“Gue mau kalian tetap bersama membina rumah tangga bahagia. Cobalah saling mengerti satu sama lain,” ucap Andin dengan serius sambil menggenggam tangan sahabatnya. “Lo juga tahu, di awal pernikahan gue nggak berjalan dengan mulus, tapi sejak kita saling mengerti dan saling percaya, sekarang gue merasa tenang dan bahagia. Nggak ada manusia yang sempurna, menerima kekurangan dan kelebihan pasangan supaya kita lebih santai menjalani kehidupan dalam berumah tangga.”
Sisil menempelkan telapak tangannya di kening adik iparnya. “Ini beneran si Andin yang ngomong?”
“Si bego!” umpat Andin sembari menoyor kepala sang sahabat yang sudah menjadi kakak iparnya. “Susah payah gue mikir dua hari dua malam buat ngomong serius sama lo, malah diledekin.”
Sisil tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan sahabatnya. “Ngeri ngedenger lo begini. Gue kira lo ketempelan jin islam, om
Sisil menghabiskan waktu di rumah sang sahabat dengan putra kembar sahabatnya itu. Kedua anak itu sangat lucu dan menggemaskan. Mereka anak-anak yang baik dan cerdas. "Tante, Nancy udah tua ya? Dia sering sakit-sakitan," tanya Gara saat melihat kelincinya di dalam kandang saja, sementara yang lain sedang bermain di luar kandang. "Dia lebih tua dari kalian," jawab Sisil sembari tersenyum. "Nancy mengalami kembung, dia sedang nggak nafsu makan, tapi tadi udah diperiksa ke dokter. Nanti juga baikan," ujar Nabil dari arah belakang Sisil. "Kamu masih sempet ngurusin kelinci ini?" tanya Sisil pada sahabat laki-lakinya. Nabil menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Aku udah jatuh cinta sama kelinci-kelinci ini," jawab Nabil sembari mengelus bulu halus kelinci kecil berwarna putih yang merupakan anak Nancy dan Joy. Sisil dan Nabil mengobrol sambil bercanda, mereka sangat akrab. Sehingga, seseorang yang melihatnya dari kejauhan
“Al ….” Sisil mendorong pelan tangan sang suami yang ingin menyuapi es krim ke dalam mulutnya. “Jangan buat aku semakin membencimu,” ucap Sisil pelan seperti orang yang sedang berbisik. Ia tidak mau kalau Bara dan Gara yang duduk di hadapannya mendengar pembicaraan dia dan Aldin.“Aku hanya ingin menyuapimu, itu aja,” balas Aldin tidak kalah pelan dengan Sisil. Tangannya yang memegang satu sendok es krim rasa coklat masih berada di depan mulut Sisil yang membuat gadis mungil itu terpaksa membuka mulut, dan melahap es krim dari sendok suaminya. "Terima kasih udah memberi aku kesempatan kedua."“Om, aku juga mau dong, disuapin kayak Tante cantik,” pinta Bara sembari mencondongkan badannya ke depan meja dan membuka mulutnya lebar-lebar.Aldin terpaksa menyuapi keponakannya itu sampai es krim di tangannya habis. “Yah, punya Om habis.” Aldin sengaja menyuapi B
“Al, alergi debu? Kok aku nggak tahu,” tanya Sisil pada sahabatnya. Ia sama sekali tidak mengetahui kalau sang suami alergi dengan debu.“Bukan alergi yang parah. Dia cuma bersin-bersin tanpa henti kalau menghirup udara yang berdebu, yang tahu juga hanya keluarga aja. Dia nggak mau orang lain tahu, takutnya nanti orang berpikir kalau dia anak yang manja, nggak mau kena debu sedikit pun.”“Tapi, tadi dia nggak ada bersin-bersin,” sahut Sisil sembari mengingat kejadian tadi pagi.“Mungkin dia memakai masker saat bersih-bersih rumah,” jawab Andin sebelum mendekati kedua jagoannya. “Kesayangan Mommy abis dari mana.” Andin berjongkok lalu memeluk kedua jagoan kembarnya.Andin menggandeng tangan kedua anaknya masuk ke dalam rumah. “Kita makan siang dulu ya, nanti boleh main lagi.”Sisil dan sahabatnya berserta dua
Aldin terkejut mendengar reaksi keponakannya. Ternyata kedua keponakannya begitu menyayangi Sisil. Padahal tadi ia sedang bercanda dengan Haidar.“Ya ampun, Sayang, Om cuma bercanda,” sahut Aldin sembari mengacak-acak rambut Gara. “Om nggak mungkin nambah istri lagi. Istri satu aja kewalahan ngadepinnya kalau lagi marah,” imbuhnya dengan pelan sembari melirik sang istri yang duduk di sampingnya.“Sisil merasa lega mendengar ucapan suaminya. Walau sebenarnya ia yakin kalau sang suami hanya bercanda, tapi tetap aja dia merasa cemas kalau laki-laki yang ia cintai itu tidak mengatakannya secara langsung.“Kalau Om bawa Tante yang lain, aku bakal marah sama Om, nggak mau berteman lagi,” ancam Gara kepada om gantengnya.“Iya, bener. Aku juga nggak mau main lagi sama Om ganteng. Kita nggak berteman.” Kini Bara yang menimpali.&
“Nggak usah gombal! Aku kebal dengan gombalan,” ujar Sisil setelah menaruh botol air mineral itu di atas nampan. “Tukang gombal digombalin,” gumam Sisil dengan pelan, tapi masih bisa didengar oleh sang suami.Aldin tersenyum bahagia melihat perubahan sikap istrinya. Walau masih berbicara sedikit kasar, tapi setidaknya ia mau menanggapi ucapannya, tidak mendiamkannya seperti sebelummnya.“Aku masuk dulu,” pamit Sisil pada suaminya. Ia mencoba menyingkirkan egonya, berusaha bersikap baik kepada sang suami. Berharap laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu kembali seperti dulu. Seperti sebelum mereka berselisih paham. Walaupun ia tidak yakin kalau suaminya sudah benar-benar berubah.Aldin mengangguk sembari menyuguhkan senyum termanisnya kepada wanita mungil yang mengisi semua ruang di hatinya. “Terima kasih, My lovely.”Sisil hanya tersenyum menangga
“Bunda, Aldin maksa mau ikut. Padahal aku bilangnya ke dia mau ke pasar,” ucap Sisil dengan pelan seperti sedang berbisik pada mertuanya setelah ia masuk kedalam rumah dan menghampiri sang mertua yang sedang berkumpul di ruang keluarga.Bunda Anin ingin mengajak menantunya ke salon untuk memanjakan diri supaya menantunya itu sedikit melupakan permasalahan rumah tangganya. Ia berharap pernikahan anaknya bisa diselamatkan.Sang bunda melirik kepada putranya. “Kamu mau ikut?” Ia menatap anaknya dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Penampilanmu kayak gini, malu-maluin Bunda aja.” Sang bunda menarik-narik ujung kaus anaknya yang terlihat sangat kusut.Aldin memperhatikan penampilannya sendiri. Ia merapikan kausnya yang terlihat sangat kusut karena tadi ditaruh sembarangan di atas meja. “Walaupun bajuku kusut, tapi aku ‘kan tetap ganteng,” gumamnya yang membuat semua orang
Perubahan sikap Aldin tidak dipercaya begitu saja oleh Sisil, bahkan sang bunda pun tidak mempercayai anaknya itu. Bagaimana bisa dia berubah dalam waktu sehari tanpa ada alasan yang membuat semua orang percaya kalau dia sudah menyadari kekeliruannya.“Kita mau langsung ke pasar, Bun?” tanya Aldin saat mereka sudah berada di dalam mobil dan Aldin siap mengantar kedua wanitanya.“Bunda sama Sisil mau ke salon,” jawab Bunda Anin sembari menahan senyum. Dari dulu anak laki-lakinya itu tidak pernah mau mengantarnya ke salon. Ia takut ditertawakan oleh temannya jika mengantar sang bunda ke tempat perawatan kecantikan itu.“Ke salon?” Aldin menoleh ke belakang di mana ada dua wanita cantik yang dia sayangi. “Tadi kata Sisil mau ke pasar,” lanjutnya sembari melirik istrinya.“Nggak jadi,” jawab Bunda Anin. “Besok pagi aja ke pasarnya. Kalau p
Kedua wanita cantik itu keluar dari mobil bersama-sama. Menantu dan mertua yang sama-sama cantik. Wanita berharga dalam hidup Aldin.Aldin mengekori istri dan bundanya yang berjalan lebih dulu. Ia berjalan sembari melihat ke kiri dan ke kanan khawatir ada orang yang mengenalinya."Al, kamu tunggu di mobil aja!" titah sang bunda kepada putranya. Ia tahu kalau Aldin sebenarnya merasa malu mengantar ke tempat perawatan kecantikan. 'Apa kamu benar-benar udah berubah, Nak, hingga kamu mengesampingkan rasa malu kamu?' Bunda Anin bertanya-tanya dalam hatinya."Nggak apa-apa, Bun, aku ikut ke dalam aja. Lagian aku juga lagi nggak ada kerjaan," sahut Aldin sembari tersenyum.Laki-laki dengan tubuh tegap, rahang tegas, alis tebal dan tatapan yang dingin, berjalan mengekori kedua bidadarinya masuk ke tempat perawatan kecantikan.Aldin menunggu istri dan bundanya di ruang tunggu salon kecantikan itu. Satu jam sudah ia berada di sana, tapi istri dan bundanya be