Brukkk…….
Retno kaget mendengar pintu depan rumahnya yang di buka dan ditutup secara kasar. Lekas ia bangkit berdiri dari sofa yang ia duduki. Kini ia hanya bisa menghela nafas ketika melihat sang keponakan sedang datang ke arahnya seperti angin tornado. Bahkan Retno belum bisa berkata-kata hingga Mika berdiri didepannya.
“Tante, puas?” Tanya Mika dengan terisak dan berlinang air mata.
Retno hanya menatap Mika dengan kening berkerut karena tidak paham dengan maksud perkataannya.
“Tan, aku bantuin Mas Rio untuk cari kerjaan agar dia bisa tinggal di Jogja dan bisa makan setiap hari. Tapi apa yang aku dapat dari kalian? Mas Rio justru suka sama Tante. Itu semua karena Tante yang hoby godain berondong. Kalo Tante nggak kegatelan nggak mungkin Tante jadi janda!"
Satu detik…
Dua detik…
Tiga detik…
Plak….
Pipi Mika terasa berdenyut denyut setelah sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Reflek ia memegang pipi sebelah kirinya dengan tangan kiri. Ia tatap sang Tante dengan pandangan sengitndan penuh ketidakpercayaan. Tidak ia sangka sang Tante tega mendaratkan sebuah tamparan di pipi mulusnya.
“Tante nggak usah munafik. Aku tau kelakuan Tante di luar rumah seperti apa. Aku selama ini tutup mata sama kelakuan Tante yang suka jajan berondong, ikut pesta sex, bahkan suka threesome. Aku tau semuanya! Dan aku nggak akan biarin Tante ngerusak Mas Rio sampai jadi budak sex Tante seperti pria bayaran Tante yang lainnya.”
Tanpa menunggu Retno menjawab kata-katanya, Mika langsung keluar dari rumah sang Tante untuk pulang menuju ke rumahnya. Sepeninggal Mika, Retno jatuh terduduk di sofa. Jika ia bisa jujur pada hati kecilnya, selama ini ia memiliki ketakutan bila keluarganya tau kelakuannya diluar rumah. Tidak peduli tahun depan ia berusia 40 tahun, tetap saja ia takut dimarahi atau mungkin diceramahi oleh orangtuanya.
***
Seperti biasa Rio sudah sampai dirumah Retno pukul tujuh pagi dan ia langsung melakukan tugasnya. Saat ia masuk ke dalam, asisten rumah tangga Retno yang bernama Susi memanggilnya.
“Mas, Mas Rio sini?” Panggil Susi pada Rio yang membuat Rio berjalan mendekatinya.
“Ada apa Mbak Susi?” tanya Rio saat sampai di dekat Susi.
“Mas, tau nggak, semalam ada perang dunia?"
Rio menghela nafas dan melirik Susi dengan tatapan malas.
“Terakhir dengar cuma Rusia invasi Ukraina aja. Belum dengar ada perang dunia.”
“Ini perang dunia di keluarga ini dan pencetusnya Mas Rio."
Rio shock mendengar perkataan Susi. Tidak perlu menjadi cenayang hanya untuk menebak apa yang terjadi. Pasti Mika telah melabrak sang Tante. Jika sampai Rio dipecat oleh Retno, maka ia harus siap-siap tidur di kolong jembatan. Belum lagi hutangnya yang mulai menggunung di angkringan.
“Terus Tante Retno gimana?”
“Gini nih,” kata Susi kemudian dan plak… sebuah tamparan di pipi Rio membuatnya kaget dan mendelik menatap Susi.
“Lo apa-apan?!" Bentak Rio pada Susi namun ia hanya nyengir seperti tak membuat kesalahan.
“Cuma reka adegan. Nah, apa yang dirasain mas Rio itu, mungkin sebelas dua belas sama Mbak Mika.”
Rio kaget mendengar informasi dari Susi untuk yang kesekian kalinya. Namun Rio tidak mau ikut campur, karena jika ia ikut campur dan Retno memecatnya, maka tamatlah sudah riwayatnya.
Rio menunggu Retno namun sang majikan tidak kunjung turun dari kamarnya. Sudah pukul sepuluh pagi dan Retno tetap masih bersemedi di dalam sana. Sungguh bukan kebiasaan Retno selama Rio bekerja untuknya, karena ia tidak pernah seperti ini.
“Dha-dha, Mas Rio,” Susi mulai melambaikan tangannya dan berjalan melewati Rio.
Arah pandangan Rio mengikuti Susi yang berjalan keluar menuju ke pintu belakang dekat depur.
"Sus," panggil Rio cepat yang membuat Susi berhenti berjalan dan menoleh ke arah Rio.
“Apa lagi sih, Mas Rio?”
“Lo mau kemana?”
“Mudik dong. Kan sudah tiga bulan aku nggak pulang.”
Rio mengernyitkan kening. “Mau mudik kemana?”
Susi tersenyum menggoda kepada Rio. “Mau ikut po piye?”
“Tanya doang.”
“Cuma ke Klaten aja. Aku mudik seminggu, Mas. Selama aku pulang, tidur sini aja. Kan kerjaan aku yang handle Mas Rio.”
Seketika mata Rio membelalak. Jangan sampai Rio harus menjadi alternate Susi dalam urusan dapur. Bukan karena ia tidak bisa memasak, namun Rio mempertanyakan dirinya apakah ia sanggup menghalau napsu birahinya jika melihat Retno seperti ketika di kolam renang saat pertama kali ia masuk ke rumah ini.
“Wah, yang bener aja Lo, Sus.”
“Bener dong, sudah ya, aku duluan. babang ojol sudah didepan rumah. Dha-dha Mas Rio."
Setelah mengatakan itu semua, Susi berlalu dari hadapan Rio. Demi menjaga kesopanannya, Rio mencoba mengirim pesan kepada Retno.
Riosandi Gumilang : Tante Retno, saya sudah dibawah.
Tidak lama setelahnya sebuah balasan dari Retno masuk ke handphone milik Rio.
Retno : Segera naik ke kamar saya dan masuk saja, tidak perlu kamu ketuk pintunya.
Rio harus membaca pesan yang ia terima dari Retno beberapa kali bahkan sampai ia mengucek matanya. Benarkah Retno menyuruhnya untuk memasuki kamar. Hanya dengan perintah Retno saja jantung Rio sudah berdetak lebih cepat daripada sebelumnya. Bahkan ia sedikit gemetaran memikirkan kenapa Retno memintanya untuk naik ke atas. Dengan pikiran dan perasaan yang tidak tau juntrungannya akhirnya Rio bangkit dari kursi yang ia duduki dan segera berjalan menuju tangga.
Di lantai dua kamarnya kini Retno sedang menatap dirinya di cermin. Ia masih merasa sakit hati dengan kata-kata sang keponakan Mika kepadanya semalam. Jangan sebut dirinya sebagai Tri Retno Wahani jika ia tidak akan membalas apa yang dilakukan sang keponakan kepadanya. Karena mengetahui jika Mika menaruh hati kepada Rio, maka Retno akan menggoda Rio dengan segala kharisma yang ia miliki di dirinya. Kini ia sudah menggunakan lingerie seksi tipis berwarna merah dan ia juga sudah menyiapkan wine untuk membuat dirinya dan Rio lebih santai. Dalam dirinya, ia memiliki keinginan bahwa Rio tidak akan bisa lari dari dirinya. Rio akan bucin kepadanya. Tentu saja itu akan membuat Mika sakit hati tidak ketulungan.
Ceklek…..
“Permisi, Tante Rento,” sapa Rio ketika ia memasuki kamar Retno yang terlihat terang benderang dan sangat luas ini.
Mendengar suara Rio, Retno segera menoleh dan keluar dari walk-in closet yang ada di kamarnya.
“Hai, Rio,” sapa Retno sambil bersandar di dinding.
Sungguh, sebenarnya ia cukup malu berperilaku seperti ini, namun rasa sakit hatinya pada Mika membuatnya harus melakukan ini semua. Jika Rio tidak tergoda maka ia adalah pria yang memiliki keteguhan iman atau mungkin ia belok, namun jika Rio tergoda, tentunya itu sudah cukup menjadi jawaban jika ia sama saja dengan laki-laki yang sering Retno temui.
Rio diam mematung dan Retno mengambil kesempatan ini untuk berjalan mendekati Rio yang siang ini menggunakan kemeja lengan panjang flanel yang ia lipat hingga sikunya. Celana jeans panjang membalut tubuh bagian bawahnya dengan sempurna. Sungguh sosok laki-laki muda yang cukup menggairahkan bagi Retno, apalagi wajah Rio yang ah, sanggup membuat inti milik Retno berkedut kedut jika menatapnya terlalu lama.
Saat sampai di hadapan Rio, segera Retno mengangkat kedua tangannya dan ia tempatkan pada rahang Rio yang ditumbuhi oleh jambang tipis-tipis ini. Dengan menelan rasa malunya, ia pindahkan tangannya ke tengkuk belakang Rio dan ia memaksa Rio untuk menunduk.
Cup…
Retno mendaratkan bibirnya pada bibir Rio yang memiliki aroma dan rasa mint segar ini. Rio masih diam mematung, namun Retno sudah mulai bergerilya dengan memainkan bibirnya dan lidahnya di sekitaran bibir dan rahang Rio. Bahkan kini ciuman Retno mulai turun ke leher Rio dan Retno mendengar Rio mendesah serta menggeram di bawah sentuhannya. Ingin menyiksa Rio tanpa ampun, Retno segera membuat kissmark di leher Rio. Awalnya Rio pasrah saja, namun gairah Retno semakin bangkit ketika Rio mulai memegang pingganganya. Retno mengangkat bibirnya dan ia membisikan sebuah kalimat di telinga Rio.
“Kita akan bersenang senang dan lupakan soal status kita saat ini.”
Hanya sebuah kalimat yang membuat Rio menganggukkan kepalanya dan kini kedua tangan Rio ia angkat dari pinggang Retno lalu a gunakan untuk memegang kedua pipi Retno dan memaksanya mendongak.
“Tan, apapun yang Tante mau, aku siap lakuin. Yang penting Tante happy.”
“Buat saya lemas dengan keperkasaan kamu, Rio.”
Kata-kata Retno seolah memberikan ijin kepada Rio untuk mengeksplorasi tubuhnya. Tentu saja Rio tidak akan melewatkan ini semua, karena bayangan Retno sudah menari nari dipikriannya sejak awal ia berkerja disini.
Siang ini Retno akhirnya mendarat di Bandara Radin Inten II bersama keluarga dan teman-teman suaminya. Sejak tadi Retno mencoba menulikan telinganya karena ia masih mendengar keluhan kakak iparnya tentang pilihan penerbangan kelas ekonomi yang harus mereka naiki siang ini dari Jogja ke Lampung."Kita mending sewa private jet aja, Ret kalo kaya gini. Kasian Mama sama Papa harus desak-desakan di kelas ekonomi kaya tadi. Aku enggak tega lihatnya.""Ini cuma penerbangan domestik. Lagipula rugi keluar uang banyak-banyak untuk sewa private jet, Mbak. Mama sama Papa juga happy aja naik kelas ekonomi. Mereka enggak ngeluh sama sekali.""Aku yang bayarin andai kamu mau bilang jauh-jauh hari tentang masalah ini."
Mikha membuka kedua matanya kali ini dan hal pertama yang ia rasakan adalah pusing hebat yang mendera kepalanya. Ia pegang kepalanya dan ia mencoba fokus pada apa yang ada di sekitarnya. Akhirnya Mikha bisa melihat jika sang Tante ada di sofa kamarnya dan sedang tertidur dengan pulas.Tidak mau mengganggu Retno, Mikha mencoba bangun dari atas ranjangnya. Seketika kepalanya menjadi pusing dan ia hampir saja nyungsep jika saja dirinya tidak berhasil memegang tembok. Kini pelan-pelan Mikha mulai berjalan menuju ke kamar mandi. Saat sampai di sana ia segera melakukan apa yang biasa ia lakukan setiap kali bangun tidur.Retno yang sayup-sayup mendengar suara air dihidupkan dari arah dalam kamar mandi segera membuka matanya. Pelan-pelan ia mencoba untuk menegakkan tubuhnya dan ia langsung bangun karena melihat ranjang Mi
"Yang, pokoknya selama aku pergi kamu jaga kesehatan baik-baik. Nanti kita video call kalo aku sudah sampai di kost lagi," ucap Rio sambil mengemudikan mobil istrinya untuk menuju ke bandara.Retno menguap dan setelah menguap, ia hanya menjawab pendek, "Iya, Ri.""Kamu tidur aja hari ini. Beberapa hari ini kamu sudah aku gempur habis-habisan."Retno menganggukkan kepalanya. Tanpa Rio memintanya saja ia sudah tahu bahwa dirinya akan tidur seharian. Nanti setelah bangun ia akan mandi dan menuju ke tempat spa. Badannya terasa remuk redam hingga butuh pijat.Beberapa saat Rio menunggu jawaban Retno namun tidak ada sama sekali. Ketika ia berhasil memarkirkan mobil di parkiran Yogyakarta Internasional Ai
Entah berapa lama Retno tertidur hingga ia akhirnya terbangun kala merasakan remasan pada salah satu gunung kembarnya dari arah belakang tubuhnya. Awalnya Retno berpikir itu hanya sebuah mimpi, namun kala ia membuka matanya, ternyata tangan Rio sudah ada di sana. Tangan Rio benar-benar bergerak dengan begitu lincahnya seakan sudah tahu tugasnya."Ri?" Panggil Retno pelan dengan suara khas orang bangun tidur."Hmm....""Jam berapa sekarang?""Jam dua pagi, Yang." Jawab Rio di dekat telinga Retno. "Yang, dedek udah bangun. Satu ronde, ya?"Retno menghela napas panjang. Andai saja hari ini Rio tidak akan pergi ke Jakarta, pasti ia akan menolaknya. Rasanya
Mengingat besok pagi-pagi buta ia harus mengantarkan Rio ke Yogyakarta Internasional Airport, maka malam ini setelah makan malam di rumahnya untuk pertama kali setelah mereka resmi menjadi suami istri, Retno memilih mengajak Rio untuk segera tidur. Ia benar-benar memiliki hutang jam istirahat yang banyak sejak beberapa hari yang lalu. Bahkan ia sudah memiliki agenda untuk tidur seharian setelah Rio kembali pulang ke Jakarta. Waktu cutinya yang masih tersisa sekitar sepuluh hari lagi tidak akan Retno sia-siakan begitu saja. Ia juga akan menggunakannya untuk mengunjungi salon & spa untuk memijat seluruh tubuhnya setelah tubuhnya di bolak balik oleh Rio selama beberapa hari ini."Yang, apa kamu tega sama aku? milih tidur daripada kita olahraga malam?" Tanya Rio untuk yang kesekian kalinya pada Retno."Besok aku harus n
Untuk pertama kalinya sejak Rio dan Retno menikah, akhirnya mereka merasakan tidur dengan nyenyak tanpa diselingi acara olahraga malam atau pagi. Mungkin karena sejak kemarin mereka menginap di rumah orangtua Retno. Setelah tadi pagi keluarga Reynaldi dan Chandra pulang, maka sore ini Retno juga mengajak Rio untuk pulang ke rumah mereka.Meksipun Hartono dan Yuni melarang mereka, namun Retno tetap bersikukuh untuk pulang. Mengingat besok pagi juga Rio sudah kembali ke Jakarta menggunakan penerbangan paling pagi. Kini setelah Retno berhasil pamit kepada orangtuanya, ia segera masuk ke mobil bersama Rio.Saat mobil sudah meninggalkan halaman rumah Hartono dan Yuni, barulah Retno membuka percakapan kembali dengan suaminya yang sejak berada di rumah orangtuanya lebih banyak diam. Terutama kala berkumpul bersama keluarganya.