Share

2. Janin Sebagai Tumbalnya

Penulis: Lina Arifa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-25 17:11:23

"Zaman sekarang, banyak orang yang memakai jalan seperti kita. Aman dari penyidikan tanpa jejak sedikitpun. Aku juga dulu sepertimu, ragu-ragu. Tapi aku sadar tak ada jalan lain. Aku hanya wanita miskin yang diselingkuhi oleh suamiku sendiri. Berkat jalan ini, suamiku mendapatkan balasan setimpal. Seluruh miliknya menjadi milikku dan anak-anak."

Aku mengangguk setuju dengan pendapat Mbak Iren. Sama sepertinya, aku pun merasa tak ada jalan lain yang bisa kutempuh untuk memberi pelajaran pada Mas Byan dan gundiknya.

Sembari terus meyakinkan diri, aku tetap mengemudikan mobilku untuk lanjut ke depan. Sudah kepalang basah sampai di sini. Mas Byan juga tak akan pulang malam ini. Itu yang dia katakan. Aku memang sengaja memastikan dulu sebelum berangkat menemui Mbak Iren tadi. Untungnya, satpam rumah juga mudah saja kubohongi. Meski hanya ibu rumah tangga yang disambi dengan berjualan online, aku memang sering keluar untuk menemui pembeli yang meminta barang dengan sistem bayar di tempat.

"Berhenti di sini. Kita sudah sampai."

Aku menghentikan mobil dan menatap sekeliling. Di depan memang ada rumah panggung. Meski terbuat dari papan dan hanya memakai penerangan obor, bagian depan rumah itu tampak memiliki arsitektur modern.

Aku turun dari mobil, mengikuti langkah Mbak Iren yang sudah turun terlebih dahulu. Aku akui, ornamen bagian depan rumah itu begitu menakjubkan dengan ukiran-ukiran aneka hewan melata.

"Ayo," ucap Mbak Iren sembari menarikku untuk menaiki tangga.

Mbak Iren kemudian mengetuk pintu dan tak lama kemudian muncul gadis kecil yang aku perkiraan sekitar usia sepuluh tahunan.

"Mbah masih ritual. Masuk saja," katanya mempersilakan.

Mbak Iren menarikku untuk masuk dan tak ada yang bisa kulakukan selain menurut, mengikuti langkah kakinya yang tak terlalu panjang.

"Aaa!" teriakku saat baru saja menginjakkan kaki di rumah itu. Bagaimana tidak, di lantai rumah itu banyak sekai hewan melata yang berkeliaran. Cacing-cacing yang mengeliat meski tak ada tanah, kaki seribu, kelabang, kalajengking, dan entah apa lagi yang lain. Jangan lupakan ular-ular yang melingkar di setiap tiang.

"Selamat datang. Jangan takut. Mereka semua peliharaanku," ucap seorang wanita berkebaya cokelat yang tampak belum terlalu tua. Mungkin sekitar empat puluhan tahun.

Keterkejutanku bertambah saat tiba-tiba hewan-hewan itu menyingkirkan. Kecuali ular-ular yang masih setia di tiang.

"Apa yang membuatmu datang ke sini, Wanita Muda? Apa suamimu menduakanmu?" tanya wanita berkebaya tadi yang kuyakini sebagai Mbah Gendis sesaat setelah mempersilakan kami duduk di kursi rotan yang tersedia.

"I-iya, Mbah," jawabku gugup.

"Setiap wanita yang dibawa Iren ke sini pasti memiliki masalah yang sama denganmu." Wanita itu menatap penuh makna ke arahku, "tapi baru kali ini aku didatangi oleh wanita yang sedang hamil."

"Apa? Jadi kamu lagi hamil? Kenapa tak mengatakannya padaku?" tanya Mbak Iren lirih. Lebih tepatnya berbisik.

Aku mengalihkan pandangan ke arah Mbak Iren. Wajahnya tampak panik.

"Menarik." Tawa Mbah Gendis menggema. Terdengar menyeramkan.

"Ini gawat, Salma," kata Mbak Iren lagi.

Jujur, ucapan itu sukses membuat perasaanku menjadi semakin tidak enak.

"Kamu sudi mengandung anak dari pengkhianat itu?" tanya Mbah Gendis. Kali ini terdengar sinis.

Aku mengelus perut, tempat di mana janin itu bersemayam. Walau bagaimanapun, dia tetap anakku yang tak bersalah.

"Kau tahu, resiko apa yang kau terima ketika datang ke tempatku? Aku rasa Iren sudah memberitahumu."

Aku mengangguk. Paham dengan siapa aku berurusan saat ini. Ah, bahkan mungkin seumur hidupku.

"Aku menginginkan anakmu!" ucap Mbah Gendis penuh penekanan.

"Apa tidak bisa tumbal yang lain saja?" tanyaku pelan.

"Sebenarnya apa yang kamu mau? Suamimu mati perlahan?" Mbah Gendis malah balik bertanya.

Aku tercengang. Belum pernah terpikir secara khusus apa yang kuinginkan terjadi pada Mas Byan. Aku hanya ingin dia menderita. Tetapi aku tak sejahat itu juga untuk membunuhnya.

"Aku ingin dia menyerahkan seluruh kekayaannya padaku dan dia jatuh miskin." Akhirnya itu yang tersampaikan lewat mulutku.

"Gampang. Serahkan saja padaku. Lalu bagaimana dengan wanita yang merebut suamimu itu?"

"Terserah Mbah saja mau diapakan wanita itu." Aku memang tak terlalu peduli dengan wanita itu. Menurutku, dalam hal ini Mas Byan mengambil peran paling besar dalam menorehkan luka di hatiku.

"Ada fotonya?"

"Ada. Sebentar," balasku sembari mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Sekilas aku sempat melihat tak ada satu pun balok sinyal di sana.

Aku menyerahkan ponsel yang menampilkan gambar kiriman Anya tadi pagi. Membiarkan Mbah Gendis mengamati foto itu sembari mulutnya berkomat-kamit membaca mantra.

Suasana begitu suram ketika tak ada sedikitpun obrolan. Terdengar suara mendesis dari ular-ular yang masih setia melingkar di tiang. Belum lagi suara anjing yang menggonggong di luar sana menambah keseraman yang ada.

Mbah Gendis mengambil dupa dari bawah meja di depan kami, kemudian membakar kemenyan. Anehnya, bau harus yang ditimbulkan hanya sebentar. Berganti dengan aroma anyir yang mirip seperti di jalanan tadi.

Lagi-lagi aku merasakan mual yang tak tertahan. Mbak Iren yang mungkin menyadari gelagatku langsung membantu menuntunku keluar setelah membungkuk pada Mbah Gendis.

Sesaat setelah kakiku memijak tanah, aku langsung membungkuk dan memuntahkan isi perut yang hanya berupa cairan kuning pahit.

"Kalau aku tahu kau sedang hamil, aku tak akan membawamu ke sini," ucap Mbak Iren memecah keheningan.

"Memangnya kenapa?" tanyaku penuh rasa penasaran.

"Sebelumnya maafkan aku. Aku terlibat perjanjian menjadi anak buah Mbah Gendis untuk menyesatkan orang-orang. Membuat kalian lupa pada Tuhan dan menjebak kalian untuk menjadi pengabdi siluman. Sejak dulu, Mbah Gendis memiliki ritual memakan janin yang belum bernyawa untuk menambah kekuatannya. Beberapa diantara mereka yang datang ke sini harus mencarikan janin itu untuknya. Tapi setahuku memang tak pernah ada wanita hamil muda yang datang padanya. Jika pun ada dan jujur padaku sejak awal, maka aku akan menolak membawa mereka ke sini." Mbak Iren menjawab dengan sangat serius.

"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" aku benar-benar bingung dan merasa terjebak dalam situasi ini.

"Entahlah. Tanyakan saja sama Mbah Gendis."

Mbak Iren menuntuntu untuk kembali menemui Mbah Gendis. Menurutku, bukan hanya Mbah Gendis saja yang penuh misteri, tetapi Mbah Iren pun sama. Kadang ucapannya seperti dia menunjukkan kebaikan, kadang malah sebaliknya.

Kemenyan yang tadi dinyalakan oleh Mbah Gendis sudah habis tak bersisa. Bahkan bau anyirnya pun turut menghilang. Pun dengan ular-ular tadi.

"Dalam penerawanganku, wanita itu juga menggunakan kekuatan gaib untuk merebut suamimu. Semacam ajian semar mesem yang membuat suamimu tergila-gila padanya. Lantas, apa kamu tetap memasrahkan urusan wanita itu padaku?" Mbah Gendis menyambutku dan Mbak Iren yang baru terduduk di kursi dengan pertanyaan yang cukup mengejutkan. Aku tak menyangka wanita itu memakai jalan pintas.

"Aku ingin wanita itu lebih menderita daripada Mas Byan. Bahkan sampai ajal menjemput," ucapku berapi-api. Tentu saja kemarahanku pada wanita itu semakin menggebu-gebu.

"Kita tak boleh gegabah. Aku harus menelisik lebih dalam siapa dukun yang membantu selingkuhan suamimu itu. Dalam dunia perdukunan perang batin adalah hal yang lumrah. Tapi dalam hal ini, aku membutuhkan janinmu. Jika kau tak mengizinkanku memakannya, maka kau harus merelakan kekuatanku tersalurkan padanya. Ketika lahir nanti, dia akan menjadi pengikutku yang sakti dan setia."

Mendengar penuturan itu, seketika napasku terkecat. Buah simalakama sedang ada di depanku sekarang.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   21. Ingin Lebih Baik

    Aku pulang ke toko dengan langkah gontai. Masih terngiang dengan jelas di telinga perkataan Kyai Ahmad terkait resiko dari kerjasamaku dengan Mbah Gendis. Kyai Ahmad mengatakan, bisa saja aku lepas dari Mbah Gendis, namun aku harus mengalami apa yang dialami oleh orang yang menjadi korbanku. Dalam hal ini Karin.Ya, itu yang membuatku gundah sekarang. Aku menyaksikan sendiri betapa sakitnya Karin itu tidak main-main. Mending dia memiliki Mas Byan yang selalu siap siaga di sampingnya. Sementara aku, hanya sendiri di sini.Aku mengambil mukenah dari dalam lemari setelah sebelumnya mengambil wudu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku kembali membentangkan sajadah. Melakukan ibadah wajib dan bersujud dalam keheningan. Mencoba berkomunikasi dengan Allah lewat rangkaian doa. Tanpa terasa bulir bening mulai mengalir melemati kedua sudut mata. Membasahi pipi. Aku tak ingat lagi kapan terakhir kali melaksanakan ibadah salat. Entah sudah berapa lama sampai-sampai bacaan demi bacaannya

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   20. Mencari Kyai Ahmad

    Aku diperbolehkan pulang pagi keesokan harinya setelah rawat inap. Cukup melelahkan juga harus terbaring dengan tangan diinfus sampai habis tiga botol.Aku melanjutkan perjalanan setelah sempat sarapan di kantin rumah sakit. Meski masih belum selera, setidaknya perutku tak lagi menolak. Aku merasa sudah mulai sehat.Jalan lintas yang kulewati tak pernah sepi. Maklumlah, ini jalan lintas utama antar provinsi. Banyak mobil besar yang lewat, beberapa motor dan pejalan kaki.Aku baru sampai di ruko menjelang siang. Suasananya tidak buruk. Tempatnya memang cukup strategis di tengah kota. Samping kanan ada toko bangunan, sebelahnya ATK, dan di seberang jalan depan berjajar rumah makan."Selamat datang, Ibu."Aku memperhatikan perempuan yang menyapaku. Orang yang kupilih untuk membantuku menjaga toko. Rumahnya tak jauh dari sini. Dia adalah bekas reseller toko online-ku sebelumnya. Namanya Farah."Aman semua?" tanyaku sembari memeriksa isi toko. Bagus juga susunannya. Selain pintar promosi,

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   19. Reaksi

    "Kenapa kamu nggak pernah kasih tau Mas?" tanyanya sembari berusaha memegang perutku. Tapi aku menepisnya dengan kasar lengkap dengan ekspresi tidak suka."Jangan sentuh," seruku penuh penekanan."Dia anakku juga," lirih Mas Byan."Susah payah aku memperjuangkannya di tengah situasi yang sulit. Baru beberapa minggu dia ada di dalam sini, ayahnya justru menikah dengan wanita lain dan mentelantarkan ibunya. Itu artinya, anak ini hanya memiliki orang tua tunggal.""Jangan-jangan itu bukan anaknya Byan," sahut ibu."Anggap saja seperti itu. Aku bahkan tak sudi jika anakku menjadi bagian dari keluarga kalian," balasku. Enggan untuk mengalah dan terlihat lemah di depan mereka semua.Tak ada satupun yang menanggapi. Pasti sibuk dengan pikiran masing-masing."Bagaimana, Bu Salma? Kami sudah bisa mengambil alih rumah ini sepenuhnya 'kan?" tanya Pak Surya mengintrupsi."Tentu saja. Terima kasih atas kerjasamanya. Tolong sekalian Bapak urus pengusiran mereka juga," jawabku kejam."Karena rumah i

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   18. Saatnya

    Rupanya Mbah gendis kembali mendatangi mimpiku saat malam harinya. Isinya kurang lebih sama. Dia marah besar dan berjanji akan membunuhku jika aku benar-benar nekad untuk membelot."Kau tak bisa bermain-main denganku. Tunggu saja pembalasanku untukmu."Aku kembali terbangun dan langsung menuju kamar mandi karena merasakan sensasi mual yang tak tertahan.Anehnya, rasa mualku tak kunjung tuntas meski sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan semua isi perut. Jelas ini bukan muntah yang seperti biasa.Morning sickness biasanya terjadi saat aku baru bangun di pagi hari atau saat sarapan. Kali ini masih tengah malam. Untung saja Anya masih terlelap dalam tidurnya. Jadi aku bisa leluasa tanpa harus sibuk menjawab pertanyaannya satu persatu.Tubuhku luar biasa lemas. Untuk kembali ke tempat tidur saja harus berpegangan pada dinding untuk menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh.Aku kembali membaringkan diri di samping Anya. Masih dengan mual yang mendera, tapi tak ada lagi muntahan yan

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   17. Lebih Berani

    Rumah yang menjadi saksi hari-hariku bersama Mas Byan sudah resmi beralih tangan. Beberapa hari lalu saat kujumpai calon pembelinya, orang itu hanya meminta video di beberapa sudut rumah. Ternyata prosesnya tak sesulit yang kubayangkan sebelumnya.Urusan peralihan nama di kantor hukum juga begitu mudah. Semua lancar jaya tanpa kendala. Mungkin itu yang dikatakan sebagai rezeki seorang istri yang tersakiti sepertiku."Kuat, Salma. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Sekarang kamu menjadi Salma Nafisa yang begitu hebat," bisikku untuk menyemangati diri sendiri.Sejak pagi menjelang siang aku berada di kamar dengan pintu terkunci untuk memberskan semua barang-barangku tanpa terkecuali. Aku juga sudah mengundang jasa angkut untuk memindahkannya ke tempat tinggal yang baru. Sebentar lagi pickup-nya akan sampai.Aku memang mempersiapkan segalanya dengan matang. Untuk ruko aku memilih menyewa saja terlebih dahulu. Ruko dua lantai yang lokasinya begitu strategis. Aku memilih untuk pindah dari

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   16. Kembalilah pada Tuhanmu

    Sesuai perjanjian, aku kembali ke Apartemen Nuri untuk bertemu dengan Lasmi. Ternyata saat aku datang, perempuan itu sudah menungguku di basemen."Apa kabar?" sapanya ramah. Berbeda sekali dengan malam itu."Aku baik."Kami sama-sama terdiam. Suasana jadi kaku karena aku sendiri pun tak tahu harus mengucapkan apa."Kenapa memilih datang ke sini?" tanyanya setelah keheningan menyelimuti kami selama beberapa saat."Aku hanya penasaran apa yang mau Kak Lasmi katakan padaku," ucapku jujur, meski belum sepenuhnya. Nyatanya, aku sedang mencari petunjuk bagaimana cara menyelamatkan anak dalam perutku ini dari belenggu Mbah Gendis."Katakan semuanya," balas Lasmi dengan nada bicara yang mulai dingin, begitupun dengan mimik wajahnya.Menurut analisa cepatku dan mengingat yang terjadi sebelum-sebelumnya, aku semakin yakin kalau sosok Lasmi ini bukan orang sembarangan. Dia dan suaminya itu terlalu misterius."Hanya itu," ucapku pada akhirnya. Aku takut terjebak lagi jika harus mengatakan semuany

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status