Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.
Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.
Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.
Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI.
"Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi
*** "Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Ghania binti Almarhum Abdul Qodir. Dengan mas kawin seperangkat alat salat dan sebuah sepeda mini dibayar tunai." Dengan suara yang lugas, Kak Sabiru berucap dengan lantang. "Bagaimana para saksi?" Pak penghulu menatap saksi nikah yang terdiri dari dokter Tama dan Om Johan dan juga ke pada para hadirin. "Sah." "Sah!" "Alhamdulillah." Kak Sabiru melepas jabatan tangannya pada wali hakimku. Terdengar mulutnya mengucap syukur. Termasuk diriku. Tersenyum manis Kak Sabiru menyodorkan tangan kanannya padaku. Tangan itu kuraih. Lalu dengan penuh ketakziman sembari menundukkan kepala, kucium punggung tangan lelaki yang sudah benar-benar sah menjadi pendamping hidup ini. Kak Sabiru tidak menggenggam erat tanganku, tetapi dengan sangat lembut. Sungguh terkesan dia tidak ingi
Hari yang melelahkan. Acara ijab qobul kami telah telah usai dari beberapa jam yang lalu. Badan yang terasa penat terbayarkan dengan rasa haru bahagia. Banyaknya tamu yang hadir untuk memberikan ucapan selamat kian membuat hati melambung bahagia.Kini hubunganku dengan Kak Sabiru benar-benar sudah halal. Telah sempurna ibadah panjang kami. Tidak ada lagi keraguan. Dan aku telah siap untuk mendampingi pria itu dalam suka maupun duka.Malam kian merayap. Jam besar di ruang keluarga telah berdentang sepuluh kali. Keanu bahkan sudah tertidur dari tiga jam yang lalu. Sedangkan aku ... aku tengah duduk di meja rias kamar sembari menatap pantulan wajah sendiri.Malam ini adalah malam pertama aku dan Kak Sabiru yang sesungguhnya. Layaknya pengantin baru pada umumnya hati ini pun dilanda kegugupan. Walau telah bertekad akan melaksanakan kewajiban seba
Aku mendengkus lelah sekaligus kecewa mendapati Kak Sabiru sudah terbuai mimpi. Hati kecilku masih ingin bercengkrama dengan dia. Masih ingin bermanja-manja.Entahlah ... akhir-akhir ini semenjak Keanu lahir ke dunia, aku merasa sangat mengagumi pria ini. Sikapnya yang teramat perhatian pada kami dan juga siaga membuatku merasa beruntung memilikinya. Kemudian akan semakin jauh cinta padanya jika teringat masa-masa kelabu kami.Kak Sabiru yang sabar akan selalu tersenyum walau kumaki. Dirinya tetap perhatian biar pun didiamkan. Dan teguh bertahan untuk bertanggung jawab, meski aku menolaknya berulang kali.Mengingat perilaku bodoh sendiri tak terasa air mataku menitik. Namun, lekas kuhapus. Pelan kurebahkan tubuh di sampingnya. Memiringkan posisi agar bisa menatap lekat torehan karya Tuhan pada wajah pria ini.Kak Sabiru terlihat damai dalam lelapnya. Dadanya turun naik dengan napas yang beratu
Aku membuka mata. Sorot sinar mentari pagi yang menerobos melalui kaca jendela sungguh menyilaukan. Sepertinya hari sudah beranjak siang. Untuk melihat waktu kulirik jam digital kecil pada buffet kamar. Pukul delapan lebih dua puluh tiga menit. Benar sudah siang.Aduh ... kenapa aku bisa bangun kesiangan begini? Namun, otak ini dengan cepat mengirim sinyal memori. Seketika bibirku melukis senyum teringat kenapa bisa terlambat bangun.Selepas subuh tadi Kak Sabiru meminta jatah sarapan batinnya. Pria itu luar biasa perkasa. Aku dibuatnya takluk berkali-kali. Dirinya bagaikan singa lapar saat menikmati tubuhku. Bukan kasar, tetapi menggairahkan. Itu semakin membuatku mabuk kepayang kepadanya. Ingin terus merasakan kembali perlakuan lembut dan manisnya. Seperti candu, aku ingin setiap saat disentuh pria itu."Aku akan membawamu mendaki puncak kenikmatan
Kak Sabiru mengambil cuti selama seminggu untuk hari pernikahannya. Dan tiga hari lagi cuti Kak Sabiru dari kantornya akan berakhir. Besok pria itu akan kembali bekerja.Sebenarnya Kak Sabiru mengajak untuk berbulan madu. Bahkan Om Hendri telah menyiapkan tiket untuk kami berlibur. Namun, aku menolaknya.Keanu masih terlalu kecil untuk ditinggal. Apalagi dia masihfullASI. Tidak tega rasanya meninggalkan bayi mungil itu bersama neneknya. Terlebih Ibu sering kewalahan menghadapi jerit tangisnya.Keanu kalau sudah menangis cuma aku yang bisa menenangkan. Sebab aku punya penawarannya, yaitu ASI ini. Karena alasan itulah baik Kak Sabiru maupun Om Hendri maklum.Masa libur yang lumayan terasa singkat ini digunakan seefektif mungkin oleh Kak Sabiru. Dirinya benar-benar meluangkan waktunya untukquality timebersama aku dan Keanu. Sepertinya dia sadar sebentar lagi akan kemb
❤️❤️❤️"Bila?" Terdengar suara Kak Sabiru dan Elma menegur bersamaan.Seketika aku dan Zayn terkesiap mendengar teguran itu. Gegas aku lekas bangkit. Sialnya pengait gelang yang kupakai tersangkut di kemeja Zayn. Dan itu membuatku susah untuk bangkit."Kok malah tindih-tindihan terus dari tadi. Kasihan Zayn dong, Bil, kamu tindih terus." Elma menegur lagi. Ada rona cemburu yang terlukis pada wajahnya."Sembarang!" selorohku tidak terima. "Ini gelangku nyangkut di kemeja Zayn." Aku menerangkan dengan sedikit mengeluh."Sini!"Kak Sabiru jongkok untuk membantu melepas gelangku. Sepertinya pria itu kesusahan melepasnya. Dan aku sungguh tidak menyangka jika Kak Sabiru memilih untuk menarik paksa. Sehingga gelang rantai mungil yang terbuat dari emas putih itu patah.&nb
Hari ini aku dan Kak Sabiru resmi meninggalkan rumah Ibu. Kami sepakat memulai hidup mandiri. Walau Ibu terlihat sedih dengan kepindahan kami, tapi perempuan itu mengikhlaskan.Bagaimanapun juga aku telah lama bersuami. Sudah menjadi kewajiban seorang istri jika harus menuruti perintah ataupun keinginan sang suami. Seperti perintah Kak Sabiru ini.Bukan tanpa alasan Kak Sabiru menginginkan kepindahan. Dirinya juga telah nyaman tinggal di rumah Ibu. Sudah lebih tiga tahun pria itu bermukim di situ dari semenjak menikah dengan almarhum Kamila dulu.Namun, Kak Sabiru menginginkan kemandirian dalam rumah tangganya. Pria itu ingin sepenuhnya mengimani keluarga kecilnya di rumah sendiri. Apalagi sekarang rumah kecil Ibu telah ramai penghuni. Kamar tidurnya sudah terisi orang semua. Walau Bu Halimah sudah mudik dari dua hari yang lalu, tetapi Ibu tidak akan kesepian lagi jika ditinggal oleh kami. Sudah ada Paman dan
Doa selama seharian ini tidak didengar Tuhan. Semesta justru seolah mendukung. Petang ini langit tampak begitu cerah. Begitu bersih tanpa awan dan bertabur bintang.Sedari maghrib tadi keluarga Kiara bolak-balik menelepon. Mengingatkan pada kami tentang jamuan makan malamnya. Bahkan adik bungsu Kiara sengaja disuruh untuk menjemput kami oleh ibunya."Tunggu sebentar, ya. Kak Biru lagi jemaah isya di mushola." Aku memberi tahu remaja imut itu.Gadis itu mengangguk paham. Tanpa membantah dirinya balik lagi ke rumahnya yang tepat berhadapan dengan rumah ini. Namun, di pintu pagar pemudi itu berpapasan dengan Kak Sabiru.Dari ruang tamu kulihat Kak Sabiru dan gadis itu terlibat perbincangan sejenak. Usai menyampaikan sesu