Share

Bab 2. Lust

Author: Strrose
last update Last Updated: 2025-03-26 22:46:51

Hiriety menapakan kakinya di halaman luas, rerumputan yang tertata rapi terinjak oleh hak tingginya yang elegan. Udara malam terasa dingin, namun bukan itu yang membuat bibirnya melengkung dalam seringai kecil—melainkan fakta bahwa Marco Valley benar-benar membawanya ke sini.

Sebuah mansion berdiri megah di depannya, arsitekturnya khas gaya klasik dengan pilar-pilar tinggi dan jendela besar yang diterangi cahaya lampu dari dalam. Ini bukan tempat yang asing bagi Hiriety.

“Jadi, kau benar-benar membawaku ke sarang singamu sendiri?” katanya santai, melirik Marco yang berdiri di sisinya.

Pria itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menatap Hiriety sejenak sebelum mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya agar pergi. Beberapa pria yang sejak tadi mengawal mereka segera mundur, meninggalkan keduanya di depan mansion besar itu.

Marco kemudian berjalan lebih dulu, membukakan pintu besar di hadapan mereka. “Masuk.”

Hiriety menyisir rambutnya dengan jari sebelum melangkah anggun ke dalam, seolah-olah dia adalah tamu kehormatan, bukan sandera.

Begitu pintu tertutup di belakang mereka, Marco melempar jasnya ke kursi terdekat, lalu memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Tatapan matanya gelap saat menatap Hiriety.

“Aku ingin tahu” katanya, suaranya rendah dan tajam, “kau tahu kau akan diculik, dan tetap membiarkan itu terjadi. Kenapa?”

Hiriety terkekeh pelan. “Apa kau pikir aku akan lari? Itu terlalu membosankan.”

Marco mendekat, matanya menelusuri wajah Hiriety dengan intens. “Atau mungkin, kau memang ingin berada di sini.”

Hiriety menatap balik tanpa gentar. “Mungkin saja.”

Hening.

Ketegangan di antara mereka begitu pekat hingga udara terasa lebih berat. Marco menggerakkan rahangnya, seolah mencoba mencerna maksud di balik kata-kata Hiriety.

Lalu, dengan kecepatan yang mengejutkan, Marco meraih dagu Hiriety, membuat wanita itu sedikit mendongak untuk menatapnya lebih dekat.

“Aku ingin tahu,” bisiknya, nadanya berbahaya, “apa yang sebenarnya ada di kepalamu, Walton?”

Hiriety tersenyum tipis, matanya penuh tantangan.

“Kau” jawabnya singkat. “Dan betapa menyenangkannya membuatmu kehilangan kendali.”

Marco terdiam sesaat. Kemudian, tanpa peringatan, ia melepaskan genggamannya dan melangkah mundur.

“Kau bermain dengan api.”

Hiriety menyeringai. “Dan kau selalu ingin memadamkannya.”

Dia melangkah perlahan mendekati Marco, tapak suara high heels-nya beradu dengan lantai marmer, menciptakan ritme halus yang mengiringi setiap gerakannya.

Marco tetap berdiri di tempatnya, menatapnya dengan sorot mata penuh peringatan, tetapi Hiriety tahu lebih baik. Dia melihat ketegangan di bahu pria itu, melihat bagaimana rahangnya mengencang setiap kali dia mendekat.

"Kau tegang, Valley" bisik Hiriety, berhenti tepat di depannya. Tangannya yang ramping terangkat, jemarinya dengan sengaja menyapu pelan bagian kerah kemeja pria itu, menyusuri lipatan kain dengan santai. "Apa aku mengganggumu?"

Marco menggerakkan rahangnya, tetapi tidak mundur. "Kau mencoba" gumamnya, nada suaranya rendah dan berat.

Hiriety terkekeh, suara tawanya begitu lembut namun tajam, seolah dia menikmati situasi ini lebih dari yang seharusnya. "Coba?" Jemarinya kini turun, menyusuri dada Marco yang keras di balik kemeja. "Aku pikir aku sudah melakukannya."

Marco menghela napas panjang, matanya memperingatkan, tetapi tidak ada langkah mundur. Itu saja sudah cukup menjadi jawaban bagi Hiriety.

"Kau tidak akan menang," ucap Marco akhirnya.

Hiriety mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, cukup hingga napasnya menyentuh kulit Marco. "Siapa bilang aku ingin menang?" bisiknya di dekat telinga pria itu. "Aku hanya ingin melihat seberapa lama kau bisa bertahan sebelum akhirnya jatuh padaku"

Marco menyipitkan matanya, tetapi sebelum dia bisa membalas, Hiriety sudah menarik diri, menyisakan wangi parfumnya yang menggoda di udara. Dia tersenyum, menyentuh bibirnya dengan jemari seolah memikirkan sesuatu.

"Kau tahu, Valley..." Suaranya lembut, namun penuh godaan. "Aku selalu penasaran... Seberapa sulit sebenarnya membuat pria sepertimu menyerah? Seorang pria yang sudah begitu terobsesi pada wanita lain"

Marco terkekeh kecil, tapi tidak ada tanda-tanda hiburan di dalamnya. Hanya bahaya.

"Kau tahu aku menginginkan Selena dan kau mencoba mengubahnya? Tidakkah kau tahu itu mustahil, Walton"

Hiriety memiringkan kepalanya sedikit, ekspresinya seperti seseorang yang baru saja menemukan mainan baru. "Itulah yang membuatnya lebih menyenangkan."

Marco menatapnya lama, seolah menimbang sesuatu. Lalu, dengan gerakan tiba-tiba, dia meraih pergelangan tangan Hiriety, menariknya cukup dekat hingga wajah mereka hanya terpisah beberapa inci.

"Berhenti omong kosong dan segera minta pertolongan pada kakakmu agar aku bisa menembak mati dirinya” ucapnya dingin.

Hiriety hanya tersenyum “Aku tak mau” tolaknya

“Walton!”

Nada suara Marco tajam, nyaris seperti geraman. Cengkeramannya pada pergelangan tangan Hiriety menguat, namun wanita itu tidak menunjukkan sedikit pun ketakutan. Alih-alih, dia justru menatapnya dengan ekspresi penuh kemenangan, seolah-olah pria di depannya adalah tantangan paling menghibur dalam hidupnya.

Marco mengeratkan rahangnya, jelas tidak menyukai bagaimana Hiriety selalu berhasil mengubah dinamika di antara mereka. Dia tidak seharusnya membuang waktu berdebat dengan wanita ini. Rencananya sederhana—gunakan Hiriety sebagai alat untuk memancing Matthias, lalu habisi pria itu.

Tapi tentu saja, tidak ada yang sederhana jika itu berhubungan dengan seorang Walton.

Terutama Hiriety Berdine Walton.

"Aku tidak punya waktu untuk permainan ini" Marco akhirnya berkata, nada suaranya penuh ketegangan yang ia coba redam. "Panggil Matthias. Sekarang."

Hiriety tersenyum lebih lebar, matanya berkilat dengan sesuatu yang berbahaya. Dia meraih tangan Marco yang masih mencengkeramnya, jemari rampingnya menyentuh pergelangan pria itu dengan lembut.

"Kau panggil saja dia sendiri. Kenapa? Apa kau takut pada kakakku?" tanyanya, suaranya nyaris terdengar menggoda.

Marco menarik napas dalam, menatap wanita di hadapannya dengan frustasi. "Aku sungguh akan menembakmu, Walton!”

Alih-alih gentar, Hiriety justru tertawa kecil, suara tawanya ringan namun menusuk, seperti seseorang yang baru saja mendengar lelucon yang benar-benar menghibur.

“Tak masalah jika kau menembakku, sertakan juga cairan putih kental setelahnya”

Marco membeku.

Matanya menyipit, menatap Hiriety seolah ingin memastikan apakah dia benar-benar mendengar apa yang baru saja dikatakan wanita itu. Rahangnya mengencang, ekspresinya berubah tajam—bukan hanya karena ucapan Hiriety yang begitu provokatif, tetapi karena fakta bahwa wanita ini benar-benar tidak memiliki rasa takut.

Hiriety, di sisi lain, hanya tersenyum manis, bibir merahnya melengkung seperti seseorang yang baru saja memenangkan sebuah permainan yang bahkan belum sepenuhnya dimulai.

"Valley... Valley.." Dia menggelengkan kepalanya, lalu mencondongkan tubuhnya lebih dekat hingga bibirnya nyaris menyentuh telinga pria itu. "Kau tidak mengerti, ya?"

"Aku tidak takut padamu," bisik Hiriety. "Aku bahkan ingin tahu... Seberapa jauh kau akan pergi dan bagaimana usahamu merebut Selena dari kakaku yang gila itu"

Marco menatapnya tajam, sorot matanya menggelap.

"Kau pikir aku tidak berani?" tantangnya.

Hiriety tersenyum kecil, jemarinya dengan santai menyusuri lengan Marco sebelum akhirnya berhenti di dadanya. "Aku pikir" katanya pelan, "kau lebih takut pada dirimu sendiri. Kau khawatir akan jatuh pada musuhmu kan?"

Marco membeku.

Hiriety menarik diri dengan gerakan anggun, lalu melangkah mundur, membiarkan kata-katanya menggantung di udara seperti racun yang manis.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang, Valley?" tanyanya, bibirnya masih melengkung dalam seringai menggoda. "Membunuhku? Menyakitiku? Atau.... “ Matanya menyipit sedikit, suaranya menurun hingga menjadi bisikan yang nyaris intim “....Bercinta denganku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sukesi Utomo
baru baca,awal cerita yang menarik ...... badassss ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 154. Kekhawatiran Hiriety

    Villa Walton yang berada di Vigentino kini kembali ramai setelah pernikahan Marco dan Hiriety. Kali ini keramaian itu disebabkan oleh kedua keluarga yang berkumpul untuk menjenguk Hiriety yang memberikan kabar gembira jika dirinya hamil.Cahaya matahari sore menyelinap lewat jendela besar ruang tamu villa, memantul lembut pada permukaan kayu dan gelas-gelas teh yang belum disentuh. Di tengah ruang, Hiriety duduk di sofa panjang dengan selimut tipis di kakinya, dikelilingi oleh wajah-wajah yang akrab—dan ribut, seperti biasa.“Jangan terlalu stres, itu bisa mempengaruhi emosimu” Nasihat Lova sambil mengusap kepala putrinya yang bersandar pada pundaknyaHiriety terkekeh “Rasanya seperti mengulang masa lalu. Bagaimana jika aku kehilangan anak ini lagi ma?”Lova terdiam sesaat, namun tangannya tidak berhenti mengelus lembut rambut Hiriety. Wajahnya yang biasanya tegar kini tampak melembut, dipenuhi kenangan lama yang juga menyaki

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 153. Ingin menembakmu

    Suara tembakan menggema di udara, memecah keheningan senja yang menyelimuti villa Walton—tempat sakral tempat mereka pernah mengikat janji dalam kebisuan yang penuh makna. Angin semilir membawa aroma pinus dan tanah basah, tapi juga menyapu suara detak jantung Marco yang tak karuan.Satu peluru menghantam papan target, nyaris sempurna di tengah.Marco berdiri di sisi belakang lapangan tembak, tubuhnya tegak namun pasrah, dengan rompi pelindung yang entah benar-benar melindungi atau sekadar menjadi simbol keputusasaan seorang suami yang terlalu mencintai istrinya.Hiriety berdiri sekitar sepuluh meter darinya. Perutnya belum menonjol banyak, tapi ada kelembutan baru di wajahnya—kelembutan yang justru membuatnya tampak lebih berbahaya. Ia mengangkat pistol ringan, matanya menyipit.“Jangan bergerak” katanya dengan nada ceria, seperti sedang meminta Marco berpose untuk lukisan, bukan menantang ajal.“Sudah pasti” ja

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 152. Good News

    “A-apa ini, mia cara?” tanya Marco terbata. Suaranya nyaris hilang oleh suara detak jantungnya sendiri yang melonjak, menghantam tulang rusuk.Hiriety berdiri tegak di depan meja makan dengan hoodie lusuh milik Marco dan rambut yang dikuncir asal. Di tangannya, sebuah test pack dengan dua garis biru tegas tergenggam. Ia tak menyodorkannya dengan gaya dramatis, tak pula meneteskan air mata—wajahnya datar. Tenang. Seolah ia baru saja menyerahkan remote TV.“Positif,” ucapnya pelan, nyaris tanpa intonasi. “Aku hamil.”Marco terpaku. Bola matanya menatap dua garis itu, lalu berpindah ke wajah Hiriety. Matanya bergetar. Bibirnya terkatup kaku.Beberapa detik ia hanya berdiri di sana, seperti seluruh neuron dalam otaknya berhenti bekerja kecuali satu: yang berbisik lirih, anak... kami?Lalu sesuatu dalam dirinya retak.“Dio mio...” desis Marco. Ia mendekat perlahan, seperti takut gerakannya aka

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 151. Comeback

    Pukul 03.27 dini hari waktu MilanLangit masih pekat dan udara dingin menyelimuti kota yang tidur. Di sebuah jalanan tenang di distrik Brera, sebuah mobil hitam meluncur perlahan, tanpa suara berlebihan. Di dalamnya, Marco duduk dengan wajah dingin dan mata sayu yang tak pernah lepas dari layar ponselnya yang memutar ulang video Hiriety—yang ia pantau melalui cctv yang masih terpasang diapartemen tanpa sepengetahuan istrinya itu.Sopirnya, Vincenzo, melirik lewat kaca spion tapi tak berani berkata apa-apa. Ia tahu, jika tuannya sudah seperti itu, hanya ada satu tujuan: kembali ke sumber apinya.Tak lama, mobil itu berhenti di depan gedung apartemen mereka. Marco keluar, hanya membawa koper kecil dan satu jas yang disampirkan di lengannya. Ia tak meminta dibukakan pintu—ia tahu kode akses, bahkan tahu bagaimana caranya membuka pintu depan tanpa membangunkan sistem alarm.Langkahnya menyelinap naik. Di lorong apartemen yang gelap, ia berjalan de

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 150. Distance

    Sebulan berlalu dengan cepat semenjak mereka kembali dari Cartagena. Hari-hari yang berlalu di Milan terasa monoton.Hiriety yang santai di apartemen, berbelanja atau bahkan mengganggu Marco saat bekerja.Namun, seminggu ini Marco harus berada di Washington untuk mengurus perusahaan secara langsung. Suaminya itu tak lagi bisa melakukan work from home karena urusan tender dan kartel Otoniel.Hiriety menatap ponselnya yang sunyi dari notifikasi. Sudah hampir 18 jam Marco tidak menghubunginya. Padahal sebelumnya, mereka nyaris tidak pernah absen menelepon meski hanya untuk mendengar satu sama lain bernapas.Ia berdiri dari sofa, berjalan ke dapur dan membuka lemari es hanya untuk menatap kosong isi di dalamnya. Lalu menutupnya kembali. Hiriety benci hari-hari seperti ini—sunyi, seolah Marco telah membawa denyut nadi dunianya bersamanya ke Amerika.Dan yang paling ia benci... adalah rasa khawatir yang ia sembunyikan dalam marah.Di mana ka

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 149. Forever together

    Pagi itu datang dengan angin lembut dan suara ombak yang menggoda di kejauhan. Matahari belum sepenuhnya terbit, tapi Hiriety sudah bangun lebih dulu, berdiri di balkon hotel sambil memeluk lengan sendiri. Rasa dingin bukan berasal dari udara, tapi dari kesadaran bahwa hari ini... mereka akan segera meninggalkan Cartagena.Marco belum bangun. Atau, tepatnya, berpura-pura belum bangun.Ia menatap Hiriety dari ranjang, diam-diam menikmati siluet istrinya yang diterpa sinar oranye keemasan. Gaun tidurnya berkibar pelan, rambutnya tergerai lembut. Satu sosok yang membuat kekacauan paling brutal sekalipun terasa seperti simfoni yang terorganisir.“Hey” panggil Marco akhirnya, suaranya serak dan dalam. “Pagi terakhir. Apa yang kau pikirkan?”Hiriety menoleh dan tersenyum, lalu kembali menatap laut. “Tentang kenapa semua yang indah terasa terlalu cepat berlalu.”Marco bangkit, mengenakan kemeja tipis dan langsung mengha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status