Sebuah gudang tua di pinggir kota Wales
"Apa semua sudah siap? Bagaimana dengan para sniper?" seorang pria dengan mengenakan topi warna blue navy dan sebuah teropong kecil yang ia lekatkan di tangan kanannya serta seragam warna senada dengan topi blue navy bertuliskan 'interpol' tengah mengintai sebuah gudang tua yang dicurigai sebagai pabrik pembuatan obat-obatan terlarang. Harlyn Ignacio, nama laki-laki berumur setengah abad itu terlihat tegang dan matanya menyeloroh melihat seluruh keadaan di sekitar gedung. Dengan mata elangnya, dia telah menjebloskan beberapa mafia terkenal kejam dan beringas ke dalam hotel dingin tiada beralas. Dedikasinya yang tinggi terhadap dunia hukum, menjadikannya sebagai 'living legend' di dunia interpol.
"Kau! Adley! Bagaimana posisi kelinci kita?" suara berat nan tegas seorang pria berbadan tegap pada salah satu anak buah kesayangannya, Adley Britta Calla.
"Kelinci sudah pada tempatnya, Pak. Tinggal kita menurunkan kandang dan menggiringnya," jelas wanita berparas cantik bak Heidi Klum itu.
"Hnn, bagus. Mama Beruang pada macan ... Mama Beruang pada macan ... turunkan kandang dan leopard ke dalam sarang kelinci. Beri mereka sedikit shock therapy supaya lebih menarik!" perintah Ignacio, begitulah Sang Kapten bertangan dingin biasa disapa.
Tak butuh waktu lama, aksi penyergapan pun dimulai. Para sniper yang tengah bersiap membidik buruannya dan anggota lainnya yang mengendap-endap memasuki lorong gedung tua yang tak terpakai itu.
BRAK!!!!
Sebuah tendangan keras mengarah pada pintu besi yang ternyata tak dikunci rapat. Dalam bayangan mereka, akan ada pertumpahan dan aksi tembak-menembak yang brutal. Tapi sayang sungguh disayang, ternyata para anggota interpol telah dipencundangi oleh komplotan mafia yang telah menjadi buronan interpol selama 2 tahun terakhir. Kontan, sang kapten, Ignacio langsung berteriak dan memukul salah satu anak buahnya dengan bogem yang cukup keras.
BUAGH!!!
"Tolol! Bodoh kalian semua!! Kenapa bisa kita dikelabui oleh cecunguk-cecunguk itu!? Siapa yang bertanggung jawab atas informasi tempat ini, hah!!!?" teriak Ignacio hingga air liurnya keluar mengenai wajah para anggota interpol lainnya.
"DIAM!!! DIAM SEMUANYA!! KALIAN BISU, TULI, ATAU DUNGU, HAH!!! KUTANYA SEKALI LAGI ... SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS INFORMASI INI? JIKA TIDAK ADA YANG MENGAKU ..."
"Saya, Pak!" tanpa ragu Adley Britta Calla atau biasa disapa Adley maju dan menghadap sang pemimpin.
"KAU! JADI KAU YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS INFORMASI MURAHAN DAN PALSU INI!? AKU KECEWA PADAMU! TAHUKAH KAU APA YANG TELAH KAU LAKUKAN INI BENAR-BENAR MEMBUAT MALU DAN MENCORENG NAMA BAIK INTERPOL, HAH!!! AKU HERAN ... BAGAIMANA ORANG SEPERTI DIRIMU BISA MENJADI ANGGOTA TERHORMAT INTERPOL!!!" ketus Ignacio dan melirik tajam ke arah Adley.
"Saya siap menerima apapun keputusan Anda! Saya siap dihukum!" sahut Adley tanpa ragu.
"Benarkah?" tantang Ignacio.
Adley menganggukkan kepalanya tanpa ragu.
"Baiklah, kau yang meminta! Aku ingin surat pengunduran dirimu sebagai anggota interpol sudah ada di mejaku dalam waktu 2x24 jam, paham!"
Semua anggota interpol yang lain merasa sangat terkejut, tak terkecuali Adley. Menjadi anggota interpol adalah impiannya sejak kecil dan kini ... karena kecerobohanya dia harus memupus karirnya di dunia penegakan hukum.
"Tapi, Pak ..."
"You ask for it! Sebagai anggota interpol, pantang untuk menarik ucapannya kembali, bukan?" seringai Ignacio langsung meninggalkan tempat kejadian.
"Ingat, Adley! 2x24 jam atau ... kau akan lihat sendiri apa yang bisa aku lakukan atas kesalahanmu!" para anggota interpol yang lain kemudian mengikuti Ignacio meninggalkan TKP, sementara Adley bersimpuh kaku dan tampak shock dengan kejadian yang baru saja ia alami.
"You did well." Weylyn, salah seorang partner Adley sejak mereka masuk menjadi anggota interpol tampak memberikan semangat dan dukungan kepada wanita cantik nan seksi tersebut.
"Tidak! Aku melakukan kesalahan terbodoh yang harusnya tak aku lakukan! Bagaimana bisa ... bagaimana bisa aku tertipu oleh Zee!" ucap Adley memasang ekspresi kesal dan mengepalkan tangannya ke lantai yang keras.
"Zee? Maksudmu bocah berandalan yang sering ada di stasiun kota?" tanya Lyn, biasa ia disapa.
Adley mengangguk.
"Bajingan itu benar-benar merusak karirku! Akan kucari dan kupatahkan kaki serta lengannya! Akan kupenggal kepalanya jika aku bertemu dengannya!" ucap Adley penuh nafsu dan emosi.
Adley Britta Calla, wanita cantik berusia 24 tahun dengan rambut hitam legam sebahu, kulit putih mulus bak porcelain, kaki jenjang bak Heidi Klum retina mata yang berwarna coklat gelap ditambah bibir merah merekah seksi nan sensual. Sebagian orang beranggapan bahwa Adley adalah seorang model papan atas, tapi siapa sangka di balik parasnya yang cantik jelita dia adalah salah satu anggota satuan polisi khusus yang hanya menangani kasus-kasus dengan tingkat kejahatan level tertentu. Yap! Apalagi kalau bukan interpol.
Adley bukanlah wanita yang dilahirkan dari kalangan keluarga biasa. Latar belakang sang ayah adalah CEO sebuah perusahaan pembuat senjata api terbesar dan terkenal di Inggris, Aero serta ibu seorang mantan mata-mata negeri Ratu Elizabeth itu. Tak heran jika darah militer telah mengalir deras di dalam tubuh wanita pemilik tinggi badan 175 cm itu. Tak banyak yang mengetahui tentang identitas serta entitas Adley. Demi cita-citanya, dia rela merahasiakan latar belakang keluarganya dan menutup semua hak privillege yang selayaknya Adley miliki seperti orang-orang kaya di Inggris pada umumnya. Dengan wajah masih menahan emosi dan kesal, Adley dibantu berdiri oleh sahabatnya, Lyn dan mereka berdua segera bergegas meninggalkan tempat kejadian perkara dan kembali ke markas interpol di Inggris.
"Lalu, soal Ignacio ... apa yang akan kau lakukan, Adley?" penasaran Lyn akan reaksi partner-nya itu.
"Aku belum tahu. Aku memang sering mendengar dari para senior tentang kekejaman si Beruang Tua, Harlyn Ignacio ... awalnya aku tak percaya! Tapi kini, aku harus mengalaminya. So suck!!!" umpat Adley pada dirinya sendiri.
"C'mon ... you are the strongest woman I've ever known!! Don't give up ... hanya seorang Ignacio kau kalah??? Oh, ayolah ..." Lyn mengalungkan tangannya ke leher Adley dan tersenyum padanya.
"Hmm, maybe you right! Aku sudah banyak mengorbankan segalanya demi mencapai titik seperti ini! Jika aku menyerah sekarang, berarti aku kalah dari Beruang Tua yang sombong itu!" ucap Adley menyemangati dirinya sendiri.
"There you go!!! Itu baru namanya Adley Britta Calla yang kukenal! Namamu indah, kuat dan cantik ... kau seharusnya bersikap seperti namamu," sahut Lyn yang tak mau melepaskan lengannya dari leher Adley.
"Baiklah, kita harus kembali ke markas. Aku yakin Beruang Tua itu sudah menantikan kedatangan diriku," sahut Adley menyeringai.
"Hmm, oke."
Adley dan Lyn akhirnya meninggalkan tempat kejadian perkara itu tanp dapat menemukan apapun. Di sisi lain, tanpa mereka sadari sebuah Range Rover warna hitam tengah mengintai dan mengawasi gerak-gerik para anggota interpol. "Bagaimana, Bos?" tanya salah salah satu anak buah seorang laki-laki yang tengah asyik menghisap cerutu Kuba dengan ditemani dua orang wanita berpakaian seksi.
"Hahaha, biarkan kelinci yang kali ini mengerjai leopard! Permainan semakin menarik, kenapa kita harus hentikan? Biarkan saja ... kita lihat, berapa lama interpol bisa menangkapku!!" ucap seorang pria berjas warna putih, sepatu hitam dan rambut model front puff itu seraya bercumbu dengan kedua wanita blondie seksi nan cantik di dalam mobilnya.
"Baik, saya mengerti, Bos."
Tak lama, mobil Range Rover hitam itu pun meninggalkan gudang tua itu dan kejadian tak terduga dilakukan oleh salah satu anak buah pria berjas putih tadi. Lima anak buah pria berjas putih tersebut melemparkan beberapa granat ke sisi-sisi gudang tua tersebut. Tanpa menunggu waktu lama, ledakan besar pun terjadi dan segera, beberapa mobil sedan warna hitam meninggalkan lokasi kejadian. Adley dan Lyn yang belum begitu jauh dari tempat perkara terkejut ketika mendengar sebuah ledakan yang begitu besar. Saling pandang dan tanpa banyak kata, mereka langsung memutar balik mobil yang mereka naiki dan mencari sumber ledakan dengan melihat asap hitam pekat yang membumbung tinggi di langit.
"Menurutmu, apa itu yang baru saja kita dengar?" tanya Lyn seraya mengemudi.
"Entahlah, tapi kuharap bukan sesuatu yang aku sangka," sahut Adley.
Tak lama kemudian, keduanya sampai di TKP. Mata Adley terbelalak tak percaya dengan apa yang dilihatnya! Gedung tua yang mereka serbu tiba-tiba saja meledak dan hal ini membuat Adley semakin murka! Dengan tangan mengepal kencang, Adly menarik urat lehernya sekencang-kencangnya seraya berteriak, "BEDEBAH! BAJINGAN! BIADAB! BRENGSEKKK!! AAARRRGGGGHHHHHH!!"
Lyn yang melihat kondisi sahabatnya dalam keadaan seperti itu hanya menepuk-nepuk pundak Adley pelan dan ikut geram dengan kejadian yang ada di depan mata mereka.
"Akan kupastikan siapapun yang telah mempermainkan kita akan mendapat balasannya! Aku janji itu, Adley ..." ucap Lyn dengan geram.
Adley yang memarkir mobilnya di sebuah taman kota tengah Kota London, langsung menyelasar tempat itu dengan teliti. Suasana yang tak begitu ramai memudahkan netranya menemukan target yang ia cari. "Bingo, gotcha!" Ucapnya langsung melangkah cepat menghampiri kerumunan sekelompok remaja yang tengah bergumul dan menenggak bir lokal sambil bernyanyi-nyanyi. "Selamat malam, Tuan-tuan. Apa aku menggangu pesta kalian?" Tanya Adley tersenyum di hadapan para pemuda tanggung tersebut. "Hey, babe. Apa kau datang ke sini untuk memanaskan malam kami?" tanya salah seorang di antara mereka sambil tertawa lebar. "Anggap saja begitu, Tuan." Jawab Adley sembari mengamati ketujuh remaja itu. "Hei, teman-teman! Sepertinya malam ini akan menjadi malam 'panas'. Hottie ini akan menjadi tungku kita." Ucap remaja itu lagi tambah tertawa lebar. Di saat para remaja tanggung itu tertawa lebar, netra Adley langsung menangkap visual salah satu di antara mereka yang berusa
"Tuan Cleon!" Seorang wanita dengan dress one-shoulder hitam di atas lutut dan ketat serta anting-anting besar di kedua telinganya menyambangi Syden dan Cleon yang tengah minum di depan meja bartender. "Sst ... sst." Senggol Syden ke siku Cleon. "Benar, ternyata ini Anda! Tuan, bagaimana kabar Anda? Sudah lama sekali Anda tak datang ke sini." Wanita itu, Mady mengulas senyumnya lebar dan sesekali melirik Syden. "Hi, Nona. Siapa nama Anda?" tanya Syden tersenyum tipis sambil menatap genit Mady. "Madeleine. Panggil saja aku Mady, Tuan ...," "Syden. Itu namaku." "Syden? Bukankah Anda model terkenal itu, Anda yang sering berada di halaman depan majalah pria, Famous Magazine? Dan juga, anak seorang perancang tas ternama, Lilith Jude?" tanya Mady terkesiap. "Itu ..." Syden hanya tertawa sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal. "Mau apa kau kemari?" Cleon menyela mereka dengan nada dingin. "S-
Kring ... kring ... kring Ponsel dengan volume dering nyaring terdengar di salah satu kantong jaket jenis hoodie milik seorang pemuda plontos dengan piercing telinga sebelah kanan. Pemuda yang tengah asyik minum dengan beberapa orang teman wanitanya di sebuah kafe pinggir Kota London mengacuhkan panggilan yang datang dari seseorang yang paling ditakutinya. "Brengsek! Bajingan! Cari mati dia!" Adley yang tampak kesal langsung menuju parkiran Blue House dan membuka pintu mobil sport merahnya. Kring ... kring ... kring Kali ini giliran ponsel Adley yang berdering. "Rupanya masih mau hidup dia, hah!" ucap Adley membuka kunci password gawainya dan matanya terbelalak ketika tahu siapa yang sedang menghubunginya. Beberapa menit Adley mendiamkan panggilan itu. Kini dia membisukan ponselnya dan hanya menggetarkannya, wajah kesal Adley semakin bertambah dengan panggilan masuk yang baru saja datang ke ponselnya. 'Mau apa orang
Wanita itu merendahkan tubuhnya, mensejajarkan tingginya dengan duduk di seberang meja Daria."A-Anda ... Nona Teonna!" serunya.Adley hanya mengulas senyum ramah. "Apa kabar? Kau kenal aku?" tanya Adley sok jual mahal."Eh, itu ...," Daria tampak tersipu malu menundukkan kepalanya."Hahaha, tenang saja. Aku hanya bercanda. Tapi, dari mana kau tahu namaku dan bagaimana kau yakin jika aku adalah Teonna?""Hanya menebak."Teonna mengulas senyumnya. Dia melihat wanita muda nan cantik dengan wajah eksotis itu terkesiap. "Kau itu cantik, apa kau tahu?" seloroh Adley menatap Daria lekat.Tersipu malu dan terkejut, dia membalas, "Terima kasih, Anda juga terlihat sangat cantik bahkan layaknya anugerah dewi Athena.""Hahaha, Athena, ya ... bijak dan adil. Tapi sayangnya, aku tak sebijak dan seadil dia." Ucap Adley tersenyum lepas. "Oh, ya ngomong-ngomong Daria, dari mana asalmu kemarin?""Uzbekistan, Nona.""Ah, ya.
"Bagaimana jika kita mainkan permainan yang kau mainkan sebelumnya?" bisik Cleon di telinga Adley."A--apa maksudmu?" Adley terkesiap dan memandangnya."Apa kau pikir aku tak tahu, hah! Kau yang akan mendapatkan keuntungan jika aku bekerja sebagai CEO di perusahaan keluarga! Sementara aku bekerja, kau bisa bebas dan leluasa bertemu dengan saudaraku!"Adley hanya terdiam, 'Kupikir dia curiga akan apa,' gumam Adley menatap datar ke arah sang suami."Kenapa diam? Benar begitu, kan?" tanya Cleon lantang.Adley menyeringai. "Kenapa kau senyum seperti itu? Apa yang lucu, hah?""Sejak kapan kau mulai memperhatikan gerak-gerikku, suamiku? Apa kau ... cemburu?" seloroh Adley."Jangan gila! Kita menikah tanpa cinta, tanpa mengenal satu sama lainnya, dan kini kau bilang aku cemburu? Sinting kau!""Benarkah? Jika kau memang tak ada rasa cemburu, berarti aku bebas mau pergi ke mana dan dengan siapa. Sekarang ... lepaskan tanganmu!" pe
"Aku menikahi Lucas karena satu alasan!" "Apa?" "Balas dendam!" "Apa!?" **** 'Jangan kau kira bisa lari dariku, Lucas! Aku tahu apa yang sedang kau lakukan di belakangku! Kali ini, aku tak akan membiarkan hal itu menimpa pada putriku! Nyawa pun akan kuberikan demi melindunginya.' Kediaman Graciano Mini dress warna hitam nan seksi dipilih Adley sebagai 'pembuka' untuk menyambut kedatangan sang 'suami'. Eyeliner yang tajam ditambah riasan nude dan pemerah bibir yang sangat mencolok, membuat Adley menunjukkan sisi yang lain dari dirinya. Kecantikan yang paripurna! Begitulah kiranya yang bisa menggambarkan sosok Adley Britta Calla. "Hmm, seharusnya ini bisa membuat pria itu 'jatuh cinta' denganku. Tapi kenapa sulit sekali menaklukkan Gunung Kilimanjaro, huh." Tin ... tin ... tin .... Adley melihat jam dinding yang terpasang di kamar utama mereka, "Pukul delapan, it's time for show!" Ucapnya setelah selesai m
"Kita akan lakukan black conspiracy!" Senyum tipis di bibir atas Cleon terlihat samar namun ekspresi yang menyiratkan 'ada sesuatu' tampak dengan jelas tergambar di wajahnya. "Maaf, Pak. Tapi apa itu black konspirasi?" tanya salah satu dari mereka. Cleon hanya terdiam menanggapi pertanyaan salah satu pegawainya. Ia malah mengambil telepon yang ada di meja kerjanya dan menghubungi Stacy. "Stacy, ke ruanganku. Sekarang!" [Baik, Pak.] Tok ... tok ... "Masuk." "Pak, Anda memanggil saya?" tanya sang asisten pribadi, Stacy berdiri di antara pegawai lelaki yang dipanggil Cleon. "Kalian, keluarlah! Ada yang ingin kubicarakan dengan asisten baruku ini," titah Cleon melirik Stacy. "Baik, Pak." Kini hanya tinggal Stacy dan Cleon yang ada di ruangan itu. Cleon berdiri menghampiri Stacy, memutarinya dan berkata, "Aku memiliki sebuah misi untukmu!" "Misi? Misi apa, Pak?" tanya wanita itu de
"Apa kau mau menggantikan posisi suamimu di perusahaaan yang ia pegang saat ini? Dan buat seakan itu sebagai suatu 'kecelakaan'?" Sebuah pernyataan yang entah dari mana atau siapa yang mengatakannya pada Kael, hingga dia bisa berkata seperti itu. Adley yang telah keluar dari Blue House dan menuju parkiran. Dirinya tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang mahasiswa hukum bisa mengatakan hal seperti itu! Jemari lentik nan panjang terawatnya mengetuk-ngetuk stir mobil yang semakin lama semakin kencang ketukannya, gemas juga cemas! Irisnya menyeloroh ke depan kaca mobilnya dan tiba-tiba, ia melihat Dangelo juga Amber keluar dari sebuah restoran yang berseberangan dengan Blue House. Dengan tawa lebar, sang wanita terus menggelayuti lengan Dangelo bagai lem kayu. Dan sang pria, tampak menikmati tawa lepas sang wanita. "Sudah kuduga! Mereka bukanlah klien 'biasa'! Siapa sebenarnya dua orang ini?" ucap Adley melihat keduanya bersiap akan meninggalkan tempat tersebut.
"Apa aku mengganggumu, Tuan Kael?" Suara bariton Dangelo membuat Kael terkejut dan segera merapikan pakaiannya. Dangelo hanya tersenyum satu garis menarik bibir atasnya melihat perbuatan Kael dengan salah satu 'kelinci putih' miliknya, Audrey. Dangelo melirik Audrey yang hanya mengenakan pakaian yang ada di bagian dalam tubuhnya dan terlihat kikuk di depan sang majikan. "Apa saya mengganggu Anda?" tanyanya sekali lagi. "Keluarlah, aku ada urusan." Perintah Kael seraya menepuk pelan bahu Audrey. Audrey dan Dangelo saling bertatap pandang, Dangelo mengangguk seakan memberi tanda padanya, "Ada apa, Tuan Dangelo? Kenapa Anda tiba-tiba datang ke sini tanpa memberitahu?" tanya Kael yang telah selesai berpakaian. "Jika saya memberitahu Anda, maka saya tak akan pernah tahu kelakuan seorang mahasiswa teladan universitas terkenal di negara ini dan juga seorang CEO dari tempat terkenal." Seloroh Dangelo dengan pandangan seakan memandang rendah Kael.