Share

Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh
Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh
Penulis: Mansur Rabbani

Hana Sudah Tak Perawan

Penulis: Mansur Rabbani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-19 07:01:44

"Astagfirullah, kenapa Hana sudah tak perawan?!" teriak hatiku.

Aku sudah sering merasakan indahnya bersama wanita dalam peraduan. Berbagai jenis status mereka kuarumi. Tidak hanya satu dua, lusinan sudah kudekap. Ya, aku adalah seorang pejant*n tangguh.

Kulakukan semua kegilaan itu bukan hanya sebagai pemuas diri. Lebih dari itu, aktifivitas kebinatangan itu kujadikan sebagai pekerjaan yang menghasilkan cuan. 

Sejak kuliah semester lima, aku mulai berkelana. Media sosial sangat membantu menghubungkanku dengan 'pasien' yang membutuhkan. 

Cuan bayaran dari para clien-ku yang kebanyakan adalah wanita sosialita, sangat besar. Hal itulah yang membuatku ketagihan bukan kepalang. Kugunakan penghasilanku itu untuk biaya kuliah dan sebagian kubelikan aset. 

Tapi itu dulu, kawan. Tiga tahun lalu.

Selama satu tahun penuh aku berkubang dalam dunia hitam penuh 'kenikmatan' yang ternyata menyiksaku belakangan waktu kemudian.

Akhirnya pertobatan itu terjadi. Berkat jasa seorang Ustaz kampung yang menemukanku dalam keadaan tak sadarkan diri di tepi jalan karena dikeroyok orang-orang bayaran. 

Selama dua tahun aku berjuang untuk tidak kembali lagi ke dunia gelap itu, walau tentu tak semudah yang dibayangkan. Jalan kembali tak selalu mulus, ada saja aral dan godaan yang menghampiri. 

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan "kami telah beriman," dan mereka tidak diuji? 

Ayat kedua surat Al Ankabut tersebut selalu diingatkan Ustaz Hasanudin kepadaku untuk menjaga keistikamahanku dalam jalan taubat ini. Hal itu tanpa bosan beliau utarakan, terutama ketika aku dalam keadaan futur alias galau dengan berbagai kondisi yang memerosotkan keimanan dalam jiwaku. 

Siang tadi aku mengucapkan akad nikah di depan penghulu. Anak Ustaz Hasan yang bernama Raihana Salsabila kunikahi tanpa hambatan. Gadis berhijab dan berkulit putih dengan hidung bangir dan perawakan sedang, tidak tinggi tidak juga pendek. 

Seberuntung inilah aku, bisa mendapatkan bidadari yang baik hati nan cantik jelita dan pastinya berbudi. Dengan balutan kecerdasan yang tinggi, karena dia adalah salah satu lulusan terbaik di tempat kuliahnya dengan predikat Cumlaud, Hana, biasa ia dipanggil, menjadi semakin sempurna di mataku, apalagi ia mengatakan sudah sangat siap untuk menjadi seorang istri ketika sesi ta'aruf kami lakukan. 

Selain itu, motivasinya ingin membahagiakan Abah dan Umi, membuat Hana insya Allah akan menjadi istri yang baik yang akan memberikan kebahagiaan, selain kepadaku, juga kepada Abah dan Uminya dengan kehadiran cucu kelak jika Hana dan aku mendapat amanah anak dari Allah SWT. 

Namun ..., malam ini anganku ambyar total, ketika kurenggut dengan halus mahkota wanita kalem yang kini sudah sah menjadi istri, mataku membola sendiri. Ternyata Hana sudah pernah dibobol orang. Hana sudah tak perawan lagi. Asli, sudah robek sesuatu yang harusnya masih tersegel. 

Bagiku, tak perlu waktu lama untuk bisa memastikan jika istriku itu sudah tak virgin, karena pengalamanku selama setahun penuh, mampu menajamkan kepekaan akan status Hana. 

Batinku marah. Ingin rasanya aku menghentikan aktivitas malam pertama ini. Ingin kucengkram istriku dan mengorek mulutnya agar mau mengaku, dengan siapa ia sudah melakukan hubungan terlarang itu. 

Ya Allah, apa yang harus kulakukan. Memang dahulu aku adalah pendosa, dan tak pernah merasa berdosa dengan pekerjaan hitam pekat itu, namun, kenyataan bahwa Hana tak perawan lagi seperti ini, tak mampu membuatku maklum. Aku cemburu ya Allah.  Aku tak rela dikhianati. 

Seharusnya Hana berterus terang sebelum akad nikah itu berlangsung, juga ayah ibunya. 

Namun, mengingat Ustaz Hasan sangat berjasa dalam kehidupanku, tak kuasa aku menyalurkan kegelisahan ini. Sebisa mungkin aku harus menjaga nama baik mertuaku itu.

Kutuntaskan malam pertamaku bersama Hana. Terlihat wanita cantik itu sangat bahagia. Jelas saja, aku kan sang pejant*n, pengalamanku yang tak pernah mengecewakan, tentu sangat Hana nikmati. Tak lama kemudian dia terlelap. 

Kutatap wajah cantik itu. Memang tampak polos. Namun, kekesalanku tak mudah sirna, apalagi harus memakluminya. Sepanjang malam aku tak bisa tidur, memikirkan bagaimana cara yang paling tepat untuk mengorek perihal kegelisahanku akan Hana dan agar tak salah langkah nantinya. 

Kalian jangan menyangsikan firasatku tentang status keperawanan Hana, sudah aku periksa semua sisi tempat tidur dan selimut, tak ada sepercikpun darah keperawanan itu. Walau hal itu sebagian saja tandanya, dan tak jarang juga wanita tanpa bercak darah yang masih perawan. Oke, percaya ya! 

***

"Mas, kok kamu terlihat lelah, matamu merah begitu. Semalam kamu tidak tidur ya?" Pukul 04:00 Hana bangun dan memergokiku sedang merokok di samping jendela. 

"Aku enggak bisa tidur, Han."

"Kenapa, kamu sedang memikirkan sesuatu ya?"

Bagaimana ini, apakah aku harus mengintrogasi istriku sekarang juga. Lalu bagaimana kalau Hana justru malah bersedih dan menangis, apa kata mertuaku nanti jika mereka mendengar putrinya menangis di malam pertama pernikahannya. 

"Ah, enggak kok, Han. Aku hanya kangen kampung saja. Suasana di sini mengingatkan aku pada kampung halaman." Berbohong di saat seperti ini mungkin tepat kulakukan, walau sebenarnya di kampung Setu Bekasi ini sangat mirip dengan suasana kampungku di Purwokerto sana.

Kulirik istriku manggut-manggut dengan mulut terbuka, kemudian ia bergegas ke kamar mandi. 

Kulanjutkan membengongkan diri, hingga tiga batang rokok sudah kuhabiskan. Keraguan masih menyelimuti hatiku, apakah harus segera menanyakan langsung kepada Hana atau mencari informasi sendiri kemudian hari. 

Oke deh, nanti saja, lebih baik aku mandi dan bersiap sholat subuh. 

Seusai sholat berjamaah bersama Hana, entah kenapa rasa cemburu dan tak terima itu muncul lagi. Sepertinya ini waktu yang tepat, namun aku harus berhati-hati sekali. 

"Hana," sapaku pelan. 

"Iya, Mas." Hana tersenyum sangat manis, membuatku berdebar karena bercampurnya antara rasa sayang dan kesal. 

"Mas mau bertanya sesuatu, boleh?" Kutatap matanya dengan sedikit menaikkan alis. 

"Boleh, Mas mau tanya apa?" ucapnya dengan senyuman yang menggetarkan siapa saja yang melihatnya. 

Ya Allah, betapa kau sangat baik dengan karunia istri secantik ini. Namun, kenapa dia sudah tak perawan, harusnya dia jujur sebelum ini. 

"Mas!" suara Hana membuyarkan lamunan. 

"Mas mau bertanya apa?"

"Mmmhhh..."

Tiba-tiba pintu ada yang mengetuk dan suara wanita memanggil Hana. 

"Han, ajak suamimu sarapan sana!"

"Iya, Umi."

"Nanti kita lanjutkan lagi ya, Mas, ngobrolnya setelah sarapan!"

Aku hanya mengangguk dan berusaha mengatur nafas agar ketenangan bisa hadir.

Bersambung. 

Mohon kritik sarannya ya kak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mansur Rabbani
Yuk mampir
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Keguguran

    "Baiklah, Mas, aku akan mengaku dan mengatakan yang sebenarnya ....""Berarti benar, kamu hamil, Han?!" tanyanya dengan sorot mata yang menakutkan. Aku hanya mengangguk dan bersiap menjelaskan sedetailnya hal yang menderaku. "Terlalu kamu, Hana! ... tega kamu khianati cinta tulusku ini.""Mas, dengarkan dulu penjelasanku....""Mulai saat ini, jangan anggap lagi aku ini pacarmu, Han! ... Aku tak sudi punya pacar yang mengobral kehormatannya untuk orang lain. Kita putus!" Bowo bergegas meninggalkanku dan hendak masuk ke dalam mobilnya. Terlihat dia sangat terpukul menerima kenyataan ini. Aku harus mengejarnya dan menjelaskan semua. Aku tak ingin kehilangan calon imamku itu. "Mas, dengarkan dulu penjelasanku!" Kuraih bahunya agar ia mau berhenti dan berbalik badan serta mau mendengarkan fakta yang sebenarnya. Namun, Bowo bertahan dengan pendiriannya. Dihalaunya tanganku, dan segera ia tutup pintu mobilnya kemudian menghidupkan mesin dan menginjak pedal gas dengan tak pelan, bahkan su

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Ketahuan Hamil

    Beberapa bulan lagi aku akan diwisuda, itu menjadi pertimbangan utama aku dan Indah harus menutup rapat aib ini, selain menghindari mudhorot yang jauh lebih besar tentunya. Tugas akhir sudah hampir rampung, tapi entahlah, dengan fisik dan psikisku yang jatuh terjun bebas seperti ini, aku tak yakin bisa meraih cita-citaku juga Abah dan Umi yakni menjadi Sarjana Pendidikan. Dua hari aku tak berangkat ke kampus. Selain beristirahat untuk recovery, aku pun malu jika harus bertemu Bowo di sana. Sengaja gawaiku pun aku matikan agar dia tak bisa meneleponku. Aku belum mau bicara apapun padanya saat ini. Satu pekan kulalui dengan status calon ibu. Siang malam aku dan jabang bayi selalu bersama kemanapun aku pergi. Stress begitu mudah datang tanpa jadwal yang menentu, namun Indah yang selalu menemaniku selalu menenangkan dan mengajakku meniti jalan yang seharusnya. Sekarang semua kembali normal seperti biasa. Aku berusaha keras agar kegiatanku sebagai mahasiswa tak ada yang berubah. Begitup

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Apa?! Aku Hamil?

    Mengenalnya membuatku terbuka akan idealisme seorang lelaki sejati. Wawasan luas, perangai santun dan kesetiaannya, membuatku semakin jatuh cinta. Perbowo memang berbeda dengan lelaki yang pernah kukenal. Sejak ia menyatakan perasaannya setelah mengenal aku kurang lebih satu bulan, kami selalu saling support. Walau tak seperti pasangan teman-teman satu kosan yang rutin datang setiap malam minggu, bahkan bisa dihitung dengan jari ia berkunjung ke sana, Bowo selalu spesial di mataku. "Jangan lupa sholat ya, Han!""Kamu sudah makan belum?""Jangan diforsir, ya, belajarnya, meski ujian di kampus sedang banyak, kamu harus jaga kesehatan, istirahat yang cukup, Han."Perhatian seperti itu bukan hanya sebagai pemanis hubungan saja, atau hanya main-main dalam rangka menarik perhatianku, bukan, bukan seperti itu tipe pacarku itu. Aku tahu betul kebiasaannya dan sifatnya, dia benar-benar tulus. Pria yang tak ingin menghabiskan waktu percuma itu, selalu punya waktu untuk menjaga kebugarannya.

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Masa Lalu Hana

    "Hana, apa betul apa yang dikatakan Robby?" tanya Abah penasaran. "Abah...." Kupeluk lelaki paruh baya yang sangat kucintai dan mencintaiku itu. Tak kuasa aku menjawab langsung pertanyaannya. Hanya tangis sesegukan yang bisa kuberikan bersama pelukan erat tubuh ringkihnya. Rahasia yang selama ini aku dan Umi simpan rapat-rapat, akhirnya harus diketahui Abah. "Ada apa lagi, Hana?" Suara khawatir Umi memecah kebekuan."Umiii...." Kini wanita yang setia menemani Abah itu kupeluk erat. "Kamu kenapa, Han? Mana Robby?"Lagi-lagi, aku tercekat, tak kuasa menjelaskan kejadian terakhir yang baru saja terjadi. "Sudah, sekarang kita duduk dulu, kamu tenangkan diri dulu, Hana," ajak Abah bergetar. Setelah aku berhenti menangis, Abah kembali ke topik pembicaraan. Kulihat wajahnya sangat serius dan muram."Katakan sama Abah, apa sebenarnya yang terjadi, kenapa Robby bilang kalau kamu sudah tidak peraw*n sebelum menikah dengannya?!" tanya Abah tegas. "Ya Allah ...." Umi tampak terkejut, telapak

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Kabar Buruk

    "Apa kabar, Paman, Bibi, Hana?""Alhamdulillah kami sehat semua, Mal." ucap Abah mewakili aku dan Umi. "Maaf, Paman ... saya baru sempat main, maklum pengantin baru, Paman. Selain itu, bos saya kadang-kadang menelepon minta saya nemenin dia, Paman," ucap Jamal, sepepuku yang pagi ini silaturahim ke rumah Abah bersama istrinya. "Nggak apa-apa, Mal. Yang penting, kalian sehat semua ... ayo di minum tehnya!"Kami pun menikmati kudapan yang tersedia. Suasana hangat sangat terasa dalam perbincangan kami. Apalagi Jamal dan Ayu masih dalam masa-masa penuh bunga cinta setelah empat hari lalu melangsungkan pernikahan. Terpaut jarak dua bulan dengan pernikahanku."Hana, maafin aku ya, pas kamu nikahan, aku nggak bisa hadir," ucap Jamal yang berbadan kekar, berkulit gelap dengan tato yang menyembul di balik lengan kemejanya. "Nggak apa-apa, Mas Jamal, aku dan suamiku juga nggak bisa datang pas sampean nikahan. Maaf ya, waktu itu suamiku habis kecelakaan.""Iya, Han, Paman sudah cerita waktu i

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Rahasia Terbongkar

    "Kamu kenapa, Mas?" tanya Hana penuh kecemasan mendapatkan wajahku nyaris tak berbentuk. Aku hanya diam. "Mas, siapa yang menghajar kamu seperti ini, Mas?!" Hana terus memburuku dengan pertanyaan yang sebenarnya membuatku sedikit kesal. "Sudah lah, Han ... nanti kuceritakan, lebih baik kamu buatkan aku teh manis dan air hangat, aku ingin mandi."Hana tak melanjutkan kecemasannya dengan mengintrogasiku lebih lanjut, mungkin ia sadar, seharusnya memang segera membersihkan lukaku dan melayani kebutuhanku, termasuk untuk tidak banyak bertanya di saat seperti ini. Aku rebahkan tubuh yang terasa remuk. Sakit yang sedari pertama masuk taksi, masih sangat menggangguku. Hanya dalam posisi miring ke kanan, tubuhku tak merasakan sakit. Tak berapa lama kemudian Hana membawakan aku minuman hangat dan baskom yang berisi air panas serta sehelai waslap. Setelah kuseruput teh manis hangat, Hana membersihkan luka di wajahku dan di beberapa bagian tubuh lain. "Mas, kamu nggak usah mandi ya, cukup d

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Bunuh Saja Aku!

    "Bagus ... bagus! Kalian memang pasangan yang sangat serasi!" ledek Om Hendrik. "Papah! Lepaskan Robby, Pah!" teriak Tante Silvi. "Maah, Mamah ..., kamu itu orang yang tak pernah berterimakasih, ya. Padahal aku sudah memberikan segalanya untuk kesenangan kamu, Mah ...!""Papah salah, selama ini aku tak pernah bahagia, Pah. Apalagi setelah Papah menikahi wanita jalang itu, sakit hatiku, Pah, sakit!""Lalu kenapa kamu justru selingkuh sama sopir kamu sendiri, Hah?!" bentak Om Hendrik tepat di depan wajah tante Silvi setelah sebelumnya tangannya menjambak ramput istrinya yang tangannya sudah di pegangi oleh kedua lelaki kekar tadi. Dalam kondisi terbelenggu dan tak berkutik, Tante Silvi seolah tak takut dengan perlakuan suaminya yang kasar itu."Ceraikan saja aku, Pah!""Hahaha ..., enak saja kamu minta cerai, Mah. Seribu kali kamu minta itu, tak akan pernah aku kabulkan satu kali pun. Kamu itu milikku, Mah!" teriak Om Hendrik. "Om! Hentikan, Om!" teriakku. "Semua ini salah, Om, sen

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Dijebak Tante Silvi?

    "Kiri, Pak!" suara beberapa orang berteriak sembari mengetuk langit-langit bus. Driver pun melambatkan laju mobilnya dengan menginjak pedal di samping kiri pedal gas hingga benda kotak panjang dan tinggi itu berhenti tepat di sebuah halte. Terlihat di seberang halte bus tersebut adalah kampus UKI. Rupanya si Bowo pun ikut turun. Satu, dua, tiga orang sudah turun, kini giliran pemuda itu yang melangkah keluar. "Tunggu, Pak supir!" tetiba saja aku bergerak ikut turun juga dari mobil. Pertarungan batin sedari tadi dimenangkan oleh rasa penasaran yang tinggi akan sosok Bowo dengan masa lalunya. "Tahan ... tahan, di belakang ada yang turun juga ...!" teriak kondektur. Kubuka pintu belakang, dan bergegas melangkah keluar setelah kuperiksa bawaanku tak ada yang tertinggal di mobil. Beberapa penumpang yang ingin naik sudah berada di depan pintu yang kubuka. Mereka sedikit menghalangi jalanku menuju tempat si Bowo berdiri yang keluar melalui pintu depan. Setelah berhasil tubuh para penum

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Pertolongan Bowo

    "Nggak ngomongin yang lain 'kan, Mas?""Maksud, kamu?" tampak Hana bingung menjawabnya. Apakah sekarang waktu yang tepat ya mengintrogasi Hana tentang Bowo? "Hana ....""Eh ..., iya, Mas ....""Kok, malah bengong, sih!""Mhh ... maaf, ya, Mas ... a ... aku lagi kepikiran abah dan umi," ucapnya gugup. Pastinya Hana khawatir sekali aku mengintrogasinya terkait perkataan tante Silvi tentang, Bowo.Ah, lebih baik tak kuteruskan, deh, daripada nanti Hana bertanya lebih jauh tentang tante Silvi, bisa repot urusan. Masalah Si Bowo, nanti saja, menunggu waktu yang tepat."Mas ..., aku boleh bertanya sesuatu tidak?" Aduh, Hana mau bertanya tentang apa ya? "Mau tanya apa, Han?""Maaf, Mas ..., tadi aku sekilas mendengar percakapan kamu dengan tante Silvi ..., sebenarnya, tante Silvi itu siapa sih, Mas?"Tiba-tiba dadaku berdegup, apakah Hana sempat melihat aksi nekat tante Silvi yang menggodakku tadi? "Ta ... tante Silvi, ya, tanteku, lah, Han!""Tadi dia mengatakan ingin menagih janji kep

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status