Share

Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh
Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh
Penulis: Mansur Rabbani

Hana Sudah Tak Perawan

"Astagfirullah, kenapa Hana sudah tak perawan?!" teriak hatiku.

Aku sudah sering merasakan indahnya bersama wanita dalam peraduan. Berbagai jenis status mereka kuarumi. Tidak hanya satu dua, lusinan sudah kudekap. Ya, aku adalah seorang pejant*n tangguh.

Kulakukan semua kegilaan itu bukan hanya sebagai pemuas diri. Lebih dari itu, aktifivitas kebinatangan itu kujadikan sebagai pekerjaan yang menghasilkan cuan. 

Sejak kuliah semester lima, aku mulai berkelana. Media sosial sangat membantu menghubungkanku dengan 'pasien' yang membutuhkan. 

Cuan bayaran dari para clien-ku yang kebanyakan adalah wanita sosialita, sangat besar. Hal itulah yang membuatku ketagihan bukan kepalang. Kugunakan penghasilanku itu untuk biaya kuliah dan sebagian kubelikan aset. 

Tapi itu dulu, kawan. Tiga tahun lalu.

Selama satu tahun penuh aku berkubang dalam dunia hitam penuh 'kenikmatan' yang ternyata menyiksaku belakangan waktu kemudian.

Akhirnya pertobatan itu terjadi. Berkat jasa seorang Ustaz kampung yang menemukanku dalam keadaan tak sadarkan diri di tepi jalan karena dikeroyok orang-orang bayaran. 

Selama dua tahun aku berjuang untuk tidak kembali lagi ke dunia gelap itu, walau tentu tak semudah yang dibayangkan. Jalan kembali tak selalu mulus, ada saja aral dan godaan yang menghampiri. 

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan "kami telah beriman," dan mereka tidak diuji? 

Ayat kedua surat Al Ankabut tersebut selalu diingatkan Ustaz Hasanudin kepadaku untuk menjaga keistikamahanku dalam jalan taubat ini. Hal itu tanpa bosan beliau utarakan, terutama ketika aku dalam keadaan futur alias galau dengan berbagai kondisi yang memerosotkan keimanan dalam jiwaku. 

Siang tadi aku mengucapkan akad nikah di depan penghulu. Anak Ustaz Hasan yang bernama Raihana Salsabila kunikahi tanpa hambatan. Gadis berhijab dan berkulit putih dengan hidung bangir dan perawakan sedang, tidak tinggi tidak juga pendek. 

Seberuntung inilah aku, bisa mendapatkan bidadari yang baik hati nan cantik jelita dan pastinya berbudi. Dengan balutan kecerdasan yang tinggi, karena dia adalah salah satu lulusan terbaik di tempat kuliahnya dengan predikat Cumlaud, Hana, biasa ia dipanggil, menjadi semakin sempurna di mataku, apalagi ia mengatakan sudah sangat siap untuk menjadi seorang istri ketika sesi ta'aruf kami lakukan. 

Selain itu, motivasinya ingin membahagiakan Abah dan Umi, membuat Hana insya Allah akan menjadi istri yang baik yang akan memberikan kebahagiaan, selain kepadaku, juga kepada Abah dan Uminya dengan kehadiran cucu kelak jika Hana dan aku mendapat amanah anak dari Allah SWT. 

Namun ..., malam ini anganku ambyar total, ketika kurenggut dengan halus mahkota wanita kalem yang kini sudah sah menjadi istri, mataku membola sendiri. Ternyata Hana sudah pernah dibobol orang. Hana sudah tak perawan lagi. Asli, sudah robek sesuatu yang harusnya masih tersegel. 

Bagiku, tak perlu waktu lama untuk bisa memastikan jika istriku itu sudah tak virgin, karena pengalamanku selama setahun penuh, mampu menajamkan kepekaan akan status Hana. 

Batinku marah. Ingin rasanya aku menghentikan aktivitas malam pertama ini. Ingin kucengkram istriku dan mengorek mulutnya agar mau mengaku, dengan siapa ia sudah melakukan hubungan terlarang itu. 

Ya Allah, apa yang harus kulakukan. Memang dahulu aku adalah pendosa, dan tak pernah merasa berdosa dengan pekerjaan hitam pekat itu, namun, kenyataan bahwa Hana tak perawan lagi seperti ini, tak mampu membuatku maklum. Aku cemburu ya Allah.  Aku tak rela dikhianati. 

Seharusnya Hana berterus terang sebelum akad nikah itu berlangsung, juga ayah ibunya. 

Namun, mengingat Ustaz Hasan sangat berjasa dalam kehidupanku, tak kuasa aku menyalurkan kegelisahan ini. Sebisa mungkin aku harus menjaga nama baik mertuaku itu.

Kutuntaskan malam pertamaku bersama Hana. Terlihat wanita cantik itu sangat bahagia. Jelas saja, aku kan sang pejant*n, pengalamanku yang tak pernah mengecewakan, tentu sangat Hana nikmati. Tak lama kemudian dia terlelap. 

Kutatap wajah cantik itu. Memang tampak polos. Namun, kekesalanku tak mudah sirna, apalagi harus memakluminya. Sepanjang malam aku tak bisa tidur, memikirkan bagaimana cara yang paling tepat untuk mengorek perihal kegelisahanku akan Hana dan agar tak salah langkah nantinya. 

Kalian jangan menyangsikan firasatku tentang status keperawanan Hana, sudah aku periksa semua sisi tempat tidur dan selimut, tak ada sepercikpun darah keperawanan itu. Walau hal itu sebagian saja tandanya, dan tak jarang juga wanita tanpa bercak darah yang masih perawan. Oke, percaya ya! 

***

"Mas, kok kamu terlihat lelah, matamu merah begitu. Semalam kamu tidak tidur ya?" Pukul 04:00 Hana bangun dan memergokiku sedang merokok di samping jendela. 

"Aku enggak bisa tidur, Han."

"Kenapa, kamu sedang memikirkan sesuatu ya?"

Bagaimana ini, apakah aku harus mengintrogasi istriku sekarang juga. Lalu bagaimana kalau Hana justru malah bersedih dan menangis, apa kata mertuaku nanti jika mereka mendengar putrinya menangis di malam pertama pernikahannya. 

"Ah, enggak kok, Han. Aku hanya kangen kampung saja. Suasana di sini mengingatkan aku pada kampung halaman." Berbohong di saat seperti ini mungkin tepat kulakukan, walau sebenarnya di kampung Setu Bekasi ini sangat mirip dengan suasana kampungku di Purwokerto sana.

Kulirik istriku manggut-manggut dengan mulut terbuka, kemudian ia bergegas ke kamar mandi. 

Kulanjutkan membengongkan diri, hingga tiga batang rokok sudah kuhabiskan. Keraguan masih menyelimuti hatiku, apakah harus segera menanyakan langsung kepada Hana atau mencari informasi sendiri kemudian hari. 

Oke deh, nanti saja, lebih baik aku mandi dan bersiap sholat subuh. 

Seusai sholat berjamaah bersama Hana, entah kenapa rasa cemburu dan tak terima itu muncul lagi. Sepertinya ini waktu yang tepat, namun aku harus berhati-hati sekali. 

"Hana," sapaku pelan. 

"Iya, Mas." Hana tersenyum sangat manis, membuatku berdebar karena bercampurnya antara rasa sayang dan kesal. 

"Mas mau bertanya sesuatu, boleh?" Kutatap matanya dengan sedikit menaikkan alis. 

"Boleh, Mas mau tanya apa?" ucapnya dengan senyuman yang menggetarkan siapa saja yang melihatnya. 

Ya Allah, betapa kau sangat baik dengan karunia istri secantik ini. Namun, kenapa dia sudah tak perawan, harusnya dia jujur sebelum ini. 

"Mas!" suara Hana membuyarkan lamunan. 

"Mas mau bertanya apa?"

"Mmmhhh..."

Tiba-tiba pintu ada yang mengetuk dan suara wanita memanggil Hana. 

"Han, ajak suamimu sarapan sana!"

"Iya, Umi."

"Nanti kita lanjutkan lagi ya, Mas, ngobrolnya setelah sarapan!"

Aku hanya mengangguk dan berusaha mengatur nafas agar ketenangan bisa hadir.

Bersambung. 

Mohon kritik sarannya ya kak.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mansur Rabbani
Yuk mampir
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status