Share

4. Tercabiknya Harga Diri

Rosaline membelitkan tangan kanannya ke tangan kiri Adhikari. Mereka berjalan memasuki gedung di mana diadakannya acara reuni. Dari luar sudah terlihat betapa banyaknya orang yang hadir, terlihat dari banyaknya mobil dan motor yang terparkir di depan gedung ini.

“Ramai ya, Rose,” bisik Adhi. Jujur saja ia merasa sangat grogi menghadiri acara kekasihnya ini.

“Iya, aku juga nggak nyangka teman-teman aku akan seantusias ini datang ke acara reunian. Padahal kita juga baru wisuda lima tahun yang lalu,” sahut Rose.

“Hai Rose,” sapa salah seorang teman perempuan Rosaline. Kebetulan saat ini temannya itu menjadi salah satu penerima tamu.

“Hai, Arini!” seru Rosaline.                              

“Gimana kabar kamu?”

“Baik. Kamu jadi penerima tamu?” tanya Rosaline.

“Iya, aku salah satu panitianya. Ayo nulis data kehadiran kamu dulu biar kita semua pada tahu kalau kamu juga datang.”

“Ada-ada aja deh pakai nulis kayak gini,” sahut Rosaline. Meski begitu ia tetap menuliskan namanya di buku itu.

“Kalau udah nulis dapat sauvenir. Nih ... baguskan. Ini yang milih aku loh.” Ucap perempuan bernama Arini itu seraya mengulurkan satu sauvenir kepada Rosaline.

“Iya bagus.” Puji Rosaline lalu memasukkannya ke tasnya.

“Aku sekarang buka jasa event organizer loh. Jadi kalau kamu mau nikah atau mau ngadain acara bisa kontak aku. Ini kartu nama aku.” Arini mengulurkan kartu namanya kepada Rosaline. Dan Rosaline pun menerimanya dengan senang hati lalu memasukkan kartu itu ke tas tangannya.

“Kalian udah cocok loh ini, udah pas. Semoga langgeng ya, dan jangan lupa hubungi aku buat jadi Eonya kan sekalian ngasih undangan ke aku, iya kan.”

“Amin. Iya ... iya ... kalau gitu aku masuk ya. Aku juga mau ketemu sama teman-teman yang lain.” Pamit Rosaline lalu kembali menggandeng tangan Adhikari dan kembali meneruskan langkahnya.

“Teman kamu yang itu ramah banget ya,” ucap Adhikari.

“Iya, sampai pusing aku dengernya. Dia dari dulu emang begitu.”

“Rose!” seru Dini yang ternyata sudah ada di dalam.

“Kamu lama banget datangnya. Tapi penampilan kamu perfect banget deh,” ucap Dini.

“Adhi, kamu pasti melongo kan pas lihat penampilan Rose yang cantik gini?!” seru Dini pada Adhikari.

“Iya. Rose terlalu sempurna buat aku,” sahut Adhikari.

“Kamu bisa aja,” ucap Rosaline.

“Hai Rose,” sapa Raka.               

“Hai, Rak,” sapa Rosaline.

“Rak! Emang Rak piring!” seru Dini tak terima.

“Iya ... iya gitu aja kok marah sih. Oh iya, Dhi. Kenalin ini Raka pacarnya Dini,” ucap Rosaline.

“Hai, aku Adhikari.”

“Raka.”

Dua pria itu saling memperkenalkan diri mereka.

“Kita cari makan yuk. Aku udah lapar,” ajak Dini.

“Ayo.”

Dua pasangan kekasih itu berjalan beriringan menuju stand makanan. Berbagai macam menu makanan dan minuman disajikan di banyak stand di acara ini. Dini dan Rose menikmati beberapa menu karena mereka juga lapar karena setelah pulang dari salon belum sempat makan lagi.

“Hai, Rosaline! Wah kamu cantik banget, beda sama dulu waktu kuliah.” Beberapa orang berjalan ke arah Rosaline.

“Hai kalian apa kabar?” sapa Rosaline. Dini tak ikut menyapa karena Dini sudah lebih dulu bertemu dengan teman-temannya ini.

“Baik. Aku dengar kamu sekarang udah jadi manager di perusahaan besar ya, Rose,” ucap teman Rosaline.

“Wah kamu hebat loh. Aku aja saat ini malah nganggur di rumah dan ngurus anak,” timpal yang lainnya lagi.

“Ini pacar kamu, Rose?”

“Iya.” Sahut Rosaline bangga seraya merapatkan kaitan tangannya.

“Kalau kamu manager pasti pacar kamu manager juga dong, atau jangan-jangan malah direktur atau pemilik perusahaan?!”

Senyum yang tadi terukur di bibir Adhikari dan Rosaline lenyap sudah mendengar ucapan teman-teman Rosaline.

“Kalau nikah jangan lupa undang kita-kita ya. Aku nggak mau melewatkan pesta mewah kalian berdua.”

“Adduuhh ... apaan sih kalian. Ngomongin harta mulu deh perasaan dari tadi,” ucap Dini ketus karena dari tadi Dini juga sudah banyak berbincang dengan teman-temannya ini.

“Oh iya pertanyaan aku yang tadi belum dijawab. Pacar kamu ini kerja apa, Rose? Kalau pacar kamu ini kaya raya kalau nikah nanti pasti kamu tinggal di rumah mewah dong.”

Adhikari dan Rosaline saling melempar pandangan mereka mendengar pertanyaan dari teman kuliah Rosaline ini.

***

Rosaline tak enak hati kepada Adhikari karena ucapan teman-temannya tadi. Setelah tadi, sampai saat ini Adhikari hanya diam. Adhikari juga tak menolehkan wajahnya ke arah Risaline.

“Adhi, kamu marah sama aku ya?” lirih Rosaline bertanya. Ia takut kalau pacarnya ini sampai marah kepadanya.

“Nggak kok,” sahut Adhikari singkat.

“Tapi kok kamu jadi pendiam kayak gini? Maafin aku ya.”

“Kenapa kamu malah minta maaf sama aku? Kamu nggak ada salah sama aku kok, Rose. Apa yang dikatakan teman-teman kamu itu memang benar. Aku nggak sepadan sama kamu. Aku nggak pantas buat kamu. Aku cuma karyawan biasa degan gaji sedikit, lalu dari mana aku bisa belikan kamu rumah, mobil dan barang-barang mewah lainya. Mungkin untuk menghidupi kamu aja gaji aku kurang.”

“Kamu kok ngomong gitu sih, Dhi. Nggak ada yang bilang kayak gitu ke kamu kan?!”

“Memang nggak ada, tapi aku cukup tah diri.”

“Oke, kalau gitu kamu terima tawaran aku buat kerja di perusaan kenalan aku. Di sana kamu bisa dapat kerjaan yang lumayan bagus dan dengan gaji yang bagus pula.”

“Kalau kamu ngasih aku kerjaan itu, itu tandanya kamu benar-benar malu sama keadaan aku yang sekarang ini, Rose.”

“Kenapa kita malah berantem kayak gini sih?!”

Adhikari terdiam. Ia kembali memokuskan pandangannya hanya ke jalanan yang kini sedang ia lewati. Sampai rumah Rosaline, ia memarkirkan mobil yang dikendarainya ke garasi.

“Kamu lihat, Rose. Bahkan saat kita menghadiri acara saja, kita pakai mobil kamu.” Setelah mengucapkan kalimat menohok itu Adhikari langsung pergi meninggalkan rumah Rosaine dengan mengendarai motornya.

Rosaline menangis melihat kepergian Adhikari. Ucapan Adhikari telah menyakiti hatinya. Ia berjalan gontai memasuki rumah. Untung saja rumah saat ini sedang dalam keadaan sepi, mungkin papa dan mamanya sudah masuk ke kamar.

“Kak?” Saat akan mengambil air dari dapur tak sengaja Jasmine melihat keadaan kakaknya yang terlihat buruk.

“Kakak kenapa?” tanya Jasmine.

Rosaline tak menyahuti pertanyaan adiknya itu. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya. Ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari sisa make up dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidurnya.

“Kamu masih di sini?” tanya Rosaline saat keluar dari kamar mandi dan masih mendapati Jasmine duduk di tepi ranjangnya.

“Iya, Kak. Kak Rose ada apa kok muka Kakak muram gitu?”

“Aku nyesel ngajak Adhi ke acara reuni itu, Jasmine. Di sana semua temanku menanyakan pekerjaan Adhi dan mereka semua mengira kalau Adhi adalah manager lah, direktur lah, pengusaha lah.”

“Terus Kak Rose malu gara-gara hal itu?” tanya Jasmine.

“Bukannya aku malu, Jasmine. Tapi malah Adhi yang tiba-tiba marah sama aku. Dia bilang kalau dia nggak sepadan buat aku. Dia marah-marah dan itu menyakiti hati aku, Jasmine.” Rosaline menangis. Dengan sigap Jasmine memeluk kakak semata wayangnya itu.

“Kak Rose yang sabar ya. Mungkin hal itu adalah hal yang sensitive buat Kak Adhi,” ucap Jasmine.

“Iya, makasih kamu udah nenangin aku.” Rosaline mengurai pelukannya.

“Aku akan selalu ada buat kamu, Kak.”

“Jangan ngomongin masalah ini sama Mama dan Papa ya. Aku nggak mau kalau mereka sampai ikut sedih,” pinta Rosaline.

“Iya Kak, aku ngerti.”

“Ya udah kamu tidur gih sana. Besok kan kamu juga harus kerja.”

“Kalau gitu aku ke kamar dulu ya.” Jasmine kembali ke kamarnya setelah mendapat anggukan dari Rosaline.

***

“Aku memang nggak pantas buat Rosaline! Dia sempurna, sedangkan aku hanya remahan peyek!” Seru Adhikari seraya melepas kemejanya dan membuangnya asal.

“Kenapa, Dhi?” Tiba-tiba Badrika muncul di ambang pintu kamar Adhikari.

“Bukannya senang habis jalan sama pacar kok malah marah-marah,” imbuh Badrika.

“Gimana nggak marah-marah kalau semua teman-teman Rosaline merendahkan aku! Mereka kira aku ini orang kaya!” seru Adhikari.

“Ya bagus dong kalau mereka mengira begitu.”

“Bagus gimana?! Harga diriku tercabik-cabik, Kak. Kamu nggak tahu itu karena kamu nggak ngarasain apa yang saat ini aku rasakan,” sahut Adhikari.

“Ya begitulah kalau pacaran sama orang yang berada dan berkarir sukses.”

“Harga diriku semakin tercabik saat tadi Rosaline malah kembali menawarkan pekerjaan itu ke aku. Dan saat pergi tadi kita malah pakai mobilnya Rose,” ucap Adhikari.

“Kalau saranku sih mending kamu buruan cari kerjaan yang lain. Ya udah aku ke kamar dulu, istriku udah nunggu.” Badrika pergi dari kamar Adhikari.

Kini tinggalah Adhikari yang sedang menahan emosi dalam jiwanya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status