

"Hahahah, tetapi bayiku tidak akan mungkin seperti itu. Dia cukup dewasa dan pintar dalam melihat situasi ..."

"Tapi tak cukup bijak, Judith." Ignacio memotong ucapan dari wanita bernama Gillian Judith yang tak lain adalah ibu Adley Britta Calla, legenda di dunia interpol.

"Apa maksudmu?" tanya Judith penasaran.

"Adley telah melakukan kesalahan yang besar dan membahayakan bagi anggota lainnya! Dia memberikan informasi yang salah mengenai keberadaan mafia pengedar obat-obatan terlarang, namun apa yang terjadi, hah?? None! Kosong!!" jelas Ignacio menarik napas dalam-dalam.

"Lalu, apa yang kau berikan padanya?" tanya Judith mulai serius.

Ignacio melihat retina hijau hazel itu dalam dan berkata, "Aku ingin dia resign dari keanggotaannya sebagai interpol."

"Apa?? Sampai seperti itu kau memberikan penalti padanya? Apa karena informasi yang salah ..."

"Judith, apa kau tak ingat kejadian 20 tahun lalu ketika kau memberikan informasi yang salah mengenai mafia perdagangan manusia? Dan kini, Adley melakukan kesalahan yang sama seperti yang kau lakukan! Apa kau tak ingat, hah!!" semua pengunjung resto itu mengarah pada mereka berdua.

Judith yang telah hapal dengan temperamen Ignacio hanya bergeming dan melihatnya datar. "Aku akan bicara padanya."

"Judith, seekor burung kenari yang biasa hidup di sangkar emas, apakah akan bisa hidup jika dipindahkan dalam sangkar kayu yang hitam dan rapuh?" 

Tanpa basa-basi, Ignacio langsung berdiri seraya berkata, "Ada hal yang sebaiknya Adley tak perlu campuri karena itu hanya akan membuka luka lama menganga kembali." Tandas Ignacio langsung meninggalkan resto tersebut.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rhaniie
beruangggggg
goodnovel comment avatar
Eliyen
Eh buset. Anak dan emak sama-sama interpol.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status