Share

BAB 4. Mimpi Buruk Meta

Meta dibesarkan dengan baik, memiliki keluarga harmonis yang kapan saja selalu di sisinya. Sangkin sempurnanya hidup yang diberikan, Meta sampai lupa jika pelangi hanya datang sebentar lalu menghilang.

Banyak yang mengatakan lebih baik bersusah lalu senang kemudian, daripada berakhir menyakitkan saat terbiasa menjalani hidup yang sempurna.

Dia membuka matanya, menemukan cahaya yang terasa asing.

“Apa aku sudah mati?” gumamnya, baru disadari masih mengenakan pakaian yang terakhir kali. Ah, tentu tidak akan semudah itu. Edward pasti akan menyembuhkan lukanya lalu memberi luka baru lagi. Begitulah cara Edward menyiksanya. Entah kapan semua akan berakhir atau mungkin tidak akan pernah sama sekali.

Gadis itu menyipitkan matanya, menemukan seorang gadis berpakaian SMA yang tengah menikmati keindahan taman di hadapannya. Meta baru menyadari, tengah berada di sekolah lamanya. Perlahan, dia melangkah mendekat, bersamaan dengan gadis itu yang berbalik.

“Xadira? Kamu gak apa-apa?” Meta menghampirinya, memeriksa gadis itu dari ujung kepala sampai kaki. Xadira tersenyum kecil.

“Sayang sekali kamu udah terlambat menyadarinya, Ta. Aku pernah memohon supaya kamu berhenti, bahkan meminta bantuan darimu, taapi apa yang kamu lakukan. Kamu meninggalkanku, kamu pergi begitu aja, Ta,” ucap gadis bernama Xadira itu. Meta menatapnya sendu.

Dia memutuskan untuk pindah sekolah, meninggalkan Xadira yang menderita sendirian. Meta tidak lagi pernah mendengar kabar tentang Xadira sejak hari itu. Meta pikir Xadiira akan hidup dengan baik setelah dia pindah sekolah. Tidak akan ada yang mengganggu gadis itu lagi. Namun, sepertinya semua di luar perkiraan Meta.

“Aku menderita sendirian, Ta! Aku menderita, aku tersiksa dan gak punya orang untuk jadi sandaran. Aku..aku kehilangan segalanya, mimpi, harapan untuk hidup. Yah, aku kehilangan hidupku sendiri, Ta,” lontar Xadira. Meta terduduk lemas. Dia gagal dan menjadi tokoh paling jahat sekarang. Dia yang sudah membuat Xadira menderita, dan sungguh mulai menyesalinya.

“Kamu hidup dengan baik, Ta. Kamu bisa jadi model terkenal, juga mendapatkan semua yang kamu inginkan, sementara aku? Mimpi untuk jadi psikolog nyatanya hancur berantakan. Aku gagal menyelamatkan diriku juga orang yang jadi alasan aku memiliki mimpi sebesar itu. Lalu, aku harus apa, Ta!” teriak Xadira menggebu-gebu. Meta hanya bisa terisak. Kini, yang tersisa dalam hatinya hanyalah penyesalan.

Dia tidak pernah menduga bahwa kepergiaannya justru jadi petaaka untuk Xadira.

“Maafin aku, Xa,” lirih Meta.

Dua tahun berlalu, dan semua masih membekas. Sudah dua tahun lamanya, Meta begitu ingin mendengarkabar baik. Namun yang dia dengar jutru sebaliknya. Meta sadar jika alam mereka sudah berbeda sekarang.

“Aku akan menjadi mimpi buruk kamu, Ta,” gumam Xadira, Meta mendongak, menatap raut datar gadis itu.

Dia seolah dibawa pada kejadian beberapa waktu lalu. Seseorang dihabisi tepat di hadapannya ddan Meta tidak bisa melakukan apa pun. Rasa bersalah itu sungguh menyiksanya.

Benar kata Xadira, mereka yang tidak bisa dia selamatkan dan berahir di hadapannya hanya akan menjadi mimpi buruknya.

“Nona, bangun,” panggil suara-suara itu memintanya untuk membuka mata.

Keringat mengalir deras di pelipis gadis yang masih bergumam tidak jelas itu. Dia menggeleng, menolak menyaksikan hidup oranng berakhir tragis di depan matanya. Ingatannya kembali ke saat penemuan Yooana yang sudah tidaak bernyawa.

Meta terbangun dengan napas memburu. Bagaimana sakitnya Yoona saat diperlakukan tidak baik. Sama seperti cara Edward mengakhiri hidup musuhnya, mungkin itu pula yang dialami oleh Yoona.

“Ma,” lirih Meta menangis. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di lipatan lututnya.

“Nona, Tuan Leonardo meminta anda tuun sekarang,” ucap pengawal memberitahu, Meta mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata.

Dia bahkan baru sadar dari pingsan, dan pria itu sudah menyuruhnya menghadap. Benar-benar tidak memiliki hati nurani. Pelayan wanita masuk, membantu Meta untuk bersiap. Siapa sangka kalau Meta akan dikenakan gaun seksi dan juga highhill, setinggi 6 cm. Dulu, Meta begitu anggun, berjalan dengan elegan, melakukan catwalk fashion show dan menarik perhatian semua orang. Kulit ulusnya, ditambah badan ramping yang proporsional membuat siapa saja terpukau akan penampilannya. Kini, di kakinya ada bekas jahitaan, wajahnya penuh lebab, baahkan kini punggungnya pun tidak lagi mulus.

Meta memperhatikan penampilannya, meski dibantu make up sekalipun tidak akan sepenuhnya menghilangkan jejak kesedihan di wajahnya.

Setelah dua tahun berlalu, kini Xadira hadir dan menjadi mimpi buruk untuk Meta. Meta berjalan begitu anggun, terlihat memperlihatkan sisi modelnya.

“Lama sekali,” protes Edward.

Pria itu tersenyum miring, memperhatikan penampilan baru tawanannya. Bisa jadi mainan bagus untuknya.

Ketika tatapaan keduanya bertemu, teriakan, rintihan dan bau darah kembali menghantui Meta. Gadis itu menatap Edward takut. Dia spontan melangkah mundur kaala Edward mendekatinya.

“Kenapa heum?” tanya pria itu menyematkan anak rambut Meta ke belakang telinga.

Edward memeluk pinggang Meta begitu possesive, mengecup bahu Meta yang terbuka. Napas pria itu yang menyentuh lehernya membuat Meta merinding, masih menebak apa yang akan Edward lakukan padanya.

“Mulai sekarang kamu adalah babuku, jadi apa pun yang aku minta harus kamu turuti. Setiap mendengar bunyi bel di kamar, kamu harus segera datang,”

Edward memberikan sebuah ponsel pada Meta. Senyum tipis muncul.

“Jangan harap kamu bisa berhubungan dengan orang selain aku,” ancam Edward. Benar juga, pria gila itu tidak sebodoh itu memberikan ponsel pada Meta.

Meta mulai mengecek ponnsel tersebut. Hanya ada nama Leonardo di sana, ditambah lagi chip yang menunjukkan keberadaan si pemilik ponsel. Aah satu lagi, ponsel itu memiliki kamera pengawas artinya Edward bisa memantau segala pergerakan Meta saat menggunakan ponsel.

“Aku gak butuh, dan lagi aku masih tidak mau menjadi babumu,” tolak Meta mengembalikan ponsel itu pada pria 15 cm lebih tinggi darinya, mungkin.

Meta masih belum memahami dengan jelas letak perjanjian yang Adam dan Edward sepakati. Bisa saja pria itu membohonginya, menggunakan alibi kalau dia adalah jaminan, agar bisa menahannya tetap bersama pria itu.

Edward mencengkeram bahu Meta kuat.

“Ternyata kamu masih belum paham juga dengan peringatan aku, heum,” ucapnya dingin.

Dia memberi perintah lagi melalui kode tangan. Seorang pengawal terlihat membawa dokumen dan laptop milik Edward.

Meta mengikuti pria itu untuk duduk, membaca baik-baik dokumen perjanjian yang Edward dan Adam sepakati.

Jika tidak mampu membayar, maka hal terpenting pun bisa diambil sebagai jaminan. Dengan demikian, maka saya menjadikan putri kesayangan saya, Meta Marfora Anastasya sebagai jaminan, bilamana saya tidak mampu memenuhi target sesuai perjanjian.

Begitulah inti dari perjanjian tertulis tersebut, bahkan dibubuhi materai. Bisa-bisanya Adam membuat perjanjian bersama seorang psikopat, bahkan menjadikannya tumbal.

“Tidak ada di perjanjian, jadi aku gak mau jadi babu kamu,” Meta masih bersikeras menolak perintah Edward.

“Kalau begitu, bersiaplah dengan akhir kisahnya,” ancam Edward menunjukkan rekaman pada Meta. Di sana, rumahnya dijaga ketat oleh pengawal keluarga Leonardo. Kapan saja Adam akan habis di tangan mereka.

Meta menutup matanya kuat, lagi-lagi dia dihadapan pada pilihan yang sulit. Akan ada bayaran yang setimpal untuk setiap pilihan yang dia ambil.

“Baiklah, Tuan Leonardo, apa tugas pertaamaku sebaagai babumu?”

Dan inilah pilihan yang Meta ambil. Edward tersenyum puas, sesuai harapannya. Semua baru permulaan, Meta akan merasakan hidup seperti di neraka setelah ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status