Share

Ciuman Pertama

Kernyitan dalam muncul di keningnya begitu paparan sinar membias menyilaukan wajah. Aroma maskulin di pagi hari menjadi sesuatu yang asing bagi Pandora. Perlahan netra hijau lumut itu mengerjap, baru disadari posisinya sedang mendekap tubuh besar seorang pria.

Dia ....

Pandora nyaris dipersekusi keadaan kalau saja keberuntungan tidak sedang di dekatnya. Semalam selepas aksi negosiasi dia memaksakan diri untuk terlelap—berhasil, walau dia tahu pria di sampingnya malam itu seorang yang sangat berbahaya.

Dia ....

Lagi. Pandora kembali tersadar dengan siapa dia ditidurkan ketegangan. Tanpa sadar sentuhan jemarinya di atas dada bidang yang terasa padat dan kekar terlepas.

Pandora mendongak ....

Satu kali menatap netranya kembali mengerjap cepat.

Dua kali melakukannya hal yang sama napasnya dipaksa untuk tercekat.

Wajah itu ....

Wajah yang dilihat bersama Mr. Lee, bagaimana mungkin saat ini sedang bersamanya?

“Apa yang aku lakukan?” ucap Pandora tak habis pikir.

Gerakan spontan darinya mendapat cekalan hebat. Seharusnya pria itu masih tertidur. Namun, wajah yang kian berpaling ke arahnya membuat Pandora mematung.

Ketampanan pria di hadapannya berada di jalur berbeda—memabukkan. Campuran warna yang bergumul dalam dua iris mata pun nyaris tak bisa membuat Pandora mengalihkan perhatian. Masih dengan pertanyaan yang sama, mungkinkah pria di hadapannya ini seorang manusia?

“Kenapa melihatku?”

Segera menjauh Pandora tergugu oleh satu pertanyaan di pagi hari. Dia tidak tahu harus menjawab apa, susah payah menelan ludah kasar saat manik mata itu menghujam makin tajam.

“Kenapa melihatku?”

Satu pertanyaan lagi – lagi terulang. Debaran jantung Pandora heboh di dalam sana. Dia memaksakan diri bersuara. “Aku—aku—karena aku punya mata.”

Salah jawab membuat bibir lawan bicaranya menipis pelan.

Degh!

Tubuh besar itu seketika membawa Pandora duduk di atas pangkuan sang empu.

“Kau bisa merasakan sesuatu?”

Mata hijau lumut Pandora membola hebat. Sesuatu yang keras terasa bergejolak di antara celah tubuhnya. “Tidak. Aku tidak merasakan apa pun.” Dia menunduk dengan kebohongan, memancing geraman kasar dari pria yang sedang mendekapnya.

“Cantik – cantik pandai membual. Apa begitu ajaran orang tuamu?”

Jelas tidak seperti itu. Kejujuran merupakan hal utama yang selalu Chris ajarkan kepadanya. Pandora tidak suka bagaimana pria itu melontarkan tuduhan tidak mendasar. Namun, tak bisa melakukan apa pun, termasuk melontarkan kalimat tajam demi meluapkan kekesalan.

“Apa aku perlu mendatangkan ayahmu kemari untuk melihat seberapa hebat putrinya ingin mengelabuhiku?”

Pandora mendongak. Chris tidak boleh melihatnya dalam keadaan seperti ini. Pandora yakin Aquela sudah menjelaskan dengan kata – kata manis kepada Chris mengenai pekerjaan yang Pandora dapatkan. Chris pasti akan kecewa melihat Pandora menjual diri demi membiayai pengobatannya.

“Aku mohon jangan.”

“Ayahku sedang sakit serius. Bagaimana jika jantungnya kembali mengalami kegagalan. Aku tidak bisa kehilangan ayahku.”

Pandora menekan dalam isakan kecil yang sempat terdengar. “Aku berbohong kepadamu, karena kita tidak saling kenal.” Dia menggeleng kecil, berulang kali menyakinkan diri untuk tidak terhanyut lebih lama terhadap perasaan yang begitu kacau.

“Aku mengenalmu. Kau Pandora Honover. Seorang mahasiswi di fakultas departemen teater. Memiliki percapaian akademik yang gemilang. Merupakan putri tunggal dari Chris Lamon Honover. Dan yang aku dengar, kau masih perawan ....”

Demikian penjelasan yang berhasil memporak – porandakan perasaan Pandora. Beberapa kata pria itu terucap pelan, dan bagian lainnya—pada kalimat terakhir terdengar mengandung gairah tertahan. Haruskah Pandora menyebut harga keperawanannya senilai 200 juta poundsterling untuk pria yang baginya memiliki sisi misterius mendalam.

“Aku tidak lagi berstatus sebagai seorang mahasiswi.” Pernyataan Pandora benar adanya. Baru kemarin pagi dia mengundurkan diri dari status kemahasiswaan di Universitas Bristol. Dia kemudian mengerjap. “Tapi aku cukup tertarik ingin mengetahui namamu.”

Setidaknya Pandora harus tahu sedang bersama siapa, juga harus belajar mengendalikan diri. Pria yang bersamanya adalah pria yang dikenal dosen di fakultas departemen teater. Barangkali Pandora harus pandai – pandai memperhitungkan tingkat kewaspadaan. Lagipula Pandora merasa tidak ada yang salah dari ungkapannya. Seharusnya begitu ....

Akan tetapi tiba – tiba posisinya sudah dipindahkan kembali ke sisi ranjang.

“Aku harus bersiap.”

Tubuh besar dan kekar itu menjulang tinggi. Pandora mulai berpikir bagaimana dia bisa mengimbangi kekuatan yang dimiliki pria hadapannya. Dia terlalu muda harus memenuhi hasrat seorang pria dewasa. Pria yang telah berjalan jauh. Lalu menarik atensi Pandora secara penuh.

“Kau mau mandi?”

Ntah apa yang merasuki Pandora hingga memborong kebodohan. Tanpa berpikir panjang mengejar langkah lebar yang terhenti di depan pintu kamar mandi. Pria itu menatapnya dingin tak tersentuh, seakan terganggu oleh tindakan kecilnya.

“Kau keberatan tidak kalau aku masuk ke kamar mandi lebih dulu?” tanya Pandora ragu. Jika membiarkan pria itu pergi dari penthouse sebelum dia menyelesaikan ritual mandi, bayangan – bayangan menakutkan, berupa suara semu, akan menghantui isi kepala Pandora. Dia tidak akan seberani ini, jika bukan karena hal kecil tersebut.

“Sangat keberatan.”

Sayangnya pria yang enggan menyebutkan nama tampak tak mau mengalah.

“Daripada mengulur waktuku. Kenapa tidak mandi berdua saja?”

Tarikan kasar membawa Pandora masuk ke dalam ruang lembab diikuti pintu terkunci rapat. Sepertinya dia salah mengatakan suara – suara menakutkan ada di tempat asing, karena yang jauh lebih berbahaya sudah berada di depan mata. Seringai nakal maupun sudut bibir melengkung tinggi memaksa Pandora melangkah mundur.

“Jangan macam – macam padaku,” ancamannya tak berguna. Pria itu tersenyum sinis lalu menghidupkan shower, hingga air jatuh membasahi mereka.

Saat itu secara tidak langsung Pandora terlonjak. Bahkan belum siap menerima rangsangan dingin di sekujur tubuh. Dia mendesis tidak tahu apa yang membuat pria itu menggeram, terkesan sinis memenuhi seisi ruangan, lalu menarik paksa kain di tubuh Pandora.

“Kenapa menatapku begitu?” tanya Pandora setengah menetralkan debaran jantung sambil menutup permukaan dada yang nyaris terekspos. Dia lambat memahami situasi, tahu – tahu tubuhnya disentak menyentuh dinding kamar mandi.

Lengan besar berotot mengurung kedua sisi Pandora. Dia kehilangan cara mengendalikan ketakutan sampai bibir seksi milik pria asing di dekatnya berhasil membekap Pandora dalam kebungkaman. Itu adalah sebuah kejadian pertama baginya, yang sama sekali tidak mahir membalas apa yang sedang terjadi. Tautan demi tautan terus berulang saat Pandora hanya diam—beku dengan jemari saling mengepal. Tidak seorang pun pernah melakukan ini. Namun, pria itu berusaha mendobrak bibir yang terkatup rapat.

Gigitan kasar mulai gencar. Pandora tidak sadar kapan bibirnya setengah terbuka karena tindakan paksa tersebut. Dia melenguh kecil. Pria asing itu mantap mencengkeram pinggul Pandora. Lumatannya semakin liar, panas, hingga sesuatu yang menyengat mulai tak terelak. Sentuhan tambahan menjalar di beberapa lekuk tubuh Pandora. Sekarang akal sehat Pandora turut mengambil andil. Mendorong paksa pria yang sudah terlena.

“Kau sangat lancang mengambil ciuman pertamaku!” Secara naluriah Pandora berkata marah. Dia mengusap wajah kasar. Air yang memercik sedikit memburamkan pandangan. Tetapi pria di hadapannya hanya menunjukkan raut tidak bersalah. Seringai sinis kembali muncul. demikian pria itu menarik tulang rahang Pandora untuk menegadah tinggi.

“Aku baru saja memberimu sebuah ilmu. Harusnya kau berterima kasih.”

Bisikan sensual memerah-padamkan wajah Pandora. Ilmu semacam apa yang baru saja dia cerna.

“Ciuman basah, yang lebih liar dan panas. Apa kau ingin mencobanya?”

Tidak. Syukur – syukur Pandora bisa memisahkan diri. Dia tidak mau terlibat semakin tak terkendali menunduk cepat demi memungut kain yang tergeletak asal. Pandora dengan sengaja menerobos tubuh pria besar di hadapannya tidak peduli apa yang akan terjadi berikutnya. Pria itu terlalu—lebih dari yang tidak bisa Pandora kenali.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ruby Woo
Bahasanya agak susah dicerna, mesti berulang2 bacanya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status