Share

Penthouse

“Ini akan menjadi rumah sementara.” Pria tampan bermata indah dengan tatanan rambut under cut menuntun langkah kecil Pandora menyusuri seisi penthouse.

Hanya bisa menurut sebagaimana posisinya saat ini. Pandora telah menandatangani surat perjanjian kontrak. Dia diam memperhatikan pahatan wajah sempurna, yang sekali senyum memberi kesan manis dan memuja. Haruskah Pandora percaya, bahwa pria seperti itu telah membelinya seharga 200 juta poundsterling—mutlak beserta seluruh perjanjian yang tertulis di atas kertas.

Aturan paling penting dan pertama harus Pandora patuhi—pria tersebut memliki kuasa penuh atas tubuh dan seluruh kehidupan Pandora. Kedua, larangan mencampuri urusan yang pria itu miliki. Sederhananya, mereka dua orang asing, yang dipaksa saling untuk memenuhi kebutuhan masing – masing.

“Hanya ada satu kamar. Kalau lelah silakan beristirahat.”

Kernyitan dalam muncul di dahi Pandora. Satu kamar, itu artinya ... tidak! Ini terlalu awal. Setidaknya Pandora butuh waktu beradaptasi. Pria itu mengatakan penthouse yang mereka tempati hanya akan menjadi rumah sementara, seharusnya ada rumah yang lain. Minimal untuk pria itu tempati.

“Aku mungkin tidur di sini, tapi bagaimana denganmu?” tanya Pandora berharap pria itu tidak mengatakan apa yang menjadi ketakutannya.

“Saya akan pergi, karena nanti tuan yang akan datang menemani Anda.”

“Maksudmu?”

Kebingungan Pandora bertambah runtut. Ada ‘tuan’ di antara ‘tuan’, begitukah pernyataan pria itu sebenarnya?

“Saya Helios. Hanya seorang perantara. Tuan akan tiba di sini satu jam mendatang. Persiapkan diri Anda, jangan membuat Tuan kecewa. Masuklah ke dalam kamar.”

Helios.

Pandora melafalkan nama yang sama berulang kali sampai punggung lebar itu telah jauh meninggalkannya seperti wanita tidak berdaya. Pandora ketakutan sendiri dengan isi pikiran dipenuhi pelbagai macam kerumitan. Dia diserang kepanikan harus tenggelam sendirian di dalam penthouse—salah satu hal yang paling Pandora hindari. Terutama apa yang bisa dia lakukan untuk menyiapkan diri. Siapa pria yang telah membelinya, dan bagaimana jika dia membuat pria itu kecewa. Pandora tidak memiliki apa pun, dia benar – benar tidak siap. Tidak akan pernah siap.

Gemetar Pandora melangkahkan kaki merangkak naik ke atas ranjang. Dia menarik selimut tebal menutup hampir separuh tubuhnya. Bersikeras Pandora memejam. Namun, sejauh dia berusaha menenangkan diri. Tetap, tidak ada kata yang paling tepat dapat membujuknya terlelap.

Berjam – jam penuh Pandora terus memainkan jemari asal. Dia memejam makin erat sengaja menenggelamkan sebelah wajah lebih dalam saat sayup – sayup mendengar derap langkah kaki mendekat.

Takut – takut Pandora berhitung di antara kebungkaman berharap malam yang akan dihabiskan di tempat baru tidak menjadi momok mengerikan. Alih – alih harapan menjadi nyata. Tubuh Pandora tersentak merasakan rengkuhan yang berlangsung secara kasar. Punggungnya menyentuh dada bidang seseorang dan dapat dirasakan napas yang menggebu – gebu di belakang sana.

“I though you were sleep.”

Aksen berat khas pria seksi dan menggoda—membuat Pandora harus menahan diri mengeluarkan suara sekecil apa pun.

“Tugasmu melayaniku. Cepat!”

Tubuh Pandora tiba – tiba dibalik paksa. Remang – remang biasan cahaya memapari wajah tampan yang menghanyutkan kewarasan walau tidak sepenuhnya terlihat jelas.

Bibir kecil Pandora setengah terbuka mempelajari struktur netra pria itu dalam keremangan. Pandora tidak bisa mengenali iris yang bercorak dengan keadaan seperti ini. Mungkinkah pria di hadapannya memiliki warna mata yang begitu langka?

“Kau sangat kecil, tapi aku dapat merasakan dadamu ... em, sangat berisi.”

Kalau keadaan kamar dalam kondisi benderang, mungkin pria itu bisa menyaksikan wajah Pandora berubah kemerahan. Sedikit salah tingkah Pandora menjauhkan dada bidang yang terasa padat.

Gerakan Pandora terhenti oleh cekalan di bawah lengannya. Pelan – pelan Pandora berusaha membebaskan diri dari jangkauan yang mengetat. Dia bahkan tidak mengetahui nama pria yang sedang bersamanya.

“Lepaskan aku—“

Mematung tidak bisa berkata apa – apa saat jemari besar menyentuh permukaan kulit wajahnya, kontras dengan genggaman yang masih bertahan justru nyaris meremukkan tulang di pergelangan tangan.

“Bisa tolong lepaskan aku. Ini sangat sakit,” ucap Pandora membuat pria itu tersadar.

Tidak langsung memisahkan diri. Si misterius itu justru mengubah posisi menindih tubuh Pandora dengan sudut lengan menyangga di atas ranjang. Sorot mata Pandora melebar tatkala remasan kuat di dadanya meningkat pesat. Apa pria, yang sialnya, apabila Pandora harus memberi penilaian, dia bisa menjabarkan pria itu memiliki rupa luar biasa tampan, meski di bawah penerangan minim. Namun sungguh, pria itu  tidak tahu bagaimana cara bersikap lembut.

“Hentikan ini. Aku mohon.”

Pandora bergerak tidak nyaman berusaha memisahkan tautan jemari itu. Dan turut ingin menghindari serangan berbeda yang mungkin akan terjadi.

“Buka bajumu.”

Pria itu bicara tanpa basa – basi, seakan Pandora hanya akan menurut semua perintah tidak berbobot demikian.

Bukan seperti itu.

Kalau saja Pandora memiliki kekuatan lebih besar, minimal uang sekadar membeli ucapan pria yang terus merendahkan harga diri seorang wanita. Dia tidak akan pernah terjebak dalam keadaan tidak berdaya. Chris membutuhkan biaya pengobatan besar, dan Aquela telah menjebaknya menjadi wanita bernasib malang.

“Aku bilang buka bajumu!”

Pandora menggeleng cepat. “Malam ini kau tidak bisa menyentuhku. Aku sedang kedatangan tamu bulanan.”

“Coba – coba membohongiku!”

Tenggorokan Pandora kemarau. Hebatnya pria itu tahu apa yang bersarang di puncak benaknya. Suara berat yang membisik dingin menyadarkan Pandora bahwa Helios sempat mengingatkan untuk tidak membuat pria di hadapan Pandora kecewa. Dengan menyertakan kebohongan, dia telah melakukan satu kesalahan.

“Ma—maaf.” Pandora menelan ludah kasar. “Tapi aku benar – benar belum siap. Beri aku waktu satu minggu untuk mempersiapkan diri,” ucap Pandora, berharap pria itu dapat mempertimbangkan tawarannya.

“Satu minggu terlalu lama. Aku memberimu waktu satu malam.”

Netra Pandora membola tak percaya. Satu malam sama saja tidak memberinya kesempatan bernapas lega.

“Lima hari.” Masih berusaha bernegosiasi. Jemari Pandora tanpa sadar menggenggam erat kaos polos di bagian dada pria yang sedang menatapnya intens.

“Hasratku besar. Lima hari juga terlalu lama.”

“Tapi—“ Ntah mengapa kalimat yang nyaris keluar kembali tertahan. Pandora menarik napas kuat. “Berapa lama waktu yang kau inginkan?” Akhirnya dia mengutarakan hal lain.

“Satu hari. Aku mau kau bersiap setelah satu hari. Sekarang tidur atau aku tidak akan segan – segan menikammu.”

Pandora menggarisbawahi ancaman itu sebagai sesuatu yang berbahaya. Lagi – lagi dia harus memejam di bawah tekanan. Lupakan bahwa dia sedang berhadapan langsung dengan pria buas.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
lingingmyling
oke mulai baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status