Share

Malam yang Suram

last update Last Updated: 2022-10-19 07:11:44

Di dalam sebuah mobil box, terdapat empat orang tanpa kata tanpa suara. Dua orang penjahat yang diborgol serta dua orang polisi yang memakai jas. 

Tanpa disadari oleh polisi itu, salah seorang penjahat diam-diam melepaskan borgol yang membelenggu tangannya dengan kunci rahasia yang ia siapkan di lengan baju.

Segera setelah borgol terlepas penjahat berbadan tegap, berkulit hitam dan berkepala botak itu menyerang salah satu polisi di depannya. Ia memukul dan menendang polisi itu.

Melihat temannya tersungkur, polisi yang satu lagi mengambil pistol di dalam jasnya, namun penjahat tersebut berusaha mengambilnya dan terjadilah perebutan.

Kedua tangan mereka saling menahan pistol tersebut. Polisi menodongkan ke arah penjahat, namun penjahat tersebut menahannya dan membelokkan ke arah lain. Pelatuk pistol itu pun tertarik dan meletus ke arah begian depan mobil.

Mobil oleng ke kiri dan ke kanan sampai kemudian terguling berkali-kali. Rupanya peluru pistol tersebut mengenai polisi di depan yang mengendarai mobil tersebut.

"Hayo, lagi nonton apa?" 

"Ah, tante ngagetin aja!" 

Segera wanita sintal itu sudah duduk di sampingku kemudian ia mematikan televisi yang tengah asik kutonton itu. 

"Loh, kok dimatiin, Tan?!"

Tante Silvi hanya tersenyum, kemudian ia menarik daguku dan mengarahkan pandanganku ke wajahnya. Akhirnya perbuatan itu pun kami lakukan tanpa merasa berdosa. 

Sepuluh menit kemudian pintu rumahku yang tak dikunci itu bersuara sangat keras. Seseorang menendangnya yang mengagetkan aku dan tante Silvi yang tengah berperaduan. 

Kulihat tiga orang berbadan tegap dengan tato nyaris mengisi seluruh tangan mereka, bergerak cepat ke arah kami. Aku segera memakai pakaian kemudian berteriak keras ke arah mereka. 

"Siapa, kalian!" Mataku membola sempurna. 

Tanpa menjawab, salah seorang dari mereka langsung menghantam wajahku dengan bogem besarnya. Aku tersungkur, hampir saja kepalaku mengenai ujung meja. 

Belum sampai aku bangkit, mereka menyergapku dan seketika mengeroyokku dan menyarangkan pukulan bertubi-tubi ke arah wajah, badan dan bagian tubuhku yang lain. 

Tante Silvi berteriak histeris. Ia berusaha melerai setelah memakai pakaiannya, namun salah seorang di antara mereka menahan tante Silvi namun tak sampai melukainya. 

Kurasa kini tubuh dan wajahku sudah tak berbentuk. Darah bercucuran di pelipis, mulut dan hidungku. 

Bergegas mereka membawaku ke dalam mobil yang sudah terparkir di depan rumah. 

Kudengar suara kendaraan roda empat itu sudah siap jalan, rupanya sudah ada sopirnya stand by, pasti dia adalah bagian dari komplotan orang tak dikenal itu. 

Aku yang sudah setengah sadar itu melihat tante Silvi berusaha mengejar dan mengetuk-ngetuk kaca mobil dan mencoba menghentikan lajunya. Namun setelah itu pandanganku tiba-tiba terasa gelap, sangat sakit kepalaku yang dipopor oleh benda keras dari arah samping. 

"Mas, kok malah bengong, sih!" Suara Hana membuyarkan memori masa laluku yang tetiba hadir di kepala. 

"Hmmh ..., Hana, lebih baik kita habiskan dulu makanan dan minuman ini, ya ... nanti aku ceritakan deh. Lihat, Han, indah banget ya lampu-lampu itu!" 

Kualihkan perhatian Hana dengan menunjuk ke arah jejeran lampu-lampu seperti gemintang di langit yang berasal dari rumah-rumah yang terletak di bawah sana. Memang lampu yang terlihat dari kejauhan itu sangat indah sehingga Hana pun tersenyum melihatnya. 

Semoga Hana tak menanyakan terus masalahku dengan tante Silvi. Kudekap tubuh istriku ditengah suasana yang sangat dingin itu sambil menikmati kudapan yang ada. 

Kini di benak dan dadaku hampir tak tersisa lagi kegalauan tentang keyakinanku akan sudah tak perawanannya Hana di malam pertama itu, aku lebih sibuk menutupi masa laluku di hadapan Hana. 

Apa jadinya jika ia harus tahu secepat ini, apalagi tadi sempat bertemu langsung dengan kekasih gelapku itu. 

Malam sudah berganti pagi, tepatnya pukul 01:30 dini hari, hampir dua jam penuh aku dan Hana menikmati indahnya malam. Karena udara terasa sangat dingin kami memutuskan kembali ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan menuruni jalur puncak menuju arah pulang. 

Kulaju perlahan saja mobil sewaan itu. Kulirik wajah Hana tampak sudah tak securiga tadi. Ia lebih memilih menikmati perjalanan dengan pemandangan malam yang indah itu. 

Beberapa rombongan keluarga yang sedang week end yang selesai menikmati kudapan di warung-warung pinggir jalan itu mulai bergerak, sama sepertiku, menuju arah menurun.  

Tampak di depan sudah ada tiga mini bus, sepertinya mereka adalah keluarga kecil yang sedang berlibur. Entah mereka akan pulang ke rumah sepertiku atau bergerak menuju penginapan masing-masing di kawasan Puncak Bogor yang terkenal sangat banyak penginapan dengan berbagai fasilitas dan harga yang berbeda-beda.

Jarak dengan mobil di depanku cukup jauh, sekitar tujuh meteran. Begitupun jarak mobil tersebut dengan mobil yang ada di depannya. 

Sampailah kami pada turunan yang cukup tajam, alangkah terkejutnya, tiba-tiba sangat terasa hantaman dari arah belakang ke mobil yang kami tumpangi tersebut. 

"Ya Allah, Mas!" Hana berteriak histeris. 

Aku tak sempat menengok keadaan di belakang mobil melalui kaca spion,  perhatianku hanya pada bagaimana agar laju mobil yang tiba-tiba kencang karena dorongan dari arah belakang, tepatnya dari arah atasku karena kemiringan jalan sangat curam itu bisa segera berhenti. 

Namun karena beban dari belakang sangat besar yang belakangan kuketahui itu adalah truk pembawa material entah apakah pasir atau yang lainnya untuk perbaikan jalan yang longsor, pedal rem yang sudah sedari tadi aku injak kini tak berfungsi. Rem mobil Avanza tersebut blong. 

"Ya Allah!" 

"Mas, awaaas!" Hana semakin panik. 

Aku tak bisa mengendalikan laju mobil. Jarak dengan minibus di depanku semakin dekat dan kemudian bunyi benturan yang sangat keras terdengar ditelingaku dan tentunya Hana istriku. Bukan saja hanya memekikan telinga, pecahan kaca depan begitu sakit menyayat dahi dan bagian tubuhku yang lain. 

Astagfirullah ... kepalaku sakit sekali. Organ vitalku itu membentur stir mobil yang tak mengeluarkan balon pengaman. Sayup-sayup kudengar suara orang-orang mendekati lokasi kecelakaan itu. Terasa hangat wajahku oleh darah yang mengalir deras dari bagian kepala ini. Hana ... aku mulai mengingat Hana yang duduk di sampingku sedari tadi. Apakah dia baik-baik saja. Kucoba sekuat tenaga bangun dari posisiku yang sudah terjepit bagian depan mobil yang sepertinya sudah ringsek akibat benturan tadi. 

Ya, Allah, susah sekali kepalaku tegak, berat rasanya hanya sekedar mengengok ke sebelah kiri ke arah tempat duduk istriku itu. 

"Pak, tolongin Bapak ini, dia terjepit!" teriak seseorang memanggil orang-orang yang sibuk mengevakuasi korban tabrakan beruntun itu, suaranya jelas sekali karena ia tampak berdiri di sebelah pintu mobil yang kukendarai. 

Aku terus berusaha menjaga kesadaranku walau pandangan mulai kabur, mungkin akibat banyak darah yang keluar. 

"Hana, bagaimana keadaan kamu, Han?!" jerit hatiku di saat tubuhku kaku dan mulutku kelu. 

Akhirnya aku bisa menegakkan kepalaku sedikit, dan kutengok ke arah kiri. Alangkah terkejutnya aku, Hana tak ada di sebelahku.

"Ya, Allah, Hana ... di mana kamu, Sayang?!" gumamku. 

Tetiba pandanganku gelap, dan tubuhku lunglai, tak ada satu pun cahaya masuk ke netraku.  Ah... mungkin saatnya aku mati. 

"Ya Allah, selamatkan Hana!" pinta batinku sebelum aku benar-benar tak sadar dengan sekelilingku. 

Bersambung. 

Yuk bantu follow akun Bang Mansur dan tekan tanda hati. Jangan lupa komentar nya ya, Bunda, Ayah, Mas, Mbak. Semangatkan author dong. Please!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Keguguran

    "Baiklah, Mas, aku akan mengaku dan mengatakan yang sebenarnya ....""Berarti benar, kamu hamil, Han?!" tanyanya dengan sorot mata yang menakutkan. Aku hanya mengangguk dan bersiap menjelaskan sedetailnya hal yang menderaku. "Terlalu kamu, Hana! ... tega kamu khianati cinta tulusku ini.""Mas, dengarkan dulu penjelasanku....""Mulai saat ini, jangan anggap lagi aku ini pacarmu, Han! ... Aku tak sudi punya pacar yang mengobral kehormatannya untuk orang lain. Kita putus!" Bowo bergegas meninggalkanku dan hendak masuk ke dalam mobilnya. Terlihat dia sangat terpukul menerima kenyataan ini. Aku harus mengejarnya dan menjelaskan semua. Aku tak ingin kehilangan calon imamku itu. "Mas, dengarkan dulu penjelasanku!" Kuraih bahunya agar ia mau berhenti dan berbalik badan serta mau mendengarkan fakta yang sebenarnya. Namun, Bowo bertahan dengan pendiriannya. Dihalaunya tanganku, dan segera ia tutup pintu mobilnya kemudian menghidupkan mesin dan menginjak pedal gas dengan tak pelan, bahkan su

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Ketahuan Hamil

    Beberapa bulan lagi aku akan diwisuda, itu menjadi pertimbangan utama aku dan Indah harus menutup rapat aib ini, selain menghindari mudhorot yang jauh lebih besar tentunya. Tugas akhir sudah hampir rampung, tapi entahlah, dengan fisik dan psikisku yang jatuh terjun bebas seperti ini, aku tak yakin bisa meraih cita-citaku juga Abah dan Umi yakni menjadi Sarjana Pendidikan. Dua hari aku tak berangkat ke kampus. Selain beristirahat untuk recovery, aku pun malu jika harus bertemu Bowo di sana. Sengaja gawaiku pun aku matikan agar dia tak bisa meneleponku. Aku belum mau bicara apapun padanya saat ini. Satu pekan kulalui dengan status calon ibu. Siang malam aku dan jabang bayi selalu bersama kemanapun aku pergi. Stress begitu mudah datang tanpa jadwal yang menentu, namun Indah yang selalu menemaniku selalu menenangkan dan mengajakku meniti jalan yang seharusnya. Sekarang semua kembali normal seperti biasa. Aku berusaha keras agar kegiatanku sebagai mahasiswa tak ada yang berubah. Begitup

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Apa?! Aku Hamil?

    Mengenalnya membuatku terbuka akan idealisme seorang lelaki sejati. Wawasan luas, perangai santun dan kesetiaannya, membuatku semakin jatuh cinta. Perbowo memang berbeda dengan lelaki yang pernah kukenal. Sejak ia menyatakan perasaannya setelah mengenal aku kurang lebih satu bulan, kami selalu saling support. Walau tak seperti pasangan teman-teman satu kosan yang rutin datang setiap malam minggu, bahkan bisa dihitung dengan jari ia berkunjung ke sana, Bowo selalu spesial di mataku. "Jangan lupa sholat ya, Han!""Kamu sudah makan belum?""Jangan diforsir, ya, belajarnya, meski ujian di kampus sedang banyak, kamu harus jaga kesehatan, istirahat yang cukup, Han."Perhatian seperti itu bukan hanya sebagai pemanis hubungan saja, atau hanya main-main dalam rangka menarik perhatianku, bukan, bukan seperti itu tipe pacarku itu. Aku tahu betul kebiasaannya dan sifatnya, dia benar-benar tulus. Pria yang tak ingin menghabiskan waktu percuma itu, selalu punya waktu untuk menjaga kebugarannya.

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Masa Lalu Hana

    "Hana, apa betul apa yang dikatakan Robby?" tanya Abah penasaran. "Abah...." Kupeluk lelaki paruh baya yang sangat kucintai dan mencintaiku itu. Tak kuasa aku menjawab langsung pertanyaannya. Hanya tangis sesegukan yang bisa kuberikan bersama pelukan erat tubuh ringkihnya. Rahasia yang selama ini aku dan Umi simpan rapat-rapat, akhirnya harus diketahui Abah. "Ada apa lagi, Hana?" Suara khawatir Umi memecah kebekuan."Umiii...." Kini wanita yang setia menemani Abah itu kupeluk erat. "Kamu kenapa, Han? Mana Robby?"Lagi-lagi, aku tercekat, tak kuasa menjelaskan kejadian terakhir yang baru saja terjadi. "Sudah, sekarang kita duduk dulu, kamu tenangkan diri dulu, Hana," ajak Abah bergetar. Setelah aku berhenti menangis, Abah kembali ke topik pembicaraan. Kulihat wajahnya sangat serius dan muram."Katakan sama Abah, apa sebenarnya yang terjadi, kenapa Robby bilang kalau kamu sudah tidak peraw*n sebelum menikah dengannya?!" tanya Abah tegas. "Ya Allah ...." Umi tampak terkejut, telapak

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Kabar Buruk

    "Apa kabar, Paman, Bibi, Hana?""Alhamdulillah kami sehat semua, Mal." ucap Abah mewakili aku dan Umi. "Maaf, Paman ... saya baru sempat main, maklum pengantin baru, Paman. Selain itu, bos saya kadang-kadang menelepon minta saya nemenin dia, Paman," ucap Jamal, sepepuku yang pagi ini silaturahim ke rumah Abah bersama istrinya. "Nggak apa-apa, Mal. Yang penting, kalian sehat semua ... ayo di minum tehnya!"Kami pun menikmati kudapan yang tersedia. Suasana hangat sangat terasa dalam perbincangan kami. Apalagi Jamal dan Ayu masih dalam masa-masa penuh bunga cinta setelah empat hari lalu melangsungkan pernikahan. Terpaut jarak dua bulan dengan pernikahanku."Hana, maafin aku ya, pas kamu nikahan, aku nggak bisa hadir," ucap Jamal yang berbadan kekar, berkulit gelap dengan tato yang menyembul di balik lengan kemejanya. "Nggak apa-apa, Mas Jamal, aku dan suamiku juga nggak bisa datang pas sampean nikahan. Maaf ya, waktu itu suamiku habis kecelakaan.""Iya, Han, Paman sudah cerita waktu i

  • Taubatnya Mantan Pejantan Tangguh   Rahasia Terbongkar

    "Kamu kenapa, Mas?" tanya Hana penuh kecemasan mendapatkan wajahku nyaris tak berbentuk. Aku hanya diam. "Mas, siapa yang menghajar kamu seperti ini, Mas?!" Hana terus memburuku dengan pertanyaan yang sebenarnya membuatku sedikit kesal. "Sudah lah, Han ... nanti kuceritakan, lebih baik kamu buatkan aku teh manis dan air hangat, aku ingin mandi."Hana tak melanjutkan kecemasannya dengan mengintrogasiku lebih lanjut, mungkin ia sadar, seharusnya memang segera membersihkan lukaku dan melayani kebutuhanku, termasuk untuk tidak banyak bertanya di saat seperti ini. Aku rebahkan tubuh yang terasa remuk. Sakit yang sedari pertama masuk taksi, masih sangat menggangguku. Hanya dalam posisi miring ke kanan, tubuhku tak merasakan sakit. Tak berapa lama kemudian Hana membawakan aku minuman hangat dan baskom yang berisi air panas serta sehelai waslap. Setelah kuseruput teh manis hangat, Hana membersihkan luka di wajahku dan di beberapa bagian tubuh lain. "Mas, kamu nggak usah mandi ya, cukup d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status