Share

BAB 4 : Fakta Mengejutkan

Arabella terbangun, ia tampak linglung tapi kemudian menyadari sesuatu. Ia melihat tubuhnya yang sudah berganti pakaian, lalu ia melihat ada nampan berisi makanan. Ia tidak merasa lapar, tapi perutnya terasa begitu perih, sepertinya asam lambungnya naik, kepalanya pun pusing.

Tunggu, tapi apa Diana baik-baik saja? Batin Ararabella bertanya-tanya.

Griffin ... laki-laki gila itu. Bisa-bisanya ia bertindak sekejam itu dan hampir saja membuat Arabella menjadi alasan kematian seseorang. Entah terbuat dari apa hatinya sampai ia dengan santai menonton bagaimana Diana begitu menderita disiksa.

Arabella bangkit. “Apakah ada orang?!” teriaknya.

“Kumohon, aku ingin buang air kecil,” kata gadis itu lagi.

Tidak berapa lama kemudian pintu terbuka dan seorang perempuan dengan pakaian serupa yang dikenakan Diana masuk. “Apa Anda akan membuat saya sama seperti Diana, Nona?” sarkas perempuan itu tiba-tiba.

“Apa maksudmu?” ujar Arabella.

“Dihukum oleh Tuan Griffin karena Anda mencoba kabur,” sahutnya sinis.

Arabella nampak tersinggung karena perkataan perlayan itu, tapi itu memang kesalahannya. Jadi, Arabella tidak ingin mendebatnya. “Aku hanya ingin buang air kecil, percayalah ....”

Alice, pelayan tersebut menggeleng. “Maaf, Nona, saya tidak bisa.”

Gadis cantik itu menghela napas berat. “Baiklah, setidaknya katakan bagaimana keadaan Diana.”

“Diana sudah diobati oleh Dokter Viona. Nona tidak perlu mengkhawatirkannya. Cukup berhenti membuat masalah karena kami yang akan mendapat hukumannya, Nona,” ujar Alice sebelum melangkah pergi. Mengabaikan Arabella yang memanggilnya karena gadis itu benar-benar ingin buang air kecil.

Sial, bahkan untuk buang air kecil saja ia tidak bisa karena harus terkurung di dalam kerangkeng ini.

“Apakah sekarang untuk buang air kecil saja aku harus menunggu Tuan kalian itu pulang?!” erang Arabella kesal.

Arabella bahkan memukul-mukul jeruji besi yang mengurungnya.

Griffin ... ah sial, entah apa yang laki-laki itu inginkan dari Arabella.

Arabella menyerah. Gadis itu kembali naik ke atas kasurnya. Bayangan Diana yang dicambuk tadi membuatnya merinding. Entah apa yang akan terjadi pada wanita itu jika Arabella berhasil kabur.

Kali ini, setidaknya kegagalan Arabella tidak membuat nyawa seseorang yang tidak bersalah hilang. Tapi, mau sampai berapa lama Arabella membiarkan dirinya terjebak di sini? Bahkan sekarang di depan kamar itu dijaga oleh dua penjaga.

Gadis itu melirik nampan berisi makanan. Perlahan meraihnya dan mulai memakannya. Bertepatan dengan pintu kembali dibuka, hampir saja Arabella tersedak makanannya saat melihat Griffin lah yang masuk.

Ia segera meletakkan nampan itu lagi ke atas nakas. “Kupikir itu makanan untukku jadi aku —“

“Jangan mengulangi kesalahan yang sama lagi, kau mengerti?” kata Griffin dingin.

Arabella diam. Ia tidak tau harus menjawab apa, tapi ternyata diamnya justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.

“Apa aku harus menjahit mulutmu agar kau tidak perlu menjawab pertanyaanku, Arabella?”

Refleks Arabella menyentuh mulutnya, lalu menggeleng gemetar. “Aku … maksudku, apa yang kau inginkan dariku?”

Alis Griffin terangkat. Senyuman miring tersungging di bibirnya. “Aku sudah membelimu, jadi semua yang ada di dirimu sudah menjadi milikku.”

“Tapi aku tidak pernah setuju menjual diriku padamu! Lagi pula, aku diculik. Aku tidak tahu kenapa aku ada di tempat gelap itu ... lalu sekarang ada di sini,” sahut Arabella. Gadis itu tanpa sadar sudah turun dari ranjangnya dan berdiri di sisi jeruji yang mengurungnya.

Griffin melangkah maju dan menyentuh dagu Arabella. “Nikmatilah kehidupanmu yang sekarang.”

Arabella menepis tangan laki-laki itu dengan kasar, menatapnya nyalang lalu menunjuk wajah Griffin dengan emosi yang meledak. “Iblis!”

Sorot tajam Griffin membuat nyali Arabella lenyap begitu saja. Terlebih saat laki-laki itu menarik tangannya. Cengkramannya di pergelangan tangan Arabella membuat gadis itu meringis.

“Bahkan orang-orang yang kau sebut manusia itu tidak ada yang mencarimu,” hina Griffin. Menatap Arabella dengan tatapan mengasihani yang mencemooh.

“Kau bohong! Lihat saja, sebentar lagi keluargaku akan menemukanku dan membebaskanku!“

“Itu hanya akan terjadi jika mereka mencarimu, Arabella.”

“Mereka mencariku!” bentak gadis itu marah. Suaranya memelan kemudian, seakan berusaha menyakinkan dirinya sendiri. “Mereka mencariku.”

“Maka tunggulah sampai kau mati,” bisik Griffin. Melepaskan cengkramannya pada lengan Arabella, meninggalkan jejak merah yang terlihat jelas karena kulit putih gadis itu.

Arabella bersumpah jika ia memiliki kesempatan maka ia akan membuat Griffin memohon di hadapannya. “Bahkan jika tak ada yang membantuku, aku bisa melarikan diri darimu.”

Langkah Griffin yang akan keluar kamar terhenti. Ia menoleh dan menatap gadis itu. “Maka bersiaplah bertanggung jawab untuk banyak nyawa yang menghilang.”

“KAU GILA!” erang Arabella.

***

“Selamat pagi, Nona,” sapa Diana pada gadis cantik yang melenguh di atas tempat tidur.

Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum melompat turun dari ranjang dengan mata berbinar. “Diana kau ....” Arabella tak mampu menyelesaikan kalimatnya

Diana meraih tangan Arabella yang mencoba menggapainya dari balik sangkar emas yang mengurungnya.

“Kau baik-baik saja? Tidak, kau pasti tidak baik-baik saja. Iblis itu menghukummu dengan sangat berat karena kesalahanku,” cecar Arabella dengan sorot menyesal yang berkumpul di matanya.

Diana tersenyum kecil melihat kekhawatiran tulus yang terpancar dari sepasang mata indah milih Arabella. Meski Diana dihukum karena Arabella mencoba kabur, tidak dapat dipungkiri kalau ia juga bisa terbebas dari hukuman itu karena bantuan Arabella. Ia bisa melihat bagaimana perempuan itu terisak seakan ia yang disiksa, juga bagaimana ia memohon pada Tuan mereka.

“Saya baik-baik saja, Nona. Nona tidak perlu khawatir,” ujar Diana sembari mengelus punggung tangan Arabella dengan lembut. Mencoba meyakinkan gadis itu kalau dirinya memang baik-baik saja. Ia sudah diobati dan sebenarnya ia tidak perlu bekerja, tapi ia ingin menemui Arabella. Maka, ia memilih mengantarkan nampan berisi sarapan kepada gadis itu seorang diri.

Arabella menunduk. “Maafkan aku, Diana.”

Meski baru mengenalnya, Diana tahu kalau gadis tawanan sang Tuan itu merupakan gadis yang baik. Ia bisa saja bersikap seolah tidak peduli dengan penderitaan Diana, tapi yang Arabella lakukan justru rela mengorbankan dirinya untuk menggantikan hukuman Diana.

“Nona gadis yang baik,” puji Diana. “Tak apa, saya juga akan melakukan hal yang sama jika ada di posisi, Nona. Tapi, percayalah, Tuan orang yang baik, Nona.”

Sepasang manik cokelat milik Arabella membulat tidak terima. Dengan meledak-ledak ia berkata, “Bahkan aku tidak pernah bertemu manusia yang lebih buruk darinya.”

Diana tersenyum. Berucap dengan sabar, “Itu karena Nona belum mengenal Tuan Griffin.”

“Aku tidak ingin mengenalnya!” tandas Arabella membuat sang kepala pelayan tersebut terkekeh geli.

“Baiklah,” katanya mengalah. Lalu membuka jeruji yang mengurung Arabella dan meletakkan makanan di atas nakas. “Nona mau membersihkan diri dulu?”

Pintu diketuk ketika Arabella sedang sarapan.

“Masuklah,” kata Diana.

“Tuan Griffin meminta Nona untuk sarapan di bawah,” ujar Alice membuat sesendok sup yang baru saja masuk ke mulut Arabella hampir tersembur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status