Share

Sarah Dibunuh

Yang benar saja, Tomy kan bukan anak –anak, kenapa ke toilet saja minta diantarkan?! Sikap pemuda itu lebih menjengkelkan dari yang kubayangkan sebelumnya begitu dia mendengar ceritaku tentang Sarah.

“Aku melihat Mbak Sarah, Mas.” Suara Tomy kali ini terdengar bergetar.

Ia jauh lebih terlihat takut dibanding tadi. Mungkinkah karena sebelumnya ia hanya mendengar cerita dariku, tapi kini, dia benar –benar melihatnya sendiri. Apa iya? Aku pikir, dia akan sangat penasaran dan justru mencari tahu keberadaan Sarah, karena usia segitu sedang panas –panasnya rasa penasaran. Atau ... dari tadi dia bersikap begini karena mengejekku saja?

“Tom, kamu serius? Kamu gak berniat menggodaku karena aku mengatakan tentang Sarah yang ke rumah tadi kan?”

“Mas, aku serius. Aku melihatnya di trotoar meninggalkan ambulans tadi. Mbak Sarah yang menghentikan ambulansnya, Mas!” Suara itu masih juga terdengar gemetar.

Tunggu. Apa artinya, Sarah –lah yang menyelamatkan kami dari maut. Kalau saja sopir ambulans tidak berhenti, kami pasti sudah terlindas mobil yang menjadi raja jalanan itu. Tapi apa iya?

Tak lama, Bapak mertua yang tadi katanya mengurus administrasi datang. Pria itu langsung menegur kami.

“Kalian sedang apa?” tanya pria bernama Wahono itu. Posisi kami sedang dempet –dempeten, tentu saja terlihat aneh di mata orang lain. Apa lagi jika tidak tahu kronologinya seperti apa.

“Em, ini Tomy Pak ....” Suaraku menggantung.

Belum lagi selesai menjawab pertanyaan dan menceritakan apa yang terjadi, Tomy tiba –tiba saja bangkit dari duduknya dan bergelayut di tangan Bapak mertua. Dasar anak itu sudah mirip bocah TK. Sepertinya dia memang benar –benar ketakutan dan bukan berniat mengejek ceritaku tentang Sarah.

“Pak, ayo Pak, aku sudah nggak tahan ini!” Tomy menarik lengan bapak mertua paksa. Meninggalkanku.

“Kamu ini kenapa?” tanya bapak mertua.

“Udah Pak nanti aku jelaskan kalau sudah lega!” Tomy memaksa. Seenggaknya dia tidak sungkan memaksa bapaknya sendiri pergi, berbeda denganku kakak iparnya.

Tomy pasti sedang ingin menuju toilet. Dan Bapak mertua, akhirnya pasrah, meski ia terlihat kesal sekaligus bingung. Sama sepertiku, yang menganggap Tomy bersikap tidak seperti biasa.

Aku geleng –geleng melihat kelakuan pemuda itu. Meski ucapannya juga menganggu pikiran. Setelah menunjukkan ketakutannya, dia sekarang mengatakan telah melihat Sarah. Mungkin, wanita yang kucintai itu, juga ingin berpamitan pada Tomy –adiknya. Nyatanya, hanya Tomy yang melihatnya. Aku, dokter atau pun sopir ambulans tidak membicarakannya sekali pun.

Kuhela napas panjang begitu Tomy sudah tidak terlihat lagi. Lalu mengeluarkan ponsel. Siapa tahu, ada yang menghubungi terkait kematian Sarah. Jujur, sampai sekarang aku masih menunggu kabar orang yang menabrak Sarah.

Setidaknya, dia harus menampakkan hidung, menceritakan bagaimana kejadiannya, menyesali perbuatan dan minta maaf. Mungkin, dengan begitu Sarah tidak akan lagi muncul di hadapan kami. Aku pernah mendengar, konon orang yang meninggal dengan cara tragis arwahnya tidak akan tenang sampai 40 hari kematiannya. Mereka akan terus memberikan tanda –tanda ke pada orang yang masih hidup agar segera mengurusnya.

Sebentar. Tak ada polisi, tak ada sopir yang menabrak. Dan Sarah terus muncul. Apa Sarah sebenarnya bukan korban kecelakaan, tapi pembunuhan? Tapi bagaimana dengan kesaksian Pak Joko? Tidak ada cara lain. Aku harus melihat CCTV, dan memastikannya sendiri. Dari CCTV itu juga aku akan mendapatkan nomor plat mobil sopir truk itu.

Saat menggeser layar ponsel, banyak sekali panggilan dan pesan yang masuk ke aplikasi hijau milikku. Sekilas, kebanyakan pesan adalah ucapan bela sungkawa dan entah apalagi. Tak kuhiraukan pesan –pesan itu, dan langsung mengklik room dengan Pak Joko yang rupanya pria itu juga mengirim pesan untukku.

“Foto?” gumamku. Mataku melebar, mendapati foto Sarah yang sudah berada di atas pick up dengan kondisi mengenaskan. Mata kembali perih menatapnya. Sampai kapan aku berhenti melihat tubuh istriku yang kondisi fisiknya menyedihkan itu?

[ Mas, Mbak Sarah kecelakaan. Karena mobilnya sulit masuk gang rumah Mas Affan, kami akan mengantarnya ke rumah Pak Wahono.

Rupanya pemilik toko Mang Joko itu sudah menghubungiku. Tapi jangankan dering ponsel, derasnya hujan menghantam atap saja tak membuatku terbangun.

Kini, kuketik pesan untuk menanyakan CCTV ke pada pria itu.

[ Pak, maaf. Bolehkah saya minta video CCTV saat kejadian? Barang kali, sopir truk juga meninggalkan nomor teleponnya. ]

Barang kali memang menyakitkan menyaksikan kejadiannya, akan tetapi aku harus mengakhiri ini dengan jelas dan tenang.

Setelah pesan itu terkirim, pesannya centang dua dan beberapa detik setelahnya centang biru. Itu artinya Pak Joko sudah membaca pesan. Namun, tak ada tanda –tanda pria itu akan membalas, sehingga aku pun memutuskan untuk meneleponnya saja.

“Hah? Tidak aktif? Aneh sekali?” Mataku memicing melihat ke arah ponsel.

Pak Joko membaca pesan dan tak membalas, dan saat meneleponnya, pria itu tak membalas dan sekarang bahkan tidak aktif? Apa baterainya tiba –tiba habis? Atau Pak Joko sengaja tidak mau menjawab karena menyembunyikan sesuatu?

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status