Aldin dan Bara menyusul Sisil yang sudah berjalan lebih dulu ke ruang makan.
"Om 'kan udah dewasa ya. Itu artinya Om dan Tante bisa mendapatkan adik bayi dong, sama kayak Mommy dan Daddy?" tanya anak laki-laki yang ada dalam gendongan Aldin.
"Iya, Sayang. Makanya kamu jadi anak yang baik supaya Tuhan cepat mengabulkan keinginanmu!" ujar Aldin pada keponakannya yang menggemaskan, tapi terkadang suka menyebalkan.
"Kalau aku jadi anak baik, apa Tuhan akan cepat memberiku adik bayi?" Bara mengalungkan tangannya di leher kakak laki-laki sang mommy.
"Tentu," balas Aldin dengan cepat. "Jadilah anak yang baik, mainannya dibereskan sendiri kalau sudah selesai bermain. Supaya Mommy bangga sama kamu dan memberimu adik bayi secepatnya."
Aldin menjawab setiap pertanyaan keponakannya dengan sangat hati-hati. 'Nih anak banyak tanya, kalau aku salah jawab, bisa bahaya," ucapnya dalam hati.
"Enak aja!" Sisil memukul lengan suaminya dengan keras.Aldin tertawa terbahak-bahak mendengar omelan istrinya. "Aku lemah kalau ada di hadapanmu, Sayang. Kekuatanku lenyap seketika." Aldin memeluk istrinya dari samping."Nggak ada kekuatan aja, sampai bikin aku nggak bisa jalan, apalagi kalau punya kekuatan," gumam Sisil pelan, tapi masih terdengar oleh Aldin."Kamu bisa aja." Aldin semakin erat memeluk istrinya."Lepasin ah!" Sisil melepaskan lengan sang suami yang merangkul bahunya."Al, kok Bunda jadi ngeri ngelihat kamu." Bunda Anin mengedikkan bahunya sembari mendelikkan mata pada sang putra.Kini Sisil yang tertawa mendengar ucapan mertuanya. "Aku juga ngeri, Bun.""Kata Daddy jangan banyak bicara kalau sedang makan," celetuk Gara yang membuat Sisil dan yang lainnya terdiam."Ayo kita makan! Aku udah lapar," kini Bara yang berkomentar. "Kalian berisik sekali," lanjutnya sembari menyuapkan satu sen
"Al ... kamu inget nggak kapan resminya kita jadian?" tanya Sisil pada suaminya.Kerutan di dahi laki-laki itu menandakan kalau ia sedang berpikir keras."Sayang, maaf ya, aku melupakannya," ucap Aldin. "Harusnya kemarin kita merayakan hari jadi kita. Aku benar-benar mengecewakanmu." Aldin memeluk wanita cantik yang duduk di sampingnya.Sisil menoleh pada laki-laki yang memeluknya, ia pun melupakan tanggal bersejarah itu. 'Aku pun lupa,' ucap Sisil dalam hati sembari menahan senyumnya.Sejujurnya ia bertanya seperti itu untuk mengetes laki-laki yang memeluknya, benar-benar suaminya bukan karena sikap Aldin yang sekarang sangat berbeda dengan sikapnya yang dulu."Kenapa kemarin kamu nggak bilang?" tanya Aldin yang semakin erat memeluk istrinya yang membuat sang bunda menggelengkan kepalanya."Sebenarnya aku juga lupa," balas Sisil sembari menyeringai. "Aku cuma mau ngetes kamu aja. Soalnya kamu beda banget sama Aldin y
Aldin memutar kenop pintu kamarnya. Lalu, masuk ke dalam dan menutup pintu itu dengan mendorongnya menggunakan kaki. Tapi, ia kesulitan saat ingin mengunci pintu kamar itu."Sayang, tolong kamu kunci pintunya!" Aldin meminta tolong pada wanita cantik yang ada dalam gendongannya."Nggak usah dikunci, Al." Sisil menolak untuk mengunci pintu kamarnya.Baik Bi Nani ataupun pelayannya yang lain tidak ada yang berani masuk ke dalam kamar itu tanpa seizin yang punya."Kalau nanti ada yang masuk bagaimana?" Aldin bersikeras ingin pintu kamar itu dikunci. "Ada Bara dan Gara kalau sampai dia masuk tanpa ketuk pintu dulu, bagaimana?""Ya udah biarin aja. Emangnya kenapa?" tanya Sisil pada suaminya.Aldin mendudukkan sang istri di tepian tempat tidur. Lalu, ia bersimpuh di hadapan istrinya dengan bertumpu pada lutut. "Yang, kalau nanti malam si Gundul khilaf bagaim
Aldin menggelitiki pinggang Sisil, hingga sang istri tertawa terpingkal-pingkal karena kegelian. “Mulai lagi ya, kamu pikir aku nggak tahu, kamu cuma mau mengalihkan pembicaraan aja ‘kan?”“Ampun, Al,” ucap Sisil sembari tertawa terbahak-bahak. “Iya deh, aku ngaku.”Walaupun Sisil tidak merasa mengatakan semua itu, tapi ia harus mengakuinya supaya Aldin berhenti menggelitikinya. Akhirnya Aldin melepaskan sang istri, lalu memeluknya dengan sangat erat. “Lain kali aku rekam kalau kita sedang bercinta,” bisik Aldin di telinga istrinya. “Supaya kamu nggak bisa mengelak lagi.”Sisil memukul bahu suaminya dengan sangat keras. “Gila kamu, Al.” Sisil benar-benar marah dengan ucapan sang suami. Padahal Aldin hanya bercanda, berbicara seperti itu supaya sang istri percaya dengan ucapannya.“Aku
Sisil memiringkan tubuhnya menghadap sang suami. “Sejak kapan kamu di situ?” tanya wanita cantik yang menyelimuti seluruh tubuhnya dengan rapat.“Barusan, jawab Aldin dengan santainya. Lalu, masuk ke dalam selimut yang dipakai sang istri.Aldin memeluk istrinya dengan sangat erat. “Aku mencintaimu, Sayang.”“Al, lo mau matiin gue?” protes Sisil pada sang suami yang memeluk tubuh kecilnya dengan sangat erat, hingga ia merasa tidak nyaman.“Kamu bilang apa? Coba sekali lagi!” Aldin bangun dari tidurnya, lalu menindih tubuh sang istri. Ia berdiri di atas tubuh Sisil dengan bertumpu pada lututnya.Sisil bingung apa ada yang salah dengan ucapannya. Ia tampak berpikir keras mengingat semuanya. Setelah ia sadar dengan kesalahannya, wanita cantik itu segera meminta maaf pada sang suami.“Maaf, Al,” ucap Sisil sembari menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih. “Aku lup
Sisil menggelinjangkan tubuhnya sembari mengeluarkan desahan-desahan manja dari mulut mungilnya saat Aldin menyesapi puncak bukit kenikmatan sang istri.Tangan Aldin mulai melucuti kain yang tersisa yang masih menutupi daerah kenikmatan sang istri. Laki-laki itu mulai menciumi perut, lalu merambat hingga ke bawah perut istrinya.Aldin membuka lebar kaki istrinya, kemudian menyusupkan kepalanya di antara paha sang istri. Bibirnya mulai menciumi daerah terlarang yang gundul itu karena Sisil rajin membersihkan semak-semak di sekitar daerah terlarangnya.Wanita cantik itu memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya saat lidah Aldin bermain di dalam liang daerah terlarang sang istri. Laki-laki yang sangat menjaga kebersihan itu tidak merasa jijik saat menyesapi daerah terlarang yang sudah basah itu.“Al ….” Sisil menggelinjangkan tubuhnya saat Aldin dengan rakusnya menyesapi daerah gundul itu.Tangan Sisil mencengkram dengan kuat
“Al, kamu bisa membantuku? Aku mau ke kamar mandi,” ucap wanita cantik yang menutupi tubuh polosnya dengan selimut.“Tentu dong, Sayang.” Aldin turun dari tempat tidur, berjalan ke sisi ranjang lainnya untuk membopong sang istri.Tubuh laki-laki itu masih polos tanpa ada benang sehelai pun di tubuhnya. Ia berjalan dengan santainya mendekati sang istri.“Astaga! Al, kamu pake celana kolor dulu ke,” protes Sisil. “Ini orang nggak ada malunya sama sekali,” cibir wanita cantik bertubuh mungil itu kepada suaminya.Bukannya memakai boxernya, tapi Aldin malah tertawa terbahak-bahak melihat wajah Sisil yang merona.“Memangnya kenapa? Di sini ‘kan cuma ada kita berdua, kenapa harus malu.” Aldin menyingkap selimut yang menutupi tubuh istrinya. Lalu, membopong dan membawanya ke kamar mandi.Sisil membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami karena malu pada dirinya sendiri karena merek
Aldin menoleh ke belakang memerhatikan sang istri yang naik ke tempat tidur. Ia pun merapikan alat pengering rambut milik istrinya, lalu menaruhnya di laci meja rias. Laki-laki itu bangun dan berdiri, menghampiri sang istri yang sudah berbaring di tempat tidur.“Sayang, kenapa kamu malah tidur? Katanya mau ngeringin rambut aku.” Aldin naik ke tempat tidur, lalu memeluk istrinya dan menciumi tengkuk sang istri.“Aku nggak mau ngeringin rambut bawahmu,” jawab Sisil dengan ketus. “Kaya kurang kerjaan aja,” imbuhnya.“Ya ampun, Sayang, aku cuma bercanda,” ucapnya. “Ntar si Gundul kepanasan jadi menciut,” kata Aldin sembari terkekeh.Sebenarnya Aldin hanya bercanda menyuruh sang istri untuk mengeringkan rambut bawahnya juga, tapi sang istri menganggapnya serius.Sisil memiringkan tubuhnya menghadap sang suami. “Aku kira beneran, aku udah ngebayangin ngebolak-balik si Gundul,” ucap S