Share

BAB 3 : Tidak Berdaya

Wajah datar dan tatapan dinginnya yang tajam. Tanpa diberitahu, Arabella tahu ia dalam bahaya. Kemudian, gadis itu segera berlari tak tentu arah.

“Tangkap dia dan bawa ke ruanganku.”

Itu adalah perkataan dari Griffin yang sempat Arabella dengar.

“Aku tidak boleh tertangkap atau aku akan habis di tangan Iblis itu,” tekad Arabella. Namun, sepertinya dewi keberuntungan sedang tidak berpihak padanya.

Ada dua penjaga yang menghadangnya di depan dan ketika ia berbalik, seseorang sudah menyuntiknya dengan obat bius yang dalam tiga detik membuat tubuh Arabella jatuh.

Pelarian pertama dan Arabella gagal. Entah apa yang akan gadis itu hadapi ketika sadar nanti karena ia sudah berani mencoba kabur dari Griffin Anderson.

***

Gadis dengan gaun putih itu dikagetkan oleh guyuran air dingin, bukan, lebih tepatnya air es yang membuat tubuhnya seperti disetrum. Sepasang netra cokelatnya mengerjap. Pelahan kesadarannya pulih dan yang pertama ia dengar adalah isakan tangis dan juga jeritan.

Napas Arabella memburu. Terlihat terkejut saat melihat Diana terikat dan seseorang mencambuki tubuhnya, juga sosok Griffin yang duduk di single sofa sembari menonton hal tersebut dan meminum winenya.

“Dua puluh dua.”

“Tuan, ampuni saya, Tuan. Maafkan keteledoran saya,” pinta wanita itu memohon. Tubuhnya tidak akan kuat jika menerima cambukan lagi. Masih ada tujuh puluh delapan cambukan dari seratus sesuai titah Tuan Griffin.

Tangisan pilu serta ringisan itu membuat Arabella segera bangkit, tapi gerakannya terbatas karena kakinya yang terantai. “Hentikan, kumohon hentikan.”

Bagaimanapun, Diana tidak bersalah. Ia bahkan terjatuh karena ulah Arabella dan sekarang bagaimana bisa Iblis tak berhati itu mencambuk wanita yang sudah tidak muda lagi itu.

Namun, tidak ada yang mendengarkan Arabella. Sang Algajo tetap melayangkan cambukannya sebelum tuannya yang meminta berhenti.

“Dua—dua puluh tiga,” lirih Diana. Ia bahkan sudah tidak bisa menjerit lagi. hanya memohon pelan dengan air mata yang terus mengalir.

Saat Algojo itu akan mengayunkan cambukannya lagi, Arabella menahan tangannya. “Kumohon hentikan. Hentikan semua ini, dia sudah tidak berdaya. Ini salahku, aku yang harusnya mendapat hukuman.”

Tapi, Algojo itu seakan tuli dan kembali mengayunkan cambukannya.

“D—dua pu—puluh em—empat,” lirih Diana semakin terbata. Peluh memenuhi sekujur tubuhnya, bahkan bajunya di bagian punggung sudah mulai sobek. Menandakan cambukan yang diterima Diana itu begitu keras.

Arabella sudah menangis terisak. Ia menghampiri Griffin dengan tertatih, berlutut di hadapan laki-laki yang menatapnya dingin itu. “Kumohon ... kumohon hentikan, Tuan.”

Gadis itu semakin histeris saat mendengar ayunan cambuk yang menyentuh punggung Diana. “Akan kulakukan apa pun tapi kumohon mintalah dia berhenti mengayunkan cambuknya, Tuan. Kumohon ....”

Karena tidak mendapatkan tanggapan apapun dari Griffin, Arabella terus memohon sambil menangis. “Kumohon, dia sudah tidak berdaya lagi. Ini salahku, hukumlah aku. kumohon minta dia berhenti ....”

Arabella jatuh tepat di depan sepatu Griffin. Laki-laki itu menatap Arabella dengan tatapan mencemooh. Tapi, gadis itu tidak memikirkan apa pun lagi, ia benar-benar tidak ingin seseorang tiada karena kesalahan dirinya.

Tanpa ragu, Arabella mencium sepatu Griffin. “Kumohon, aku akan melakukan apa saja tapi hentikan dia. Aku tidak akan mencoba lari lagi.”

“Berhenti.”

Ayunan cambukan itu terhenti di udara begitu sang Algojo mendengar titah dari sang Tuan.

Napas Arabella memburu, ia mengangkat kepalanya dan melihat Diana yang sudah tak sadarkan diri dibawa oleh Algojo itu keluar ruangan.

Griffin menarik rambut Arabella, memaksa gadis itu mendongak menatapnya. “Ini peringatan pertama untukmu. Lain kali aku akan membuatmu merasakan cambukan itu dan melihat bagaimana orang yang lalai mejagamu ditembak di hadapanmu.”

Tentu, itu bukan hanya sebuah ancaman. Arabella tahu, laki-laki di hadapannya itu tidak sedang mencoba menakut-nakutinya, tapi apa yang dikatakannya memang akan ia lakukan.

Arabella menyadari ... entah berapa banyak nyawa yang akan hilang sampai ia bisa benar-benar kabur dari tempat ini.

Kebebasan yang Arabella usahakan akan menjadi alasan kematian mereka.

Itu artinya, Arabella mungkin tidak akan pernah bisa bebas.

Ia akan menjadi tawanan Griffin Anderson ... selamanya.

***

Diana diobati oleh seorang dokter perempuan. Di sana juga ada Alex. Sejak tadi hanya ada keheningan di antara mereka, belum pernah mereka melihat Griffin segila ini apalagi pada Diana sang kepala pelayan di rumah itu. Bagimanapun, di antara yang lain, Diana jauh lebih dihormati oleh sosok sang Tuan, tapi hanya karena ulah gadis itu yang mencoba kabur, Diana sampai menerima dua puluh lebih cambukan.

“Lukanya akan segera sembuh, beristirahatlah,” kata dokter perempuan itu sebelum pergi, meninggalkan Diana dan Alex berdua.

“Kau marah pada Tuan Griffin, Diana?” tanya Alex. Ia sangat terkejut saat tahu apa yang terjadi. Tadinya Alex ditugaskan untuk menghadiri sebuah rapat dan ketika ia pulang ke mansion, betapa terkejutnya ia mendapati kekacauan akibat kegilaan Griffin.

Diana menggeleng lemah. “Ini salahku, Alex. Tuan Griffin sudah menugaskanku menjaga Nona, tapi aku gagal.”

“Dia pasti akan mencoba kabur lagi,” sahut Alex. Ia bisa melihat kalau Arabella bukanlah gadis yang mudah ditaklukkan dan Griffin tidak memiliki stok kesabaran sama sekali.

Semua pelayan yang bekerja di mansion itu memiliki kesetiaan penuh pada keluarga Anderson, bahkan jika mereka dihukum seperti Diana tadi, itu karena mereka melakukan kesalahan dan memang sudah seharusnya menerima hal tersebut.

“Nona yang memohon pada Tuan Griffin agar berhenti menghukumku atau aku sudah tiada,” bela Diana. "Kalau Nona bungkam dan memilih tidak peduli, mungkin aku sudah tiada sekarang.” Disisa kesadarannya tadi, ia melihat sang Nona merendahkan diri hanya agar Griffin mau memerintahkan algojonya berhenti mencambuki Diana.

“Tapi karena dia juga kau jadi seperti ini,” kata Alex keras kepala. Sejak awal ia memang tidak menyukai Arabella.

Diana tersenyum kecil. “Kita pun akan mencoba lari ketika berhadapan dengan Tuan Griffin. Dia melihat sisi buruk Tuan sebelum kebaikannya, tentu saja ia merasa terancam.”

“Kau memang sangat baik, Diana,” ujar Alex. “Cepatlah sembuh.”

“Terima kasih, Alex.”

Saat Alex akan pergi, Diana memanggilnya. Alex berbalik menatap Diana dengan kernyitan di kening. “Ada apa?” tanyanya.

“Bisakah kau melihat keadaan Nona untukku?” pinta Diana. “Kau tahu bagaimana kemarahan Tuan Griffin, bukan?”

Alex mengangguk. “Aku akan melihatnya.”

Kemudian, laki-laki dengan kemeja hitam itu melangkah menuju ruangan khusus yang dirancang oleh tuannya untuk mengurung Arabella. Selain Griffin sendiri tentunya, hanya Alex dan Diana yang diperbolehkan memasuki ruangan itu dan sekarang penjagaan diperketat. Di depan pintunya berdiri dua orang penjaga yang menunduk hormat pada Alex saat laki-laki itu datang.

“Apakah Tuan Griffin ada di dalam?” tanya Alex.

“Tidak, Tuan Alex. Tuan Griffin pergi setelah membaringkan Nona yang tidak sadarkan diri,” jawab salah satu penjaga itu.

Alex hanya mengangguk sebagai respon lalu masuk ke kamar tersebut.

Di atas ranjang, tubuh tidak berdaya Arabella terbaring. Gadis cantik itu masih mengenakan pakaian yang sama dengan keadaan yang basah. Alex pun memerintahkan salah satu penjaga tadi untuk memanggil pelayan agar membantu menggatikan pakaian Arabella.

“Gantilah pakaiannya dan setelah itu bawakan makan malam untuknya. Dia pasti belum makan,” titah Alex sebelum melenggang pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status