Share

Bab 69

Auteur: Frands
last update Dernière mise à jour: 2025-08-22 19:57:02

Indah akhirnya tertidur, napasnya berubah perlahan menjadi ritme yang dalam dan teratur. Namun, Ambarani duduk tegak, bersandar pada batang pohon, matanya terbuka lebar menatap nyala api unggun yang sudah menjadi bara merah.

Pikiran nya melayang jauh, meninggalkan hutan sunyi ini, menuju ke sebuah markas kecil yang tersembunyi di sudut hutan lain. Di sana, ada anak buahnya—para pejuang muda yang mempercayainya dengan nyawa mereka.

“Apa yang sedang mereka lakukan sekarang?” Pikirnya, perasaan bersalah mulai menggerogoti. “Apakah mereka aman? Apakah persediaan makanan cukup? Apakah mereka menyalahkanku karena pergi begitu saja?”

Dia meninggalkan mereka dengan alasan yang bahkan terdengar tidak masuk akal di telinganya sendiri: mencari seorang pertapa legenda untuk menyembuhkan meningkatkan keterampilan Wirya. Sebuah tujuan yang tiba-tiba terasa sangat egois di tengah kesunyian malam.

Tangannya meraih sebuah liontin kecil yang tersembunyi di balik kembennya—sebuah batu biasa yang diikat
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Tawanan yang Menawan   Bab 107

    Wirya berusaha bangun, merasa bersalah melihat kondisi Murni. “Aku... maafkan aku. Aku tidak bisa mengendalikan—“Murni mengangkat tangan lemah, menyentuh bibirnya. “Tak masalah. Aku yang memulai.” Dia mencoba duduk, tapi langsung terjatuh lagi. “Tolong... bantu aku berdiri. Aku harus kembali sebelum Joko curiga.”Wirya membantu Murni berdiri, lalu dengan patuh membantu memakaikan kembali pakaian baru—mirip dengan sebelumnya yang sudah di siapkan Murni. Wanita itu masih gemetar, tapi senyum kecil muncul di bibirnya.“Perjalananmu berikutnya...” bisiknya sambil menatap Wirya, “jangan sampai membuatmu lupa pada kami.”Dia berbalik dan limbung pergi, meninggalkan Wirya sendirian di tepi hutan dengan kenangan yang tidak akan mudah dilupakan.Wirya berjalan menyusuri jalan setapak menuju desa terdekat, setiap langkahnya terasa berat bukan hanya karena kelelahan, tapi karena desakan di celananya yang belum juga mereda. Cincin di tongkatnya masih berdenyut-denyut lembut, mengingatkannya bah

  • Tawanan yang Menawan   Bab 106

    Wirya mundur selangkah, hati berdebar antara godaan dan kesetiaan. “Aku... aku tidak bisa, Murni. Maaf.”Murni menghela napas, tapi tidak menyerah. “Tunggu,” katanya, langkahnya berhenti. “Setidaknya... izinkan aku memeriksa perbanmu sebelum kau pergi. Apa jika terlepas saat kau dalam perjalanan?”Wirya ragu, tapi logika Murni terdengar masuk akal. “Baik... jika hanya pemeriksaan.”Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Wirya. “Aku bisa membuatnya lebih baik... dengan cara khusus.” Tangannya mulai meraba lebih dalam.Wirya menarik napas dalam, godaan dan kebutuhan fisiknya mulai mengalahkan penolakan awalnya. “Hanya... sebentar,” gumamnya, akhirnya menyerah.Murni tersenyum puas, menariknya ke balik semak. “Percayalah, kau tidak akan menyesal.”Murni berlutut di hadapan Wirya dan menarik celananya ke bawah, jari-jarinya dengan ahli membuka ikatan perban yang membalut tongkatnya. “Lihat,” bisiknya, suara bergetar antara keprofesionalan dan hasrat yang tertahan, “perbannya sudah robek, a

  • Tawanan yang Menawan   Bab 105

    Murni menghela napas, matanya menghindari kontak. “Itu... tongkat itu bisa berubah menjadi... alat bantu menyalurkan hasrat.” Suaranya hampir tidak terdengar. “mainan dewasa, orang-orang menyebutnya seperti itu.”Joko mengangguk, sedikit malu. "Fitur yang tidak disengaja. Awalnya cuma ingin membuat senjata tersembunyi, tapi... desainnya agak melenceng."Dia meletakkan tongkat itu kembali ke kotaknya. "Mungkin kita cari perlengkapan lain yang lebih... berguna dan efisien."Wirya hanya bisa menggeleng-gelang, sekali lagi diingatkan bahwa dalam setiap penemuan Joko, selalu ada kejutan yang tidak terduga—dan sering kali memalukan.Wirya telah mengenakan pakaian petualangan yang diberikan Murni, tas kecil berisi perlengkapan sudah tergantung di pundaknya. Dia melirik ke bawah, ke perban yang masih membalut kemaluannya. “Tuan Joko, sampai kapan ini harus tetap terpasang?”Joko Loyo tersenyum misterius. “Jangan khawatir tentang itu. Saat waktunya tiba, perban itu akan robek dengan sendirinya

  • Tawanan yang Menawan   Bab 104

    Wirya menghela napas berat. “Aku... kehilangan jam itu,” akunya, suara penuh penyesalan. “Saat aku ditangkap prajurit Wanawaron, jam itu terlepas dari tanganku dan jatuh ke suatu tempat di wilayah kerajaan mereka.”Joko Loyo langsung menepuk jidatnya keras-keras. “Tidak!” keluhnya, wajahnya memerah oleh kekecewaan. “Setelah semua usaha kami, setelah semua yang telah terjadi—kau kehilangan benda paling berharga itu di tempat yang berbahaya!”Murni mencoba menenangkan. “Joko, tenang—““Tenang?!” potong Joko, suaranya meninggi. “Alat itu selain satu-satunya cara pulang, tapi juga bisa menjadi senjata pemusnah massal jika jatuh ke tangan yang salah! Bayangkan jika ada orang jahat yang menemukannya!”Wirya merasa semakin bersalah. “Aku... aku bisa mencoba mencarinya kembali—““Di kerajaan yang sedang memburumu?!” Joko tertawa getir. “Itu bunuh diri, Anak Muda!”Dia memutar kursi rodanya dengan kasar, menjauh dari Wirya. “Kau tidak tahu betapa berharganya benda itu. Dan sekarang... sekaran

  • Tawanan yang Menawan   Bab 103

    Joko Loyo tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. “Ah, Anak Muda! Kau terlalu mudah percaya! Tentunya tidak mungkin mengubah fisik hanya dalam satu sesi!” Matanya berbinar. “Cincin dan salep itulah yang melakukan semua pekerjaan. Latihan tadi hanya... bumbu penyedap saja!”Wirya hanya bisa terduduk lemas, antara lega dan merasa bodoh telah dipermainkan. Ternyata ilmu Joko Loyo lebih banyak tentang ilusi dan trik psikologis daripada latihan fisik yang sesungguhnya.Murni akhirnya selesai memasang perban di tongkat Wirya. Menandakan bahwa latihan bersama Joko Loyo telah berakhir. Wirya menatap Joko Loyo dengan serius. "Joko, berikan aku pistol bius itu. Aku membutuhkannya untuk melindungi diri dari Pasukan Bulan."Joko Loyo menggeleng, wajahnya tiba-tiba sangat serius. "Tidak mungkin, Anak Muda. Senjata dari masa depan tidak boleh digunakan di zaman ini.""Kenapa tidak boleh?" protes Wirya. "Nyawa kami dalam bahaya!""Aku melakukan hal itu demi garis waktu!" jawab Joko dengan tegas. "Mempe

  • Tawanan yang Menawan   Bab 102

    Joko Loyo mengangkat tangan. “Cukup! Keluar dari kolam!”Wirya bangkit, air terjun mengalir deras di tubuhnya. Saat dia berdiri, Murni yang sedang mendekat terkesiap, matanya membelalak.“Oh tidak...” Murni berbisik, tak mampu melepaskan pandangan dari tongkat Wirya yang memang terlihat lebih besar dan panjang dari sebelumnya.Wirya sendiri merasa aneh—entah karena efek cincin atau sugesti, tapi memang terasa berbeda. Dia meraih pakaiannya, tapi Joko Loyo menghentikannya.“Jangan dipakai dulu,” kata Joko Loyo. “Latihan belum selesai. Lagipula,” tambahnya dengan senyum kecil, “di sini hanya kita bertiga.”Kalimat itu seperti petir di siang bolong bagi Wirya. “Tunggu... Indah! Di mana Indah? Sedari tadi aku belum melihatnya.” Dadanya tiba-tiba sesak oleh kekhawatiran.Murni menghela napas. “Dia pergi sebelum fajar. Mencari teman-teman kalian. Serta dia juga mencari tanaman obat khusus seperti yang Joko perintahkan.” Dia menghindari pandangan Wirya. “Dia bersikeras pergi sendirian. Setel

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status