Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang
“Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny
“Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past
“Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung
“Kamu harus mau menikah dengannya. Apapun yang terjadi! Dengan menikah dengannya hutang keluarga kita pasti akan terlunasi. Cobalah tunjukkan baktimu pada keluarga ini,” ucap Isma pada anak bungsunya.“Tapi kenapa harus aku Bu? Bahkan aku baru saja lulus sekolah, aku belum pantas untuk menikah Bu. Umurku baru saja genap 18 tahun bulan kemaren. Mengapa bukan Kak Tasya saja, sebentar lagi dia wisuda. Maka yang lebih layak menikah duluan itu kak Tasya bu, lagi pula bukannya hutang keluarga menumpuk karena membiayai kuliah kak Tasya di Fakultas Kedokteran. Aku belum mau menikah Bu. Aku juga ingin kuliah seperti kak Tasya Bu. Ibu lihatkan? bahkan prestasiku lebih bagus dari pada kak Tasya,” ucap Widuri sembari sesegukan di pojok kamarnya.“Widuri kamu tidak pantas berbicara begitu. Jelas kakakmu tidak bisa di samakan dengan kamu! Ibu tidak mau tahu, pokoknya minggu depan kamu harus menikah dengan Arlo!” bentak Isma lagi.“Kenapa Bu? Kenapa dari aku kecil ibu selalu membeda –bedakan aku den
[“Ibu... Ibu... lihat Widuri juara 1 Ibu, dan Widuri juga mendapat gelar juara 1 umum. Lihat Ibu, bahkan Widuri mendapatkan 2 piala sekaligus,” Widuri kecil berlari ke arah Ibu. Namun tidak sedikitpun Isma menoleh, dan ketika Tasya datang kemudian dengan lesu Isma langsung mendekati Tasya.“Ada apa sayang? Mengapa kamu terlihat begitu sedih? Sini duduk. Ayo cerita sama Ibu.” ucap Ibu penuh kasih pada Tasya.“Aku sedih Ibu, aku Cuma dapat juara 2. Aku tidak dapat piala. Aku benar –benar sedih,” ucap Tasya yang mulai meneteskan airmatanya.“Juara 2? Waaah.. anak Ibu pintar, ibu bangga sekali denganmu nak. Untuk sampai ketingkat itu tidaklah mudah, dan kamu sungguh membuat Ibu bangga,” ucap Isma menenangkan Tasya kecil.“Tetapi aku tidak dapat piala seperti Widuri ibu,” ucap Tasya sambil melihat lirih pada Widuri.“Hmmm... apa pentingnya piala. Piala itu hanya sebua benda, dan Ibu bisa membelinya di toko –toko. Tapi buat apa kita beli piala, kan tidak bisa di mainkan. Bagaimana jika Ibu
Tiba –tiba ada sebuah mobil yang berhenti di depan rumah Widuri, membuat perhatiannya sangat terusik. Sebuah mobil hitam yang tampilannya begitu elegan. Setelahnya seorang lelaki keluar dari mobil di ikuti seorang wanita cantik yang ikut keluar dari mobil. Mereka datang dan mendekat ke rumah Widuri.Widuri dengan ragu berjalan ke arah depan pintu menyambut sepasang yang berpenampilan perlente.“Maaf Pak, Buk. Cari siapa ya?” ucap Widuri dengan separoh menunduk. Widuri sedikit minder dengan penampilannya waktu itu. Tampilan kumuhnya terasa mencolok di hadapan dua orang dengan wangi yang segar ini.“Kami ingin mencari Widuri,” ucap wanita yang tangannya selalu menggandeng tangan pria itu.“Wi..widuri? ada apa dengan Widuri? Sa... saya Widuri,” jawabnya dengan sedikit membungkuk dua tangannya saling menggenggam.Wanita perlente kemudian melihat sedikit jijik pada Widuri. Karena penampilan kumuh Widuri. Memakai baju kaus besar dengan warna lusuh di padu dengan rok pisket hitam selutut. Ta
Setelah sepasang suami istri itu pergi. Lagi lagi Isma menampar Widuri. “Sudah untung kamu Ibu besarkan dan sekolahkan. Coba kamu hitung semua biaya yang telah Ibu keluarkan untuk mu, biaya 3 piring nasi sehari, minuman, sewa kamar mu, sekolah, uang jajanmu. Fikirkan itu semua. Dan beginilah caramu membalas itu semua,” ucap Isma sembari mengungkit apa yang telah di berikannya pada Widuri.“Tetapi akukan anak Ibu? Bagaimana bisa Ibu menghitung itu semua. Apa Ibu lupa? Ibu tidak pernah sekalipun memberikan aku uang belanja, jika ayah memberiku sedikit uang Ibu pasti akan segera merampasnya dariku setelah ayah pergi. Dan jika Ibu membicarakan biaya sekolahku, dari SD aku selalu mendapatkan beasiswa. Bahkan Ibu tidak pernah mengeluarkan sepersenpun uang untuk biaya sekolahku. Dan jika ibu memperhitungkan makan, minum serta kamar tempat aku menginap bertahun –tahun, maka sepertinya juga sudah terbalas dengan keringatku menjadi pembantu di rumah ini. Maaf Ibu jika kamu menghitung bahkan aku