Share

Atas dan Bawah Atap II

"Ternyata dulu saya lumayan memalukan," kata Zahir.

"Memalukan tapi pasti sangat membekas di ingatan," sahut Ana sambil membimbing Zahir menuju ke meja makan.

Di atas sana sudah bertengger beberapa susun kotak yang memuat sekira empat jenis lauk. Di ujung paling kiri meja terdapat wadah bening yang menampilkan sayuran segar siap santap.

"Kalau tahu kamu akan datang pasti aku memasak lebih banyak lagi."

Ana melepaskan pegangannya dari lengan Zahir untuk kemudian memasukkan wadah berisi makanan di meja itu ke dalam tiga buah kantong berbahan kain agar lebih mudah dibawa. Zahir turut membantu Ana menyusun kotak-kotak itu untuk memperingan pekerjaan Ana.

Sementara Zahir dan Ana menata makanan ke dalam kantong, Zahir tidak menemukan sosok Binar bersama mereka. Ia menoleh ke segala arah untuk mencari di mana Binar.

"Binar sedang ada urusan sebentar. Mungkin lima menit lagi dia akan kembali," kata Ana yang seolah memahami kebingungan Zahir hanya lewat bahasa tubuh pemuda itu.

"Ah, iya," jawab Zahir singkat.

Zahir tidak lagi mempertanyakan perihal Binar di dalam kepalanya. Ia pikir mungkin saja Binar sedang ke toilet untuk menyelesaikan sebuah 'urusan'. Sepertinya tidak perlu meminta izin atau semacamnya untuk pergi ke toilet karena mereka adalah keluarga.

"Coba ini," kata Ana sambil menyodorkan sebuah makanan ke depan mulut Zahir.

Zahir tidak sempat mengamati dengan jelas makanan apa yang Ana berikan. Ia langsung membuka mulut dan mulai mengunyah benda lembut itu. Rasa manis yang dominan dan serangan sedikit asam menyegarkan serta aroma kacang yang melekat di langit-langit mulut memenuhi mulut Zahir. Ia mengangguk mengakui kelezatan makanan yang Ana suapkan.

"Enak sekali! Sepertinya saya baru pertama kali mencoba kue ini," kata Zahir yang mulutnya masih sedikit menyisakan kunyahan kue yang belum tertelan.

"Akan jauh lebih enak lagi kalau kamu memakannya bersama dengan teh hangat. Aku beri satu lagi saja sekarang. Nanti kita makan lagi setelah sampai di rumah Binar," Ana memberikan satu lagi kue yang sama.

Zahir menerimanya kemudian mengamati bentuk kue yang cukup unik di matanya. Berwarna cokelat keemasan dengan bentuk agak pipih dan menyerupai cangkang kerang.

"Namanya madeleine. Kamu pernah dengar, kan?" jelas Ana.

"Ah, jadi ini kue madeleine. Saya cuma pernah mendengar namanya."

Zahir menggigit setengah madeleine hingga ia bisa melihat bagian dalamnya yang berwarna kuning muda. Jika dilihat seperti ini Zahir menganggap kue itu mirip dengan matahari yang pernah ia gambar dahulu. Bercahaya di tengahnya dan dikelilingi cahaya yang sedikit gelap tapi tidak kalah berkilau.

"Maaf aku agak lama," suara Binar muncul seiring dengan kedatangannya dari arah ruang tamu.

"Sudah selesai? Haruskah kita berangkat sekarang?" tanya Ana.

Ia mengangkat salah satu kantong dilanjutkan dengan Zahir yang mengangkat kantong lainnya setelah ia selesai melahap madeleine. Binar juga menjinjing satu sisa kantong.

"Apa kita tidak menunggu Rohan datang dulu?" tanya Binar sambil memposisikan bagian tali pengait kantong agar nyaman untuk ia jinjing.

"Dia sudah datang dari tadi. Kamu tidak melihatnya tadi?" Ana terlebih dahulu melangkahkan kakinya membimbing Zahir dan Binar keluar rumah.

"Aku tidak melihat dia. Dia tidak pergi lagi, kan?" tanya Binar lagi.

"Pasti dia sedang tidur di kamar sebelah. Sepertinya Rohan agak lelah karena membantuku membereskan gudang siang hingga sore tadi."

Binar dan Zahir ikut melangkah keluar rumah dengan Ana. Mereka bertiga meninggalkan kediaman Ana.

"Rohan? Apa dia juga akan ikut makan malam bersama kita?" Zahir bertanya kepada Binar.

Binar menggeleng lalu menjawab, "Dia sepupu saya yang akan menjaga rumah selagi Tante Ana pergi."

"Ah, begitu rupanya."

Dalam setengah perjalanan menuju pulang Binar mampir ke salah satu toko yang menjual berbagai makanan ringan. Binar meminta Ana untuk duduk di kursi yang disediakan di depan toko agar tidak lelah menunggunya berbelanja di dalam. Begitu Binar membuka pintu, seorang pria muda menyambut dengan sapaan ramah.

"Selamat datang," sapa pria itu.

"Pesanan kami sudah siap, kan Kak?" Binar meletakkan kantong belanjanya di depan meja kasir.

Pria muda itu mengambil sebuah kantong kertas sewarna tanah yang berisi beberapa bungkus makanan asin dan manis dari bawah meja kasir.

"Tentu sudah. Apa ada tambahan lagi?" tanya si pria untuk memastikan.

"Iya. Aku mau membeli beberapa camilan lagi," jawab Binar.

Binar menoleh ke arah Zahir untuk mengisyaratkan bahwa Zahir juga harus ikut memilih makanan apa saja yang akan mereka beli untuk menambah jumlah muatan kantong kertas di atas meja kasir.

Zahir menghampiri Binar yang mulai memindai deretan makanan ringan di etalase. Ia mengambil satu bungkus makanan berbahan kentang yang berbentuk bulat dan bertaburan serbuk kuning di sekujur permukaannya. Zahir ikut mengambil sebungkus berwarna merah menyala. Makanan berbahan dasar sama dengan yang Binar ambil hanya saja dioleh menjadi bentuk dan diberi rasa berbeda dari pilihan Binar tadi.

"Ini?" tanya Zahir untuk meminta persetujuan Binar.

"Kamu bisa makan makanan pedas dengan baik?"

"Mhm, tidak sekuat itu tapi masih sedikit di atas rata-rata," Zahir mengiyakan.

"Yakin?"

Zahir kembali melihat makanan pilihannya dan membaca dengan seksama tulisan yang tertulis pada kemasan kemudian mengangguk-angguk.

"Ya sudah. Semoga kamu tidak menyesal," Binar terkekeh kecil kemudian mengambil beberapa bungkus makanan lagi.

Setelah berkeliling melewati beberapa etalase, Binar dan Zahir sudah mengumpulkan empat bungkus camilan gurih dan tiga bungkus camilan manis. Binar juga mengambil empat bungkus kue kering dengan tambahan butiran cokelat di atasnya.

Sang kasir toko memindai satu demi satu demi satu kode batang pada setiap kemasan produk yang telah dipilih Zahir dan Binar. Memasukkan belanjaan ke dalam kantong lain—kantong pertama tidak lagi mampu memuat produk—kemudian memberi tahu total uang yang harus dibayar.

Zahir memberikan uang kepada pria kasir dan langsung meraih dua kantong makanan ringan sebelum Binar mengambilnya. Dengan menjinjing kantong makanan ringan di tangan kanan dan makanan dari Ana di tangan kiri Zahir memutuskan untuk melangkah keluar terlebih dahulu dari toko.

"Kamu yang ambil kembaliannya, saya yang membawa barangnya," Zahir tidak mau Binar mengangkut tambahan beban di tangannya.

"Sudah selesai? Di mana Binar?" tanya Ana yang tidak melihat Binar keluar bersama Zahir.

"Masih menunggu kembalian, Tante," Zahir menjawab dengan melayangkan pandangan ke dalam toko.

"Terima kasih, Kak!" seru Binar setelah mendapatkan uang kembalian, disambut senyuman dan anggukan oleh pria kasir.

"Ada sedikit tambahan kue cokelat sebagai ucapan ulang tahun untuk Paman Ali. Tolong sampaikan doa terbaikku untuk beliau," tutur pria kasir.

"Wah, sekali lagi terima kasih. Kakak selalu baik sekali," Binar tersenyum dan menunjukkan deretan giginya.

Zahir menatap dari balik kaca toko. Hari ini ia banyak menyaksikan senyuman Binar tapi baru sekarang gadis itu terlihat tersenyum dengan begitu nyaman hingga bibir atas dan bawahnya terpisah.

'Kapan aku bisa membuat dia tersenyum selepas itu ya?'

Binar keluar masih dengan menyisakan sedikit senyuman kemudian mengajak Zahir dan Ana melanjutkan perjalanan pulang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status