Beranda / Romansa / Tawanan Pewaris Psikopat / BAB 5. Xadira Ternyata..

Share

BAB 5. Xadira Ternyata..

Penulis: authorsemesta
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-09 22:51:35

Sepertinya tidak cukup dengan luka fisik akibat benda-benda tajam dan senjata panas yang Edward miliki. Pria itu juga berhasil membuat otak tidak seberapa Meta lelah berpikir. Bisa-bisanya pria itu malah menyuruhnya menyelesaikan soal-soal. Meta itu tidak pintar soal akademik, lebih mengeluti bidang bidng non akademik seperti model majalah misalnya.

Meta mengacak rambutnya. Sungguh, dia begitu lelah berpikir sekarang, mulai menyesal dulu lebih memilih tidur saat pelajaran fisika, dan matematika. Sekarang, dia bahkan tidak mengerti apa yang ditanyakan dalam soal. Gadis itu sudah mencoba belajar otodidak menggunakan jaringan internet, tetap saja tak kunjung menemukan pencerahan.

“Nih soal apa teka-teki hidup sih, susah amat,” rutuk Meta mulai menyerah. Dia membaca soal berulang kali, dan hasilnya nihil.

Meta menyerah, meletakkan kepalanya di atas meja. Baru juga beristirahat, bel kembali berbunyi, bersamaan dengan notifikaasi yang masuk ke ponsel hitam tersebut.

Seluruh hidup Edward dipenuhi warna hitam sepertinya.

“Akh, aku bisa gila kalau begini terus menerus,” teriak Meta frustrasi.

Ponselnya berdering lagi. Edward benar-benar ingin membuatnya gila sepertinya. Meski malas, Meta tetap mengangkatnya.

“Lupa kalau aku mengawasimu? Kerjakan atau hukuman indah menantimu,” ancam pria itu. Tidak main-main, pria itu bahkan mengancam akan menghukum jika melebihi waktu yang diberikan. Edward bahkan lebih kejam dari guru fisikanya dulu.

Meta mulai fokus, mencoba mencoret kkertas meski berakhir sama saja. Dia menyerah, mengistirahatkan tubuh dan pikirannya, terserah saja jika Edward akan menghukumnya.

Sekitar lima belas menit kemudian, alaram berbunyi, menandakan waktu yang sudah habis. Berjalan gontai, mengetuk pintu ruangannya Edwrd. Pria itu menatapnya, sudah tidak sabar memberinya hukuman sepertinya.

“Berani sekali menantang perintah aku, hem?” ucapnya penuh penekanan.

“Soalnya emang susah. Udah cari di internet, gak nemu juga,” protes Meta memelas. Entah salah ingat atau tidak, intinya dulu pelajaran itu tidak ada.

“Kalau kamu benar-benar pintar, pasti sadar ini soal apa. Jawabannya bahkan gak pernah ada,” sahut Edward terkekeh, merasa senang telah mengerjai babunya. Meta lelah berpikir, mecari ke sana kemari, nyatanya memang soal itu tidak memiliki jawaban.

Meta menatap Edward geram. Dia merasa dipermainkan sekarang.

“Kan sudah aku bilang, kalau saja kamu pintar, kamu pasti menyadarinya. Sayang sekali kamu begitu bodoh,” ejek Edward, semakin senang dengan ekspresi penuh emosi yang Meta tunjukkan. Gadis itu menghela napas, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.

“Hukuman sudah menanti kelinci manis. Ikut aku!” perintah Edward.

Meta ingin sekali memukul kepala pria itu, membenturkannya ke dinding agar tidak bisa membuka mata lagi.

“Apa? Membersihkan kolam berenang seluas ini? Sendirian, gila ya kamu. Enggak, aku gak mau!”

Meta tidak bisa mengelak lagi. Tatapan mata Edward sudah menjelaskan segalanya. Gadis itu mulai menggulung rambutnya ke atas. Yup, dia benar-benar jadi babu Edward sekarang, dan sama sekali tidak bisa menolak apalagi melawannya.

“Akh, kapan aku bisa terbebas dari ini semua,” dumel Meta.

Gadis itu mulai mengambil sapu, siap tuun ke kolam berenang. Seperti memang disengaja dan ssudah diatur sedemikian rupa, air dalam kolam renang tersebut sudah dikuras, jadi tidak perlu menunggu lama untuk sang babu turun dan membersihkannya.

Edward duduk dengan tenang, memantau gadis itu yang terus saja mendumel, sambil membersihkan kolam renang yang sangat luas.

“Gila! Ngasih hukuman yang bisa buat anak orang mati beridiri!” dumel Meta memberengut kesal. Sesekali dia menghentakkan sapu dengan keras, pelampiasan emosinya.

Gadis itu mendongak dan bertemu pandang dengan Edward yang hanya terfokus padanya. Pria itu mengulas senyum, yang manis? Meta mengucek matanya untuk memastikan.

“Aku yakin Tuan Leonardo senyum manis banget tadi,” gumam Meta. Ekspresi penuh peringatan itu membuat Meta segera melanjutkan kegiatannya.

Berjam-jam dia menyikat dan menyiram kolam renang tersebut, baru selesai setengah. Meta terduduk lemas, tenaganya benar-benar terkuras habis.

“Tuan, beri hambamu air. Sungguh, aku haus,” pinta Meta menurunkan egonya. Edward tertawa, merasa terhibur. Segelas air diletakkan di pinggir kolam. Meta bergegas meneguknya, mengurangi kering di tenggorokannya.

“Cepat selesaikan, setelah itu pergi ke ruanganku, dan ambil dokumen yang aku butuhkan, nanti aku kirimkan pesan dokumen seperti apa yang kubutuhkan,” jelas Edward sebelum pergi.

Kini tersisa Meta yang mengejek pria itu. Kalau saja dia memiliki sedikit keberanian, dia pasti sudah menembak pria itu hingga mati.

“Sepertinya aku harus belajar bela diri sama cara menembak deh, biar bisa kalahin dia,” dumel Meta.

“Memangnya berani?” tanya seseorang berjalan mendekat. Meta mengerutkan kening, sepertinya pria itu salah satu tamu yang pernah datang ke rumahnya, artinya satu komplotan dengan Edward. Ah, Meta jadi malas meladeninya.

“Kamu itu terlalu menawan untuk sekedar jadi babu. Aku benar-benaar berpikir kalau tuan muda Leonardo akan menjadikanmu istrinya. Kupikir dia menyukaimu pada pandangan pertama,” sambung pria itu tidak berhenti memancing Meta untuk berbicara padanya.

Meta berhenti sejenak, mulai memikirkan perkataaan pria tak dikenal itu. Menyukainya? Apa begini cara memperlakukan seseorang yang disukai? Atau memang begitulah psikopat berhati dingin memperlakukan wanitanya?

“Psikopat masih memiliki hati untuk jatuh cinta?” tanyanya tidak yakin.

“Jaga bicaramu, Tuan Leonardo bisa membunuhmu jika mendengar perkataan lantangmu itu,” peringan pria itu lagi. Meta menutup mulutnya, kembali melanjutkan pekerjaannya. Sedikit lagi, dia meyakinakan diri sendiri.

Meta menghela napas lega, akhirnya dia bisa menyelesaikan pekerjaannya.

“Ngapain masih di situ?”

“Mau menyampaikan pesan Tuan Muda, dokumennya di map warna biru donker, jangan salah bawa, antar ke kamar beliau,” jelas pria itu.

Dia tersenyum manis sebelum meninggalkan Meta seorang diri.

“Eh, boleh bantu aku naik?” ucap Meta menghentikan langkah pria itu. Dia berbalik, mengulurkan tangan, membantu Meta untuk kembali ke atas.

Baru juga selesai, belnya sudah berbunyi lagi. Meta merutuki Edward yang tidak memberinya waktu untuk sekedar tarik napas.

“Gih, Tuan bisa marah dan menghukummu lagi jika sampai terlambat,”

Meta mengangguk, bergegas kembali ke dalam rumah yang seluas istana. Untuk mempercepat sampai di ruang kebesaran Edward, gadis itu menggunakan lift.

“Map biru donker, yang mana satu dah. Ini ada beberapa lagi,” gumam Meta mulai keebingungan.

Ting!

Biru donker yang garis pinggirnya warna hitam, ada pembatas warna biru juga, pastikan sebelum dibawa kemari

Sebuah pesan dari Edward. Meta mulai mencari map yang dimaksud. Dia tersenyum lega kala menemukannya. Untuk memastikan mapnya benar, Meta memberanikan diri untuk membukanya.

Tangan gadis itu bergetar kala menemukan sebuah foto gadis yang sangat dia kenal. Langkah kaki yang mendekat, sontak membuatnya menengok dan mendapati sosok Edward yaang tengah memperhatikannya.

“Xadira..ternyata dia..” gumam Meta tak mampu mengeluarkan kata-kata laagi.

Edward masih tenang, berjalan mendekat.

“Kenapa lama sekali? Kamu tau aku sangat tidak suka menunggu. Itu membuatku sangat kesal,” dumel Edward masih tanpa ekspresi.

Pria itu tersenyum devil kala melihat sesuatu yang babunya temukan.

“Ah, rupanya kamu sudah menemukan jawabannya,” gumam pria itu.

Meta terpaku, untuk membalas ucapan Edward dia sudah tidak sanggup. Sama sekali tidak menyangka akan menemukan foto Xadira, gadis yang sangat dia kenal. Otaknya berpikir keras, mencoba menyambungkan semua yang terjadi, mimpi buruknya itu dan foto Xadira yang ada di antara map milik Edward Leonardo, ditambah saat dia mengetahui nama lengkap gadis itu.

Meta mengepalkan tangannya, semua benar-benar mengejutkan gadis itu, terutama fakta tentang Xadira. Dunia sesempit itu ternyata atau memang itu adalah kebetulan yang disengaja?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 134. New Life

    Dua tahun berlalu begitu saja. Dengan sedikit bantuan dari world agency hukumannya bisa selesai lebih cepat. Dia kini bisa menghirup udara dengan bebas. Tangannya terentang, menyambut dunia barunya.Mobil hitam berhenti, membuat senyumnya semakin lebar.“Selamat datang kembali, Edward,” sapa Regano.Tidak ada embel-embel ‘tuan’ lagi, karena sejak hari itu mereka hanyalah saudara yang akan memulai hidup baru. Edward terkekeh, lantas masuk ke dalam mobil, mendahului sang supir.“Bagaimana keadaannya?”Sebulan yang lalu, dia akhirnya mendengar berita terbaiknya. Meta akhirnya bangun setelah tidur cukup lama. Edward sungguh berpikir tidak memiliki kesempatan untuk bersama wanitanya lagi. Namun, harapan itu sedikit memudar kala mengetahui kalau Meta kehilangan cukup banyak kenangannya.“Keadaannya mulai membaik, meski harus menjalani latihan untuk bisa berjalan lagi,” jelas Regano.Selain memori, Meta juga sempat tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya atau disebut lumpuh total. Sebulan t

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 133. Cinta yang Sempurna

    Dia terlahir dengan julukan monster, tatapan benci bercampur rasa takut yang sering dijumpainya. Bukan hanya orang-orang, bahkan ibunya tak pernah mau menatapnya sebagai seorang putra. Bertahun-tahun, dia hidup dalam kegelapan. Edward Leonardo, namanya. Si pria berhati dingin dan beku. Tidak ada cinta, bahkan tidak ada rasa sedikit pun. Ditolak oleh orang-orang memaksa kepribadian gelapnya muncul. Asnaf adalah role model yang dia miliki, satu-satunya. Hanya Asnaf-yang sama dengannya- yang mau dekat dengan Edward. Asnaf membesarkannya dengan cara yang salah, hingga Edward tumbuh sesuai keinginan pria psikopat tersebut. Waktu berjalan begitu cepat. Edward yang tanpa perasaan, dinobatkan sebagai leader dalam organisasi besar dunia. Mafia yang akan mengambil organ milik orang lain yang tak mampu memenuhi target. Apa saja, termasuk hidup mereka jadi jaminannya. “Kamu hanya perlu menjalani hukuman penjara selama dua tahun, leader,” ucap Mr. Secret A. Tidak ada pilihan. Masalah sudah mera

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 132. Perjuangan Terakhir

    Bagi Dion terlalu mudah mengakhiri rasa sakit hanya dengan membunuh Edward. Bertahun-tahu dia hidup dalam penderitaan setelah kehilangan gadis yang dia sayangi, sementara Edward terus beraksi tanpa takut sedikit pun. Kali ini, dia hanya ingin pria itu merasakan penderitaan yang sama dengannya. Dia ingin Edward merasakan ketakutan yang luar biasa. “Kamu pikir aku akan mudah melakukannya?” Dion terkekeh, menarik Meta agar mengikuti langkahnya. Tidak seorang pun berani melangkah. Meta menangis, menatap Adam yang semakin melemah. Dia sungguh ingin berlari dan memeluk pria tersebut. “Tolong Papa,” gumam Meta sebelum Dion memaksanya masuk ke dalam mobil. Edward menurut, menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Adam ke rumah sakit. Dia dan Regano akan mengejar mobil yang Dion bawa. Di dalam mobil Meta hanya terus menangis, bukan karena dirinya dalam bahaya, melainkan karena takut tidak bisa melihat Adam lagi. “Kamu hebat! Aku akui itu. Kamu bisa membuat leader tergila-gila, bahkan tak

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 131. Te Amo, Meta

    Kakinya terus melangkah, tanpa keinginan melihat ke belakang. Dia semakin jauh ke dalam kegelapan, ke tengah pepohonan yang semakin menjulang tinggi. Rasa takut kerap muncul. Namun, tekad untuk segera pergi dari tempat itu tak kalah besar. Dia terus melangkah lebar. Sebelah tangannya memegang satu-satunya pistol yang jadi alatnya untuk saat ini.Dor!Dia kembali menembak di salah satu pohon, memberi petunjuk. Dia sadar akan ada seseorang yang mencarinya nanti. Petunjuk itu akan membantunya untuk ditemukan lebih mudah.“Sssh, bertahanlah, Nak. Kita akan segera keluar dari tempat ini,” gumamnya mengelus perutnya yang semakin perih.Sesuatu yang buruk bisa terjadi jika dia terlambat keluar dari tempat itu.“Awss,”Pada akhirnya, Meta kehilangan tenaga untuk terus melangkah. Rasa sakit melanda seluruh tubuhnya, bukan hanya perut. Napasnya mulai tercekat, pelipinya dipenuhi keringat. Tubuhnya lemas, seolah tenaganya terserap habis tanpa sisa.“Ed, tolong,” gumamnya lirih. Dia bersandar di

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 130. Rasa yang Tak Seharusnya

    Dari mana semua permasalahan ini bermula? Rasa cinta yang tidak bisa dikendalikan adalah awal semua dimulai. Azura jatuh hati pada pangeran kegelapan. Jika waktu diputar dan Azura tidak pernah menikah dengan Asnaf, mungkin kisah ini gak akan dimulai. Tidak ada Edward atau pewaris gen psikopat dari pria kegelapan tersebut. Satu sisi, jika saja Dion tidak jatuh hati pada gadis kecil itu, pasti tidak akan ada akar pahit, hingga sejauh ini.Rasa yang tak seharusnya hadir, terkadang menjadi sebuah kesalahan, menjadi pemicu akan skenario yang lebih rumit. Akan tetapi, apakah manusia bisa mengatur segalanya? Tentu saja tidak.Sebagai seorang anak, Edward dulunya selalu mengikuti jejak Asnaf, sampai semua semakin memburuk saat Asnaf hampir saja menjadikan Xadira-putrinya sendiri- sebagai korbannya. Edward jelas tidak terima, dan memutuskan untuk mengurung Asnaf selama bertahun-tahun. Pada awalnya, pria itu akan rutin memerintah anak buahnya mengirimkan beberapa ekor kelinci sebagai pemuas has

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 129. Misi Penyelamatan

    Meta berusaha menahan diri untuk meneriaki Dion sekarang juga. Rasa bencinya menumpuk begitu mengetahui kalau Dion yang memaksa Xadira melompat dari atas gedung. Perlahan tangannya menyusup ke sela kemeja yang dikenakannya, meraih sesuatu dari dalam sana. “Kamu tidak ingin minum dulu, manis? Bukankah kamu butuh tenaga untuk menghadapi ini semua?” Dion menyodorkan segelas susu. Awalnya Meta curiga, tetapi juga tidak memiliki pilihan lain. Dia menegok cairan kental berwarna putih itu meski sedikit. “Manis sekali,” tangan Dion terulur, membersihkan sisa susu di bibir Meta. Pria itu tersenyum hingga memunculkan lesung pipinya. Dia memperhatikan detail wajah Meta, sangat indah. Pantas saja Edward yang notabenya tidak memiliki hati, bisa luluh pada gadis itu, bahkan sampai membuat Meta mengandung keturunannya. “Seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku akan jatuh cinta padamu. Sayang sekali, kamu adalah milik dari musuhku sendiri,” lontar pria itu lebih mirip seperti psikopat menge

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status