Share

3. Aku Ingin Berhenti

Author: Lina Arifa
last update Last Updated: 2022-08-25 17:34:29

Malam ini Mas Byan pulang larut dengan wajah lelahnya. Sebagai istri yang baik, aku sudah mengisi bathtub dengan air hangat. Setelahnya, aku bergidik dengan pemikiranku sendiri. Tunggu saja, Mas, istri yang baik ini akan mengantarkanmu pada gerbang penderitaan yang tak berkesudahan.

Tentu saja aku memiliki maksud terselubung dalam aksiku menyiapkan air itu. Sebungkus tanah kuburan yang diberikan Mbah Gendis sudah kutaburkan di dalamnya dan kuaduk dengan sempurna. Meski tanah, tapi teksturnya yang sudah kering membuat benda itu semakin halus seperti layaknya tepung. Konon katanya, efek dari tanah khusus yang sudah diisi ajian itu berfungsi untuk membolak-balikkan pikiran orang yang dikenainya. Menarik sekali, kan?

"Mas, aku ingin berhenti menjalani program kehamilan," tuturku serius setelah Mas Byan selesai mandi dan duduk di atas ranjang sembari memainkan ponselnya.

"Kenapa berhenti?" tanyanya penuh selidik. Selama ini, Mas Byan memang memaksaku untuk menjalani program kehamilan dengan berbagai cara. Mulai dari cara medis sampai cara tradisional. Karena program itu, aku sudah banyak berkorban mulai dari rasa tak nyaman di tubuh hingga kesakitan setiap pijat atau setelah suntik hormon.

"Aku sudah lelah. Aku pasrah, Mas," lirihku menunduk dalam-dalam.

Beberapa hari setelah kunjungan ke praktek Mbah Gendis, aku memang selalu berpura-pura menjadi istri yang baik seperti sarannya. Pagi-pagi aku sudah menyiapkan sarapan, malamnya menyiapkan makan malam dan air hangat meski kadang makanan itu tak disentuhnya sama sekali. Mungkin karena dia sudah makan malam mesra dengan selingkuhannya di luar sana. Aku juga selalu berucap lembut ketika di depannya.

"Memang seharusnya, aku bisa memberikan keturunan untukmu. Tapi pada kenyatannya aku memang bukan istri yang sempurna. Mungkin benar perkataan ibu bahwa aku ini perempuan yang mandul. Maafkan aku, Mas," ucapku penuh penekanan.

Kali ini aku memang serius. Meski aku sudah berhasil hamil tanpa diketahuinya, tapi keputusan untuk bersekutu dengan siluman secara otomatis menjadikanku sebagai wanita yang tidak sempurna dan berbeda dengan wanita normal pada umumnya.

"Sudahlah, tak usah dibahas lagi. Aku mau istirahat. Aku sangat lelah seharian bekerja sejak pagi sampai sore," responnya dengan cuek.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Mas Byan meletakkan ponselnya di samping bantal begitu saja. Jika biasa aku menegurnya dan mengingat akan bahaya radiasi, kali aku membiarkannya saja. Ada hal yang lebih penting dari ini.

"Aku izinkan Mas menikah lagi. Dengan begitu, Mas bisa mendapatkan keturunan seperti yang Mas inginkan selama ini," ucapku lagi.

Aku melihat dengan pasti kedua mata Mas Byan yang semula sudah hampir tertutup kini kembali terbuka. Mungkin dia terkejut mendengar ucapanku.

"Ibu memang tak pernah bosan menyuruhku untuk melakukannya. Tapi apa kamu benar-benar rela, Sayang?" tanyanya penuh selidik.

Dulu aku sangat suka dengan panggilan manis yang keluar dari mulut Mas Byan. Apalagi jika disertai kata-kata yang begitu menyentuh perasaan. Mas Byan yang selalu menenangkanku saat berkali-kali program hamil yang kujalani mengalami kegagalan. Mas Byan juga selalu membelaku ketika ibu memojokkan dan menyebutku wanita mandul.

Tapi itu dulu. Ya, sekali lagi kutegaskan itu dulu, tepatnya sebelum untuk kedua kalinya aku mendapati Mas Byan berhubungan dengan wanita lain di luar sana. Sekarang, aku bahkan geli mendengar panggilan sayang yang keluar dari mulutnya.

"Aku ikhlas dimadu, Mas. Mulai sekarang kamu bisa mencari wanita yang tepat untuk menjadi istri keduamu," jawabku setelah beberapa saat merenung.

"Aku sudah menemukannya." Mas Byan berucap dengan pandangan menerawang. Seakan sedang membayangkan sesuatu yang jauh di sana. Biar kutebak, laki-laki yang berstatus sebagai suamiku itu mungkin sedang membayangkan selingkuhannya.

"Apa?" tanyaku dengan intonasi menyelidik serta tatapan yang mengintimidasi.

"Em, bu-bukan. Lupakan aja," jawabnya kelimpungan.

Kena kamu, Mas. Sebenarnya aku ingin membekuknya saat ini juga. Tetapi aku tidak boleh gagabah. Bisa-bisa fatal akibatnya jika terlalu terburu-buru tanpa berpikir sebab akibatnya terlebih dahulu.

"Terima kasih karena telah memenuhi janji itu. Aku yakin Mas memang benar-benar berubah menjadi suami yang hanya setia padaku," ucapku sembari mencari posisi berbaring yang pas, "selamat malam," lanjutku. Aku memilih untuk mengambil posisi terlentang. Membiarkan Mas Byan yang tampaknya sudah kehilangan rasa kantuk akibat ketertekujutannya dengan percakapan kami sebelumnya. Aku memang sengaja membuatnya merasa bersalah karena walau bagaimana pun juga, rasa cinta dalam hatinya masih ada yang tersisa untukku karena jika tidak, sudah bisa dipastikan Mas Byan akan langsung menceraikanku sejak kemarin-kemarin atau menikah lagi secara terang-terangan sesuai dengan saran serta desakan yang diberikan oleh ibunya selama ini.

Dari gerakan yang aku rasakan, Mas Biyan bangkit dan turun dari ranjang. Aku sedikit membuka mata, mengintip apa yang Mas Biyan lakukan. Suamiku itu memilih mendudukkan diri di kursi yang biasa digunakan untuk mengerjakan sesuatu dengan laptopnya. Selama ini Mas Biyan memang selalu mengerjakan pekerjaannya di kamar ini meski sebenarnya rumah ini memiliki dua kamar kosong. Alasannya agar bisa terus menemani dan menjagaku ketika aku tertidur. Sungguh, alasan yang terdengar sangat manis dan sempat membuatku terlena selama ini. Picik sekali, bukan?

Sesak sekali mengingat kenangan-kenangan manis itu. Aku mengubah posisi, memunggungi Mas Biyan yang masih duduk sembari melamun. Entah apa yang dipikirkannya. Bisa jadi pengaruh bubuk tanah kuburan tadi sudah mempengaruhi otaknya hingga menimbulkan perasaan yang tidak tenang.

Biarlah. Kali ini memilih untuk enggan peduli. Tak lupa aku menarik selimut sampai sebatas dada. Memejamkan mata yang perlahan meneteskan cairan beningnya. Tak ada satu pun wanita yang benar-benar memberikan izin pada suaminya untuk menikah lagi, terlebih dengan selingkuhannya.

Aku mengelus perutku yang masih rata dengan hati-hati karena takut ketahuan Mas Byan. Sampai kapan pun aku tak menginginkannya untuk mengakui anakku sebagai anaknya juga meskipun secara biologis, Mas Byan tetaplah ayah kandungnya.

"Pulanglah, minggu depan datang lagi ke sini dengan membawa jawaban. Aku tak menginginkan apapun darimu kecuali anak dalam perutmu itu."

Kata-kata Mbah Gendis selalu terngiang dalam pikiranku. Aku tak rela janin yang susah payah aku perjuangkan ini dimakan begitu saja olehnya. Tetapi aku lebih tak rela lagi jika anakku ini nantinya ikut tersesat ke dalam kubangan ilmu hitam dan menjadi pengikut para siluman 

Lalu apa yang harus aku lakukan? Sungguh, aku merasa terjebak dengan keputusanku sendiri yang sebenarnya lebih besar didasari oleh emosi tanpa berpikir jernih. Tapi semuanya sudah kepalang basah. Aku merasa bingung, tentu saja. Tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya karena perjanjian dengan sekutu iblis bukanlah hal yang main-main. Aku tahu, tapi justru aku terjebak sendiri dengan lingkar setan itu tanpa tahu bagaimana cara untuk keluar dari sana.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   21. Ingin Lebih Baik

    Aku pulang ke toko dengan langkah gontai. Masih terngiang dengan jelas di telinga perkataan Kyai Ahmad terkait resiko dari kerjasamaku dengan Mbah Gendis. Kyai Ahmad mengatakan, bisa saja aku lepas dari Mbah Gendis, namun aku harus mengalami apa yang dialami oleh orang yang menjadi korbanku. Dalam hal ini Karin.Ya, itu yang membuatku gundah sekarang. Aku menyaksikan sendiri betapa sakitnya Karin itu tidak main-main. Mending dia memiliki Mas Byan yang selalu siap siaga di sampingnya. Sementara aku, hanya sendiri di sini.Aku mengambil mukenah dari dalam lemari setelah sebelumnya mengambil wudu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku kembali membentangkan sajadah. Melakukan ibadah wajib dan bersujud dalam keheningan. Mencoba berkomunikasi dengan Allah lewat rangkaian doa. Tanpa terasa bulir bening mulai mengalir melemati kedua sudut mata. Membasahi pipi. Aku tak ingat lagi kapan terakhir kali melaksanakan ibadah salat. Entah sudah berapa lama sampai-sampai bacaan demi bacaannya

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   20. Mencari Kyai Ahmad

    Aku diperbolehkan pulang pagi keesokan harinya setelah rawat inap. Cukup melelahkan juga harus terbaring dengan tangan diinfus sampai habis tiga botol.Aku melanjutkan perjalanan setelah sempat sarapan di kantin rumah sakit. Meski masih belum selera, setidaknya perutku tak lagi menolak. Aku merasa sudah mulai sehat.Jalan lintas yang kulewati tak pernah sepi. Maklumlah, ini jalan lintas utama antar provinsi. Banyak mobil besar yang lewat, beberapa motor dan pejalan kaki.Aku baru sampai di ruko menjelang siang. Suasananya tidak buruk. Tempatnya memang cukup strategis di tengah kota. Samping kanan ada toko bangunan, sebelahnya ATK, dan di seberang jalan depan berjajar rumah makan."Selamat datang, Ibu."Aku memperhatikan perempuan yang menyapaku. Orang yang kupilih untuk membantuku menjaga toko. Rumahnya tak jauh dari sini. Dia adalah bekas reseller toko online-ku sebelumnya. Namanya Farah."Aman semua?" tanyaku sembari memeriksa isi toko. Bagus juga susunannya. Selain pintar promosi,

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   19. Reaksi

    "Kenapa kamu nggak pernah kasih tau Mas?" tanyanya sembari berusaha memegang perutku. Tapi aku menepisnya dengan kasar lengkap dengan ekspresi tidak suka."Jangan sentuh," seruku penuh penekanan."Dia anakku juga," lirih Mas Byan."Susah payah aku memperjuangkannya di tengah situasi yang sulit. Baru beberapa minggu dia ada di dalam sini, ayahnya justru menikah dengan wanita lain dan mentelantarkan ibunya. Itu artinya, anak ini hanya memiliki orang tua tunggal.""Jangan-jangan itu bukan anaknya Byan," sahut ibu."Anggap saja seperti itu. Aku bahkan tak sudi jika anakku menjadi bagian dari keluarga kalian," balasku. Enggan untuk mengalah dan terlihat lemah di depan mereka semua.Tak ada satupun yang menanggapi. Pasti sibuk dengan pikiran masing-masing."Bagaimana, Bu Salma? Kami sudah bisa mengambil alih rumah ini sepenuhnya 'kan?" tanya Pak Surya mengintrupsi."Tentu saja. Terima kasih atas kerjasamanya. Tolong sekalian Bapak urus pengusiran mereka juga," jawabku kejam."Karena rumah i

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   18. Saatnya

    Rupanya Mbah gendis kembali mendatangi mimpiku saat malam harinya. Isinya kurang lebih sama. Dia marah besar dan berjanji akan membunuhku jika aku benar-benar nekad untuk membelot."Kau tak bisa bermain-main denganku. Tunggu saja pembalasanku untukmu."Aku kembali terbangun dan langsung menuju kamar mandi karena merasakan sensasi mual yang tak tertahan.Anehnya, rasa mualku tak kunjung tuntas meski sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan semua isi perut. Jelas ini bukan muntah yang seperti biasa.Morning sickness biasanya terjadi saat aku baru bangun di pagi hari atau saat sarapan. Kali ini masih tengah malam. Untung saja Anya masih terlelap dalam tidurnya. Jadi aku bisa leluasa tanpa harus sibuk menjawab pertanyaannya satu persatu.Tubuhku luar biasa lemas. Untuk kembali ke tempat tidur saja harus berpegangan pada dinding untuk menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh.Aku kembali membaringkan diri di samping Anya. Masih dengan mual yang mendera, tapi tak ada lagi muntahan yan

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   17. Lebih Berani

    Rumah yang menjadi saksi hari-hariku bersama Mas Byan sudah resmi beralih tangan. Beberapa hari lalu saat kujumpai calon pembelinya, orang itu hanya meminta video di beberapa sudut rumah. Ternyata prosesnya tak sesulit yang kubayangkan sebelumnya.Urusan peralihan nama di kantor hukum juga begitu mudah. Semua lancar jaya tanpa kendala. Mungkin itu yang dikatakan sebagai rezeki seorang istri yang tersakiti sepertiku."Kuat, Salma. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Sekarang kamu menjadi Salma Nafisa yang begitu hebat," bisikku untuk menyemangati diri sendiri.Sejak pagi menjelang siang aku berada di kamar dengan pintu terkunci untuk memberskan semua barang-barangku tanpa terkecuali. Aku juga sudah mengundang jasa angkut untuk memindahkannya ke tempat tinggal yang baru. Sebentar lagi pickup-nya akan sampai.Aku memang mempersiapkan segalanya dengan matang. Untuk ruko aku memilih menyewa saja terlebih dahulu. Ruko dua lantai yang lokasinya begitu strategis. Aku memilih untuk pindah dari

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   16. Kembalilah pada Tuhanmu

    Sesuai perjanjian, aku kembali ke Apartemen Nuri untuk bertemu dengan Lasmi. Ternyata saat aku datang, perempuan itu sudah menungguku di basemen."Apa kabar?" sapanya ramah. Berbeda sekali dengan malam itu."Aku baik."Kami sama-sama terdiam. Suasana jadi kaku karena aku sendiri pun tak tahu harus mengucapkan apa."Kenapa memilih datang ke sini?" tanyanya setelah keheningan menyelimuti kami selama beberapa saat."Aku hanya penasaran apa yang mau Kak Lasmi katakan padaku," ucapku jujur, meski belum sepenuhnya. Nyatanya, aku sedang mencari petunjuk bagaimana cara menyelamatkan anak dalam perutku ini dari belenggu Mbah Gendis."Katakan semuanya," balas Lasmi dengan nada bicara yang mulai dingin, begitupun dengan mimik wajahnya.Menurut analisa cepatku dan mengingat yang terjadi sebelum-sebelumnya, aku semakin yakin kalau sosok Lasmi ini bukan orang sembarangan. Dia dan suaminya itu terlalu misterius."Hanya itu," ucapku pada akhirnya. Aku takut terjebak lagi jika harus mengatakan semuany

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   15. Awal

    "Dari mana aja kamu, Salma?" tanya Mas Byan ketika aku baru menganjakkan kaki di rumah. Kenapa, sih, hari ini aku harus diintrogasi oleh beberapa orang? Tadi pagi Karin, terus Pak Prasetyo itu, baru sekarang Mas Byan. "Ada urusan di luar, Mas," jawabku apa adanya. "Urusan apa yang membuatmu lupa pada rumah dan suami? Akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah tanpa izin lagi." "Biasanya juga kalau aku keluar nggak perlu laporan terus sama Mas. Toh, Mas udah kasih izin aku usaha online, 'kan? Aku punya customer cash on delivery yang harus dilayanin juga. Lagian sekarang aku harus berusaha ekstra keras. Jaga-jaga kalau Mas benar-benar mencampakkanku, aku sudah siap." "Maksudmu apa?" "Mas sudah punya istri lain yang lebih sempurna. Ada kemungkinan 'kan kalau nggak lama lagi istri sah yang menemani dari nol ini terbuang. Miris sekali hidup," ucapku mencebik. "Jaga ucapanmu, Salma. Aku bukan laki-laki yang tak bertanggung jawab seperti itu. Lagian kamu sebagai istri juga terlalu semau s

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   14. Perseteruan

    "Aku takut membebani pikiran Bude Mar dengan masalahku yang dimadu. Jadi aku memutuskan untuk menginap di rumah teman aja."Mas Byan menatapku dengan pandangan ragu. Sementara aku sendiri memasang mimik dan gestur senatural mungkin agar suamiku itu tak curiga."Kenapa tak izin lagi sama Mas?""Aku tak ingin mengganggu pengantin baru. Apalagi malam itu kalian berseteru hebat, jadi aku tak ingin terlibat juga," jawabku sembari menundukkan kepala. Takut Mas Byan bisa menangkap kebohongan lewat mataku karena yang kutahu selama ini, tatapan mata tak bisa berbohong."Di rumah siapa kamu menginap? Anya atau Nadin?" tanya Mas Byan kembali mengintrogasi. Mas Byan memang sedikit banyak tahu tentang kedua temanku semasa kerja itu."Siapa aja asal itu membuatku nyaman," celutukku mulai kesal. Aku merasa seperti maling di sini."Kamu istri Mas, Salma. Sudah seharusnya Mas tahu kamu ke mana." tampaknya, Mas Byan juga mulai kesal."Kenapa sih, Mas? Atau Mas punya ancang-ancang untuk menikahi Anya at

  • Teluh Untuk Membalas Perselingkuhan Suamiku   13. Saran Dokter

    Nyatanya, ucapan Lasmi dan Fredy terus membayangiku. Hari ini adalah hari yang dimaksud oleh Lasmi agar aku mau menemuinya. Namun aku masih ragu untuk melangkah. Aku banyak dibayangi oleh ketakutan yang tak berujung. Bagaimana jika Lasmi malah semakin mempersulit jalan hidupku?Waktu yang dijanjikan hanya tinggal beberapa jam lagi. Namun pagi ini aku memilih kembali ke kantor hukum untuk mengambil berkas pemindah tanganan seluruh aset Mas Byan ke tanganku. Semuanya harus diurus secepatnya sampai beres karena jujur aku sudah tidak tahan lagi untuk melampiaskan semuanya dan mengusir mereka "Ini surat-suratnya sudah selesai, Ibu Salma. Kalau berkas itu hilang dicuri dan sebagainya, Ibu tinggal membuat laporan kehilangan dan datang ke sini untuk mengambil salinannnya," ucap pegawai kantor hukum yang membantuku mewujudkan salah satu rencana indah pembalasan untuk perselingkuhan suamiku."Surat ini terjamin kekuatannya, kan, Pak?" tanyaku memastikan."Kami berani menjaminnya, Ibu. Tidak sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status