“Mas! Bangun mas!” Mendengar teriakan Clara yang menggelegar membuat Widuri dan Arlo terbangun.
Arlo seketika duduk dari pangkuan Widuri, “Aiihh... Maafkan aku Widuri. Aku ketiduran di pahamu, pasti itu sangat tidak nyaman. Sudah jam berapa ini?” Tanya Arlo tanpa menghiraukan Amarah Clara.
“Sudah jam setengah 9 mas! Apa yang membuatmu ke sini? Pasti wanita jalang ini telah menggodamu?” Teriak Clara sembari menarik rambut Widuri hingga Widuri tersungkur.
“Sudah Clara, jangan ribut. Aku sudah terlambat ini! Aku ada meeting pukul 9. Tolong telepon kan sekretarisku untuk mengundurnya setengah jam lagi.” Ucap Arlo sembari berjalan meninggalkan kamar Widuri.
“Awas kamu Widuri, aku akan memberimu perhitungan nanti.” Ucap Clara sembari mengikuti langkah Arlo.
Ketika sampai di kamar Arlo segera bersiap-siap. Sementara Clara terus menguntitnya. “Ini bukan salahnya! Jadi aku tidak ingin mendeng
“Bolehkah, mbak mengirimkannya padaku saja? Bukankah aku yang menjalani ini semua? Jadi yang berhak untuk mendapatkan uang itu adalah aku, bukan ibuku.” Ucap Widuri.Mendengar ucapan Widuri membuat Clara tersenyum sinis. “Sekarang kamu baru memperlihatkan sifat aslimu. Ternyata kamu sama saja, kamu juga sangat matre.”"Aku tidak peduli apa penilaian mbak ke aku, yang pasti aku hanya ingin memastikan uang itu di pergunakan ibuku untuk biaya pengobatan ayahku. Bukankah mbak sendiri tahu, bahwa tujuanku menandatangani kesepakatan itu semata-mata untuk membiayai pengobatan ayahku." Ucap Widuri."Tetapi ibumu dan aku yang membuat kesepakatan." jawab Clara jutek."Salah! kamu membuat kesepakatan itu denganku, karena aku yang menandatangani surat itu. ibuku hanya pelantara saja." Ucap Widuri lagi."Baiklah! berikan nomor rekeningmu!" titah Clara lagi."Aku belum mempunyai nomor rekening, bantu aku membuatnya." pinta Widuri pada Clara."Uuh... kamu benar-benar memerintahku WIduri, kamu fikir
"28 menit! aku lebih cepat dari waktu yang mbak berikan," Ucap Widuri ketika memasuki mobil Clara. Clara diam saja dan langsung melajukan mobilnya. "Tadi Mas Arlo telepon aku, katanya nomor Mbak di hubungi tidak bisa. Sibuk katanya." Mendengar perkataan Widuri Clara menoleh kesal padanya. "Mas Arlo cuma bilang, dia malam ini akan pulang terlambat bahkan mungkin sampai pagi. Dan menyuruh Mbak untuk tidak menunggunya. Mas Arlo akan pergi bersama teman-temannya merayakan goalnya salah satu proyeknya. Dan dia memintaku untuk menyampaikannya pada mbak," ucap Widuri lagi. "Mmm..." Clara hanya mendengus pada Widuri. Yes... mas Arlo tidak pulang hari ini, setelah ini aku bisa kumpul bersama teman-temanku, sore ini mereka mengajakku ke Singapur dan pulang besok. Bagaimana mungkin aku tidak ikut. Gumam Clara dalam hatinya. Kemudian Clara mulai menelepon Sindy, yang mengajaknya melalui telepon tadi saat Widuri menemui Ducan. "Sindy, aku berubah fikiran. Aku ikut dengan kalian jangan lupa pes
Sementara Widuri. "Aduuuh... mengapa Mas Arlo menelepon ya?” Handphone Widuri berdering, namun tidak lama Handphon itu mati. “Handphonenya mati lagi, aku lupa ngecasnya semalam. Maafkan aku Mas Arlo, aku akan menjelaskannya nanti ketika kita sudah sama-sama berada di rumah ya Mas,” gerutu Widuri sembari memandang kearah handphonnya yang mati kehabisan baterai. Lalu secara perlahan dan hati-hati, Widuri mulai masuk ke gedung itu. Masih tampak Tasya sedang bergandengan dengan lelaki tua itu. Widuri terus mengikut Tasya dari belakang. Ya Tuhan kak Tasya, apa yang sebenarnya kak Tasya lakukan di sini? dan siapa lelaki yang kak Tasya gandeng itu? Apa kak Tasya tidak memikirkan Ibu? Ibu bahkan sangat memuja-muja kak Tasya. Gumam Widuri sambil terus mengikuti Tasya. Tanpa sadar Widuri telah berada di tengah-tengah gedung itu, dan terlihat Tasya masuk di sebuah kamar di lantai bawah. Tanpa Widuri sadari, semua mata telah menjilati lekuk tubuknya yang sempurna. Ruangan itu terlihat seperti
Lelaki brewok itu kemudian berdiri sembari menyapu ujung bibirnya yang mengeluarkan cairan merah kental dengan ibu jarinya. "Apa aku tidak salah mendengar? Dia Istrimu juga? lalu Clara? kamu begitu mengejutkan, seseorang yang benci dengan orang ketiga dalam pernikahan, malah dia sendiri yang melakukannya. Tapi ngomong-ngomong dia sangat muda dan cantik, sepertinya tidak cocok denganmu. Berhati-hatilah! jika lengah bisa saja istri kecilmu ini aku ambil alih." Setelah membuang kata-kata pada Arlo, Lelaki itu berjalan meninggalkan semuanya tanpa ingin membalas tinjuan Arlo sedikitpun. "Ayden! Jangan pernah bermimpi untuk merebut istri-istriku dariku!" ucap Arlo dengan mata yang memerah tersulut emosi. Ayden menoleh ke arah Arlo dan tersenyum sinis lalu membuang ludahnya yang terkena percikan merah di ujung bibirnya, lalu pergi begitu saja. Lalu Arlo menoleh ke arah sopir taxi, Arlo kemudian mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang merah. "Maaf mas, tidak usah. Mbaknya
"Bik, mau aku kasih tau satu rahasia? Tetapi Bibik harus merahasiakannya pada siapa saja," ucap Widuri yang sangat risih ketika dia selalu di katakan sedang hamil. "Rahasia? rahasia apa Widuri?" "Kemarilah duduk di sampingku bik," bik Ningsih perlahan duduk di samping Widuri. Setelah bik Ningsih duduk, Widuri memegang tangan bik Ningsih. "Begini bik, sebenarnya aku bukanlah saudaranya mbak Clara. Aku adalah istri sirihnya Mas Arlo. Mereka memaksaku menikah dengan Mas Arlo hanya untuk mendapatkan anak dariku, setelah aku melahirkan maka aku akan mereka buang. Aku terpaksa mengikuti kesepakatan ini karena ayahku sakit jantung bik, dan perlu uang yang banyak untuk perawatannya. Dan aku belum hamil bik, bahkan sampai sekarang aku masih perawan. Aku wanita baik-baik bi, bukan seperti yang di katakan mbak Clara. Aku mohon bibik jangan ceritakan pada siapapun, karena aku tidak ingin ada masalah dengan siapapun. Aku harap aku bisa mempercayai bibik." Jelas Widuri pada bik Ningsih. "Oh... b
Sesampai Arlo di rumahnya, Arlo berjalan dengan terhuyung. Membuka Jasnya dan membiarkan jas itu berserakan di lantai. Dan seperti biasa bik Surti yang akan mengutipnya. Arlo berjalan ke kamar Clara, namun Arlo tidak bisa menemukan Clara malam itu. "Clara! Clara! Di mana wanita itu? Apa lagi-lagi dia pergi tanpa memberi tahuku? Sialan!" Oceh Arlo yang terus berjalan dengan terhuyung. Ketika tidak menemukan Clara, kemudian Arlo berjalan ke arah rumah Widuri yang terletak di paling belakang halaman istana kepunyaan Arlo. Lalu tanpa ragu Arlo melangkah ke kamar Widuri. Perlahan Arlo membuka pintu dan masuk ke kamar Widuri, lalu Arlo mengunci kamar itu dari dalam supaya tidak ada yang bisa mengganggunya. Arlo berjalan mendekati Widuri, tampak wajah imut Widuri dengan penuh ketenangan. Bibir mungilnya tampak merah merona tanpa pewarna. Arlo duduk di samping Widuri, menatapnya sembari menikmati lekuk wajah Widuri yang mempesona. "Kamu baru saja masuk ke rumahku, namun terasa kamu sudah m
Hmm... Apa yang bisa aku lakukan ya? Aku suntuk sekali jika tidak ada pekerjaan begini. Mandi sudah, merapikan tempat tidurku sudah. Pakaian kotorku, pasti bik Ningsih yang mengambilnya. Baiklah kalau begitu aku akan turun, melihat bik Ningsih. aku akan membantunya membuat sarapan. Gumam Widuri sembari berjalan menuruni anak tangga. Ketika sampai di dapur, Widuri disambut hangat oleh bik Ningsih."Widuri sudah bangun? Ayo sini sarapan. Bibik Buatkan nasi goreng, tadinya bibik akan mengantarnya ke kamarmu." "Ya bik, aku merasa suntuk sekali. Karena tidak ada yang aku kerjakan di rumah ini, tadinya aku ingin membantu bibik buat sarapan dan ternyata sarapannya sudah siap." ucap Widuri yang kemudian duduk di kursi meja makan. Mendengar ucapan Widuri bik ningsih tersenyum. "Tadi bibik melihat tuan Arlo turun dari kamarmu dengan tersenyum-senyum. Sejak ibunya meninggal ini kali pertama bibik melihatnya tersenyum dengan bahagia." ucap Bik Ningsih. "Ya, semalam dia datang ke kamarku. Dia ma
Sesampai di rumah, "Banyak sekali belanjaan kita bik. Untung saja ada pak Darsono yang membantu kita untuk mengangkat semua barang belanjaan ini. Oiya, aku akan ke kolam renang dulu." ucap Widuri. "Kolam renang? untuk apa Widuri? Apa kamu ingin berenang?" tanya bik Ningsih. "Tidak, bahkan aku tidak bisa berenang bik. Tetapi tadi mas Arrlo menyuruhku untuk membersihkan kolam renang itu. Jadi sebelum dia pulang kolam ini harus selesai aku bersihkan. Setelah bersih aku akan memasak. kita akan makan bersama nanti," ujar Widuri lagi yang kemudian berjalan ke arah kolam renang yang berada di bagian samping rumahnya. Widuri juga membawa sikat dan pembersih lantai berlumut. "Tapi Widuri, itu bukan tugasmu. ada orang yang bertugas untuk itu dan di gaji oleh tuan." ucap bik Ningsih lagi. Tetapi Widuri tidak menghiraukan perkataan bik Ningsih dan tetap melajukan langkahnya. Ketika Widuri sudah berada di depan kolam renang, Bik ningsih kemudian mengirimi Arlo pesan. ("Apa tuan sedang sibuk?")