Share

9. Pria Terbaik dalam Islam

Inayah hanya diam menyimak apa yang diutarakan oleh Rangga. Kemudian Rangga mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, benda kecil berupa tasbih kayu berwarna hitam mengkilat.

“Ini buat kamu, Nay!” kata Rangga menyerahkan tasbih itu kepada Inayah.

“Masya Allah! Terima kasih, Ga,” jawab Inayah meraih tasbih dari tangan Rangga.

Inayah tampak terharu dengan hadiah yang diberikan oleh Rangga. Jarang sekali, seorang anak di zaman sekarang yang memberikan hadiah yang berkaitan dengan ibadah.

“Aku ingin berubah seperti kamu, Nay. Tolong bantu bimbing aku!” ucap Rangga lirih.

"Subhanallah!" bisik Inayah dalam hati.

Ia menghela napas dalam-dalam, sejatinya Inayah merasa kaget dan terharu dengan kalimat yang diucapkan Rangga saat itu.

Tentu sangat bertolak belakang dengan sikap Rangga yang selama ini dikenal sebagai seorang pemuda iseng, gemar hura-hura, dan selalu jahat kepada teman.

Oleh sebab itu, Inayah masih ragu dengan kalimat-kalimat yang telah diucapkan oleh Rangga. Namun, Inayah tetap bersikap bijak dan positif dalam menanggapinya.

'Semoga saja, Rangga benar-benar ingin merubah kehidupannya supaya lebih baik lagi dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini menyelimuti kehidupannya,' bisik Inayah dalam hati penuh dengan pengharapan.

“Tasbih ini akan menjadi saksi, atas ucapan-ucapanku ini Nay," kata Rangga sembari menghela napas dalam. "Simpan baik-baik ya Nay! Besok aku akan ke Purwakarta untuk belajar agama di sebuah pesantren yang dekat rumah pamanku!” sambung Rangga, tampak jelas dua bola matanya berkaca-kaca.

Inayah tersenyum lebar memandang wajah Rangga, kemudian berkata, "Asal kamu konsisten dan mempunyai niat yang sungguh-sungguh. Insya Allah! Dalam waktu singkat kamu akan berubah, dan mendapatkan ilmu agama sesuai keinginan kamu, Ga!" tandas Inayah penuh dukungan.

"Iya, Nay. Aku ingin membersihkan jiwa ini dari kotoran dosa masa laluku," desis Rangga suaranya terdengar berat, tanpa terasa air matanya menetes.

Seakan-akan pikiran Rangga kembali ke masa lalu yang ia jalani dengan penuh kemaksiatan.

Inayah hanya diam, terharu mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Rangga. Bagaikan sebuah mimpi, Rangga yang dulu Inayah kenal sebagai sosok pemuda yang arogan sombong dan usil, kini menangis di hadapannya menyesali segala keangkuhan dan kesombongannya.

'Semoga saja Rangga benar-benar mendapatkan hidayah dari Allah,' kata Inayah dalam hati, penuh harap agar Rangga bisa hijrah mengikuti jejaknya.

Saat itu, Rangga sudah bertekad hendak meninggalkan semua yang sudah menjadi kebiasaannya, hanya untuk memperdalam ilmu agama.

"Semoga Allah melapangkan niat baik kamu, Ga," ucap Inayah tersenyum memandang wajah Rangga.

"Insya Allah. Kamu doakan saja, supaya aku tetap istiqamah!" jawab Rangga tersenyum lebar memandang wajah Inayah.

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dihendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman,” (QS. Al An’am [6]:125). 

Setelah menyerahkan tasbih kepada Inayah, Rangga langsung pamit dan berlalu dari hadapan Inayah.

Inayah terus berdiri menatap laju mobil warna putih yang dikemudikan oleh Rangga, perlahan melaju keluar dari halaman rumah mewah tersebut. Setelah itu, Inayah melangkah masuk ke dalam rumah.

Rangga berusaha mengambil sikap dan mencoba menempuh jalan hidup yang baru, semua itu mengingatkan Inayah kepada masa lalunya. Di mana Inayah pernah mengalami hal serupa seperti yang sekarang dialami oleh Rangga sahabatnya itu.

Malam harinya, Rangga kembali menelepon Inayah, ia memberi tahukan kepada Inayah bahwa besok pagi dirinya akan langsung berangkat ke Purwakarta. Inayah sebagai sahabat selalu berdoa untuk kebaikan Rangga.

"Semoga apa yang Rangga niatkan menjadi satu amalan kebaikan dan semakin dipermudahkan dalam menggapai hidayah Allah," ucap Inayah lirih.

Setelah itu, ia langsung bangkit dan segera melaksanakan Salat Isya berjamaah bersama Fatimah.

Di kediamannya, malam itu Inayah hanya berdua saja dengan Fatimah . Sementara Erni sedang pergi ke Rangkasbitung mengantarkan Riska pulang, karena orang tua Riska mengalami sakit keras dan sedang dirawat di rumah sakit.

“Maaf, Teh, boleh aku tanya sesuatu?” desis Inayah lirih mengawali pembicaraan.

“Silakan, Neng! Mau tanya tentang apa?” jawab Fatimah tersenyum menatap Inayah.

“Aku mau tanya tentang masalah jodoh yang baik, pria seperti apakah yang harus kita jadikan calon imam atau suami?" kata Inayah mengajukan pertanyaan kepada Fatimah yang duduk di sampingnya.

Kemudian, Fatimah menjawab lirih dan secara rinci pertanyaan yang diajukan oleh Inayah.

“Dalam pernikahan tidak hanya mengandalkan cinta saja. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan pilihan."

Fatimah terdiam sejenak, kemudian melanjutkan kembali perkataannya, "Pada dasarnya, tidak hanya pria yang memiliki impian untuk mempunyai istri yang baik ketika menikah nanti. Setiap wanita pun juga pasti memiliki impian yang sama, yaitu mempunyai suami yang baik ketika kelak menikah,” imbuh Fatimah menuturkan.

“Terus tipe pria yang seperti apakah yang menurut Agama Islam bisa dijadikan sebagai suami yang baik, Teh?” tanya Inayah lagi, pandangannya terus terarah ke wajah Fatimah.

“Yang pertama adalah pria yang beragama Islam. Kedua pria yang taat dalam beragama, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi Muhammmad SAW yang artinya, “Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya, hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)

Kriteria yang ketiga adalah, seorang laki-laki yang senantiasa menjauhkan dirinya dari kemaksiatan. Karena apabila seseorang mendekati kemaksiatan maka biasanya orang tersebut akan cenderung melakukan kemaksiatan.

Oleh karena itu alangkah lebih baik bila seorang muslim menjauhi kemaksiatan. Seperti yang tertera pada firman Allah SWT yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah atas perintah Allah kepada mereka dan selalu taat pada apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahriim: 6).

Kriteria yang keempat adalah seorang laki-laki yang berasal dari keluarga baik-baik. Bukan hanya laki-laki yang menginginkan hal itu, namun seorang wanita pun pastilah menginginkan hal tersebut.

Lingkungan keluarga biasanya akan mencerminkan bagaimana kepribadian seseorang. Oleh karena itu sebelum memilih laki-laki cobalah untuk mengetahui bagaimana kehidupan keluarganya atau kamu bisa mencoba untuk mengakrabkan diri dengan keluarganya terlebih dahulu.

Kriteria yang ke lima adalah seorang laki-laki yang taat dan santun kepada kedua orang tua. Karena hal ini bisa menunjukkan bagaimana nantinya kepribadian seorang laki-laki setelah berumah tangga denganmu. Apabila iya taat dan santun kepada kedua orang tuanya khususnya ibunya maka dapat di pastikan bahwa laki-laki tersebut akan menghormatimu dan menyayangimu seperti ibunya sendiri. Seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi Muhammmad SAW yang artinya :

“Dari Mu’awiyah bin Jahimah, sesungguhnya Jahimah berkata: “Saya datang kepada Nabi SAW untuk meminta izin kepada beliau guna pergi berjihad, namun Nabi SAW bertanya:

Apakah kamu masih punya Ibu-Bapak (yang tidak bisa mengurus dirinya)?”. Saya menjawab: “Masih” Beliau bersabda: “Uruslah mereka, karena surga ada di bawah telapak kaki mereka.”” (H.R. Thabarani, adapun ini adalah hadits Hasan (baik).

“Dari Ibnu Umar RA, ujarnya: “Rasulullah SAW bersabda: “Berbaktilah kepada orang tua kalian, niscaya kelak anak-anak kalian berbakti kepada kalian; dan periharalah kehormatan (istri-istri orang), niscaya kehormatan istri-istri kalian terpelihara.”” (H.R. Thabarani, adapun ini adalah hadits Hasan).

Kriteria yang keenam adalah seorang laki-laki yang mandiri dalam ekonomi. Maksud dari mandiri dalam berekonomi adalah seorang laki-laki yang sudah memiliki penghasilan sendiri.

Kriteria yang ke tujuh adalah seorang laki-laki berjiwa pemimpin. Seperti yang di syariatkan dalam Islam bahwa seorang insan harus bisa menjadi seorang khalifah minimal untuk dirinya sendiri. Sama halnya dalam berumah tangga.

Kriteria yang ke delapan adalah memiliki tanggung jawab.

Kriteria yang ke sembilan adalah seorang laki-laki yang berperilaku lemah lembut. Karena bagaimana pun kodrat seorang wanita selalu ingin diperhatikan dan di manja oleh seorang laki-laki yang ia cintai.

Kriteria yang kesepuluh adalah laki-laki yang suka berketurunan dan subur. Setiap mahkluk hidup pastilah berkeinginan untuk memiliki keturunan dan dengan memiliki keturunan maka hubungan keluarga akan terus terjalin.

Sebenarnya inilah yang membedakan Islam dengan agama lainnya. Dalam Islam diwajibkan untuk menikah dan bercampur apabila sudah waktunya sedangkan di agama lain membebaskan umatnya untuk tanpa pasangan dan tanpa keturunan sekalipun," ujar Fatimah menjawab pertanyaan Inayah secara detail.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status