Share

8. Kedatangan Rangga

Seperti biasa setelah selesai mengaji, Inayah dan Erni hanya duduk-duduk santai di ruang tengah. Tidak lama kemudian, datang Fatimah dengan membawa tiga gelas teh hangat dan makanan ringan.

Mereka bertiga menikmati malam dengan berkumpul di rumah saja, tidak ada pekerjaan yang lain untuk malam itu. Karena saat ini, Inayah sudah tidak mau lagi keluar rumah terkecuali menyangkut masalah pekerjaan atau bisnis yang sedang ia jalani bersama Erni.

Di antara mereka bertiga tidak ada batasan-batasan tertentu, tidak ada istilah bawahan atau atasan. Erni dan Fatimah sudah Inayah anggap sebagai kakaknya sendiri, mereka banyak membantu dalam hal pekerjaan dan bimbingan akhlak yang baik untuknya.

Di saat mereka sedang berbincang, terdengar suara ponsel berdering tanda panggilan masuk.

“Ada panggilan telepon masuk, Nay!” ucap Erni memberi tahukan Inayah.

“Angkat saja, Teh!” jawab Inayah meminta Erni untuk menerima panggilan telepon tersebut.

Erni hanya mengangguk dan segera menerima panggilan masuk tersebut.

“Dari Rangga, Nay,” bisik Erni sambil tersenyum menatap wajah Inayah.

Mendengar hal itu, Inayah tampak semringah. “Sini, Teh!” pintanya seraya meraih ponsel dari tangan Erni.

“Assalamu'alaikum. Ada apa, Ga?” tanya Inayah lirih.

"Wa'alaikum salam, Nay," jawab Rangga. "Besok aku mau main ke rumah kamu boleh, 'kan?” sambungnya lirih.

“Boleh sih, tapi jangan pagi! Soalnya kalau pagi aku banyak kerjaan!" jawab Inayah lirih.

“Jam tiga sore, Nay. Bisa, 'kan?” tanya Rangga lagi.

“Insya Allah bisa,” jawab Inayah.

“Ya, sudah. Terima kasih ya, Nay. Assalamu'alaikum,” pungkas Rangga mengakhiri panggilannya dengan sebuah kalimat salam.

“Wa'alaikum salam” jawab Inayah.

Inayah kembali meletakan ponselnya di atas meja dan fokus kembali ke laptop, karena masih ada beberapa pekerjaan yang belum ia selesaikan.

“Rangga yang tadi siang itu ya, Nay?” tanya Erni menatap wajah Inayah yang tampak berseri itu.

“Iya, Teh” jawab Inayah dengan senyuman manis melekat di bibirnya.

“Dugaan Teteh sih, Rangga itu naksir sama kamu, Nay. Terlihat dari tatapan matanya!” seloroh Erni menduga-duga.

“Ah, Teteh. Sok tahu!” sanggah Inayah tersenyum-senyum.

Erni terus menggoda Inayah dengan gurauan-gurauannya. Inayah hanya diam saja, ia tetap fokus pada laptop yang ada di pangkuannya itu.

Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah memasuki waktu Isya. Mereka bertiga langsung melaksanakan berjamaah Salat Isya di Musala yang ada di dalam rumah tersebut.

Usai salat Inayah langsung masuk ke dalam kamar. Sementara Erni dan Fatimah masih bertahan di ruang tengah, mereka masih duduk santai menonton acara televisi kegemaran mereka.

Di dalam kamar, Inayah hanya melihat-lihat fashion terbaru dari desainer terkemuka, melalui unggahan mereka di internet.

Beberapa jam kemudian, rasa ngantuk pun mulai melanda, saat Inayah baru saja memejamkan mata. Tiba-tiba, ponselnya berdering, tanda ada pesan yang masuk, Inayah meraih ponsel yang diletakan di atas meja kamarnya, dan langsung membuka pesan masuk tersebut.

Ternyata pesan itu dari Rangga. [Selamat malam, Nay. Maaf aku mengganggu waktu istirahatmu, malam ini aku ingat kamu terus. Entah kenapa dalam pikiranku tumbuh rasa rindu kepadamu. Kamu sekarang sudah berubah menjadi gadis Muslimah, jujur aku suka penampilan baru kamu, Nay!] tulis Rangga.

Inayah hanya tersenyum-senyum sambil membaca pesan dari Rangga di ponselnya. Inayah tidak meresponnya dan tidak membalas pesan tersebut, karena dia paham dengan sifat Rangga.

Sewaktu masih duduk di bangku SMA, Rangga sangat terkenal sebagai pria playboy. Jadi, apa pun yang ia tulis dalam pesan tersebut, Inayah tidak menanggapinya dengan sungguh-sungguh.

"Dari dulu, Rangga itu senangnya bercanda saja," gumam Inayah tersenyum-senyum sendiri.

Inayah kembali meletakan ponselnya di atas meja dan segera membenamkan tubuh di dalam selimut besar yang ada di tempat tidurnya.

Esok paginya ....

Usai melaksanakan Salat Subuh, Inayah hanya duduk-duduk santai di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi susu yang dibuatkan oleh Fatimah. Tidak lama kemudian Erni keluar dan melangkah menghampirinya.

“Nay, jam sembilan Teteh mau ke butik,” kata Erni duduk di hadapan Inayah.

“Kenapa harus ke butik? 'Kan, sudah ada Riska di sana. Ngapain repot-repot, cukup video call saja, Teh!” balas Inayah lirih.

“Masya Allah! Terus Teteh kerjanya kapan, Nay?” protes Erni.

"Kerjaan Teh Erni. Cukup mengikuti aku saja, ke mana pun aku pergi!" tandas Inayah dengan tersenyum-senyum.

“Iya, adikku yang cantik," jawab Erni sedikit mencubit pipi Inayah.

"Harusnya Teteh ini punya ilmu silat," kata Inayah bergurau.

"Maksud kamu, Teteh ini harus merangkap menjadi bodyguard kamu?" tanya Erni mengerutkan keningnya.

"Iya, Teh," jawab Inayah tersenyum lebar.

***

Pukul tiga sore, Rangga datang berkunjung ke kediaman Inayah, seperti yang ia janjikan dalam perbincangannya dengan Inayah melalui sambungan telepon tadi malam.

“Assalamu'alaikum,” ucap Rangga lirih, berdiri di beranda rumah tersebut.

“Wa'alaikum salam,” jawab Inayah yang kebetulan saat itu sedang berada di teras rumah.

“Silakan duduk, Ga!" sambut Inayah menambahkan. Raut wajahnya tampak semringah dan merasa senang dengan kedatangan pria tampan itu. Ia langsung bangkit dan tersenyum ke arah Rangga yang baru tiba itu.

“Iya, Nay. Terima kasih,” jawab Rangga balas melontar senyum ke arah Inayah, kemudian langsung duduk di hadapan Inayah.

“Teh, sini dulu!” panggil Inayah mengarah kepada Fatimah yang saat itu sedang mencuci mobilnya Erni.

“Iya, Neng,” jawab Fatimah bergegas menghampiri.

“Maaf, Teh. Tolong buatkan kopi hitam satu!” pinta Inayah lirih.

“Baik, Neng,” jawab Fatimah melangkah masuk ke dalam rumah, hendak membuatkan kopi untuk Rangga.

“Teh Erni, ke sini. Katanya mau kenalan!” teriak Inayah memanggil Erni yang sedang meneruskan pekerjaan Fatimah mencuci mobilnya sendiri.

“Nanti saja, tanggung!” jawab Erni sedikit menoleh ke arah Inayah yang sedang duduk di teras bersama Rangga.

Beberapa menit kemudian, Fatimah datang dengan membawa secangkir kopi hitam dan langsung meletakkan cangkir itu di atas meja tepat di hadapan Rangga.

“Silakan, Den!" ucap Fatimah dengan ramah tersenyum ke arah Rangga.

“Iya, Teh. Terima kasih,” jawab Rangga balas melontarkan senyum.

Rangga tampak semringah dan tersenyum-senyum sendiri saat menatap wajah cantik Inayah, entah apa yang ia pikirkan? Inayah hanya diam tidak mempedulikan sikap Rangga.

“Nay, maafkan aku, yah!” ucap Rangga lirih.

“Maaf kenapa, Ga? Memangnya kamu punya salah sama aku?” tanya Inayah terheran-heran sambil mengerutkan kening.

“Waktu SMA, aku sering usilin kamu, Nay,” jawab Rangga mengakui perbuatan buruknya di masa lalu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status