Satu bulan Yudis dan Laila menjalani pernikahan. Namun, sampai saat ini keduanya sama sekali tak pernah melakukan hubungan suami istri layaknya pasangan pada umumnya.Bagaimana tidak, Yudis yang memang sengaja setiap hari berangkat ke kantor pagi dan pulang tengah malam. Saat tiba di rumah pun Laila sudah tertidur. Begitu pun dengan hari libur Yudis gunakan untuk bekerja di rumah. Hal itu sengaja ia lakukan untuk menghindari Laila agar tak menyentuhnya.Pernah Laila sengaja terjaga untuk menunggunya pulang. Yudis tahu sang istri sengaja ingin menawarkan diri untuk melakukan ibadah itu. Namun, sebelum Laila mengungkapkan maksudnya dengan cueknya Yudis mengatakan jika dirinya lelah dan mengantuk.Tapi tidak untuk melayani kebutuhan Yudis yang lain, seperti menyiapkan makan dan pakaian, itu pengecualian.Yudis tahu Laila mulai merasa aneh pada sikapnya Yang seperti itu. Ia sering menemukan wajah murung sang istri. Terkadang dirinya merasa bersalah dengan sikapnya itu. Namun, egonya terla
Rasa penasaran membuat Laila memutuskan untuk melangkah keluar kamar. Dari atas ia menemukan mbok Darmi tergopoh-gopoh menyambut wanita yang sepertinya tak asing itu. Apa dirinya pernah bertemu dengan wanita itu? Tapi di mana? Batinnya.Semakin penasaran, Laila pun bergerak menuruni anak tangga satu persatu untuk memastikan. Suara langkah kakinya membuat kedua wanita seusia itu menoleh ke arah Laila. “Kau?” Miranda mengerutkan kening. Kemudian melangkah menghampiri Laila yang masih berdiri di ujung tangga.“Jadi, kau ....” Miranda menjeda ucapannya, kemudian menoleh pada mbok Darmi seolah meminta kepastian.“Iya Nyonya, Nyonya Laila istri tuan muda,” sahut mbok Darmi membenarkan pertanyaan yang tadi sempat majikannya itu tanyakan pada dirinya.Miranda tersenyum, matanya berbinar penuh keharuan menatap Laila yang perlahan mulai mengingat wanita itu.Miranda menyentuh pipi Laila dan berucap. “Beruntung sekali Yudis menikahi gadis baik sepertimu.“Anda ... Wanita yang di taman itu, buka
Di halaman belakang terlihat Laila duduk di kursi santai menghadap kolam renang. Menatap lurus ke arah kolam yang memiliki kedalaman satu meter di depannya. Di sana terlihat seorang pembantu tengah membersihkan kolam begitu telaten. Seperti biasa setiap hari kolam itu akan dibersihkan, karena memang sang majikan sangat menyukai olah raga berenang.Mengingat Yudis, Laila jadi ingat tentang pertengkarannya kemarin di ruang kerja. Dirinya tak pernah menyangka sang suami tega mengatakan perkataan yang menyakitkan dan secara tak langsung mengingatkan siapa dirinya. Hanya seorang gadis biasa yang kebetulan beruntung di pinang oleh pria kaya.Perih kembali menerpa ulu hatinya yang mulai rapuh. Satu titik air mata pun lolos begitu saja di kedua pipinya. Pikiran Laila terus berkecamuk, mempertanyakan perasaan Yudis yang sebenarnya. Apakah pria yang satu bulan menjadi suaminya itu benar-benar mencintainya? Laila menghela napas mencoba menghirup udara di pagi hari. Menutup mata dan merasakan de
Pagi hari setelah keberangkatan Yudis ke kantor, Laila pun mulai sibuk membongkar tempat pakaiannya di walk in closet. Ia meneliti beberapa gaun yang sudah di sediakan suaminya itu semenjak dirinya menginjakkan kaki di rumah ini. Satu pun belum ada yang ia pakai kecuali baju harian. Gaun-gaun yang tergantung di almari itu sangat indah, bahkan Laila tak bisa membayangkan berapa uang yang harus di keluarkan suaminya untuk membeli satu helainya.Namun, bukan itu masalahnya, yang jadi beban pikirannya semalaman adalah sore nanti Laila harus mendampingi Yudis menghadiri acara empat bulanan istrinya Adrian. Ini untuk pertama kalinya gadis berhijab itu diajak oleh sang suami menghadiri acara di luar. Sejak kemarin dirinya masih bingung memilih gaun mana yang cocok digunakannya sore nanti. Ia khawatir salah berdandan dan hanya akan membuat malu Yudis di depan para sahabatnya. Laila ingin bertanya pada sang suami, tapi enggan. Percekcokan antara dirinya dan pria itu pagi kemarin membuat kedua
Setelah berkenalan dengan si pemilik salon, Laila pun diajak melakukan berbagai macam perawatan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Awalnya ia merasa tak nyaman, saat harus membuka hijab. Laila takut ada pria di sini yang melihat auratnya yang sejak remaja dijaga. Namun, petugas salon itu memberitahu dan meyakinkannya jika di sini tak ada karyawan dan pelanggan pria. Mendengar jawaban dari perempuan yang belum ia ketahui namanya itu, Laila pun pasrah dan mulai menikmati.Selesai merawat diri Laila pun diajak Miranda ke butik. Mertuanya itu memilih gaun berwarna salem yang menurutnya sangat cocok dengan kulit Laila.Gaun panjang hingga mata kaki itu membungkus tubuh Laila dengan pas. Berikut hijab dengan warna yang sama, tak lupa perias yang mendandaninya menempelkan bunga di bagian leher bawah telinganya. Memberikan kesan manis dan elegan."Perfect." Miranda tersenyum puas dengan hasilnya."Bagaimana, Ma, Laila enggak pantas, ya, mengenakan gaun ini?" tanya Laila minder. "Enggak, s
Rangkaian acara empat bulanan pun telah selesai dilaksanakan, terakhir ditutup dengan doa yang dibacakan oleh ustad yang memang diundang khusus oleh sang tuan rumah penyelenggara acara ini. Kemudian dilanjut acara makan bersama dengan berbagai menu buatan koki restoran terkenal. Di saat tamu lainnya sibuk mengambil dan menyantap makanan, Laila justru sibuk mengedarkan pandangan ke setiap sudut taman untuk mencari keberadaan Yudis. Jujur dirinya merasa cangung dan bingung tidak ada orang yang ia kenal di sini. Hanya ada Alena yang terkadang datang menghampirinya sebentar kemudian pergi lagi untuk menyapa tamu lainnya.Detik kemudian Laila mendegar suara pria yang memanggil nama suaminya. Ia menoleh ke sumber suara. Lalu mengikuti arah pandang dua pria yang tak asing baginya. Iya, Laila ingat kedua pria itu adalah teman-teman Yudis yang pernah ia lihat di Cafe Radya saat pertemuan pertama mereka.Laila cukup lega melihat keberadaan Yudis yang ternyata tengah duduk di bawah payung gaje
Yudis menyandarkan punggung ke sandaran kursi kebanggaannya sebagai pemilik Prasetya grup. Tangannya mengusap wajah kasar, lantas mengerang frustrasi. Ia merasa sangat kesal, karena sedari tadi tak bisa fokus dengan pekerjaannya. Bayangan di mana saat Yudis mengecup bibir Laila yang terasa manis itu terus berputar di dalam otaknya. Bahkan tadi pagi dirinya terciduk oleh sang istri, saat memperhatikan bagaimana Laila membersihkan bibirnya sendiri dengan lidah usai meneguk susu. Membuat pria itu kembali memikirkan hal yang tidak-tidak. Sial!Netra miliknya bertemu dengan iris hitam Laila. Namun, dengan cepat Yudis mengalihkan pandangannya ke nasi goreng di hadapannya yang tinggal separuh. “Mas Yudis butuh sesuatu?” tanya Laila heran, saat melihat sang suami seperti memperhatikan dirinya.Yudis berdehem seraya mengembalikan kesadarannya, lantas kembali memasang wajah datar untuk menutupi rasa gugupnya, karena ketahuan. “Tidak, lanjutkan saja sarapanmu.”Setelah itu tak ada percakapan
“Mas, Yudis,” panggil Laila ragu-ragu.Perempuan yang sudah tak mengenakan hijab saat di dalam kamar itu berdiri di hadapan Yudis yang duduk di sofa khusus di dalam kamar. Mata pria itu fokus pada layar Ipadnya yang menampilkan gambar grafik.Yudis menoleh pada Laila tanpa ekspresi. “Ada apa?”“E, itu Mama pergi dari kemarin malam.”“Terus?”“E, sampai saat ini mama belum kembali.”“Lantas, apa urusannya denganku?”“Bisakah mas Yudis menghubungi mama dan memintanya pulang?” Laila menatap penuh permohonan pada pria yang menatapnya tajam.Sebenarnya Laila ingin menyampaikan soal kepergian Miranda itu sejak kemarin, akan tetapi ia menunggu waktu yang tepat, saat Yudis sedang tak disibukan dengan pekerjaan kantor. Namun, kenyataannya Yudis tidak pernah bisa lepas dari pekerjaannya di mana pun. Bahkan seperti saat ini, padahal sudah waktunya mengistirahatkan tubuh, ia justru sibuk dengan benda pipih di tangannya itu.Kepergian Miranda Laila ketahui dari mbok Darmi. Wanita tua itu memberit