Share

5. Permintaan Maaf

Rosaline mengawali hari ini dengan tak bersemangat setelah semalam ia sempat beradu mulut dengan Adhikari. Masalah yang menurutnya sepele ternyata malah membuat Adhikari semarah itu padanya.

“Rose, kenapa sih? Ada masalah?” tanya Dini.

Rosaline menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan temannya itu.

“Terus kenapa dari tadi tuh makanan cuma kamu aduk-aduk aja? Kalau tuh makanan bisa ngomong dia pasti marah. Soalnya makanan itu pasti udah pusing dari tadi amu aduk puter-puter tanpa kamu makan,” ucap Dini.

“Adhi marah sama aku, Din,” sahut Rosaline lesu.

“Loh kenapa?”

“Gara-gara semalam.”                                       

“Semalam kenapa?”                                          

“Adhi marah gara-gara omongan teman-teman kita tadi malam. Katanya dia malu dengan dirinya sendiri yang nggak sepadan sama aku. Entahlah Din, aku malah pusing,” keluh Rosaline.

“Tapi iya sih kalau menurutku kalian emang bagaikan langit dan bumi. Kamu langitnya dia buminya. Kalian jauh banget. Ya menurutku kalau Adhi mau sepadan sama kamu seenggaknya Adhi harus pindah kerja. Dia harus cari kerjaan lain yang bisa membuat dia jadi lebih pantas kalau disandingkan sama kamu.”

“Itu dia, Din. Aku udah coba tawarin kerjaan lain yang lebih bagus dari pada kerjaannya yang sekarang tapi Adhi terus nolak. Aku juga udah bilang gitu tadi malam, tapi Adhi malah semakin marah.”

“Nanti coba kamu ngomong baik-baik lagi sama dia.”

“Sebenernya Mama sama Papa udah minta aku buat seriusin hubungan aku sama Adhi. Tapi mana mungkin bisa kalau Adhinya sendiri juga belum mapan. Itu juga yang membuat aku bujuk dia supaya mau pindah kerja ke kerjaan yang aku carikan. Kalau gajinya lumayan seenggaknya dia kan bisa nabung buat masa depan kita nanti, Din.”

“Iya juga ya. Ya udah kalau gitu nanti coba kamu omongin lagi sama dia,” sahut Dini.

“Iya.”

“Sekarang buruan dimakan, nanti keburu jam istirahatnya habis,” ucap Dini.

Rosaline menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan, setelah itu barulah ia mulai menyuapkan makanannya.

***

Pulang dari kantor Rosaline sengaja mampir ke rumah Adhikari. Ia ingin meminta maaf dan membicarakan soal tawaran pekerjaan darinya itu.

“Permisi ....”

“Iya,” sahut suara seorang wanita dari dalam rumah. “Rosaline?”

“Hai, Kak Ivana.” Sapa Rosaline lalu memeluk wanita yang tampak sedang berbadan dua itu.

“Ayo masuk,” ajak Ivon setelah ia mengurai pelukannya.

Rosaline tersenyum manis pada Ivana. “Adhi di rumah kan, Kak?”

“Iya. Adhi ada di kamarnya. Kamu langsung naik gih sana. Lagi nggak ada orang di rumah, Mas Badrika belum pulang kerja. Mama sama Papa juga lagi pergi kondangan,” sahut Ivana.

“Aku tunggu di ruang tamu aja deh, Kak,” sahut Rosaline. Ia tak nyaman bila memasuki kamar pria, terlebih pria itu adalah pacarnya.

“Aku malas naik buat manggil Adhi. Kamu ke atas sendiri nggak pa-pa ya, hamil besar gini aku susah jalan,” sahut Ivana.

“Tapi Kak, apa nggak pa-pa kalau aku masuk ke kamarnya Adhi?” tanya Rosaline ragu.

“Ya nggak pa-pa dong, kamu kan pacarnya. Tunggu sebentar aku buatin minum dulu biar bisa kamu bawa ke atas sekalian. Tolong ya, Rose,” ucap Ivana seraya menatap Rosaline dengan pandangan memelasnya.

“Iya deh.” Rosaline mengiyakan permintaan Ivana karena ia juga tak tega jika harus meminta Ivana dengan perut besarnya naik turun tangga hanya untuk memanggil Adhi.

“Ya udah aku ke dapur bentar.” Ivana berjalan menuju dapur, sedangkan Rosaline duduk di ruang tengah.

“Ini Rose, minum kalian udah jadi.” Ivana berjalan dengan membawa satu nampan berisi dua gelas es jeruk dan satu piring kue.

“Makasih, Kak.” Rosaline menerima nampan itu.

“Sama-sama. Kalau ada butuh sesuatu kamu bilang ke aku di bawah ya.”

“Kamarnya yang mana, Kak?” tanya Rosaline karena meski ia kerap datang ke rumah ini tapi ia tak pernah masuk ke kamar Adhi.

“Kamar kedua.”

“Iya, aku naik dulu ya, Kak.”

Rosaline menaiki anak tangga dengan membawa nampan itu. Ia berjalan menuju kamar Adhi seperti yang Ivana arahkan padanya tadi.

Tok tok tok.

“Masuk!”

Setelah mendengar sahutan dari dalam kamar, Rosaline baru membuka pintunya tapi ia sedikit kewalahan membuka pintu karena dua tangannya yang memegang pinggiran nampan. Setelah membuka pintu ia melihat jika kekasihnya itu sedang berbaring di atas ranjang dengan bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek. Melihat pemandangan yang tak biasa itu membuat jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Bahkan saat ini ia sudah merasa kekurangan oksigen.

“Adhi.”

Merasa mengenal suara itu, Adhi langsung berjengkit kaget dengan langsung mendudukkan tubuhnya.”Rose?!”

Rosaline tersenyum canggung, ia meletakkan nampan yang ia bawa ke atas meja nakas. Setelah itu ia hanya berdiri di tempat karena tak tahu harus mendudukkan dirinya di mana.

“Adhi, kamu nggak mau pakai baju dulu gitu?” lirih Rosaline.

Adhi langsung berjengkit kaget. Ia sampai tak sadar bahwa saat ini ia hanya sedang memakai celana tanpa menggenakan baju.

“I—iya, aku pakai baju dulu.” Adhikari langsung berjalan menuju lemarinya dan mengambil sembarang pakaian dari dalam lemarinya.

“Kamu duduk dulu, Rose. Aku nggak tahu kalau kamu sampai datang ke kamar aku.” Adhi juga merasa cangung dengan kondisi mereka berdua sekarang ini.

“Kak Ivana yang nuruh aku naik ke kamar kamu.” Akhirnya Rosaline mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang.

“Oh iya, kamu ada apa sampai datang ke sini?” tanya Adhi ramah. Berkat kegugupan dan kecanggungannya tadi hingga membuat ia lupa akan kemarahannya dengan Rosaline.

“Aku mau minta maaf sama kamu soal kejadian kamarin malam.”

Adhikari duduk di sebelah Rosaline.

“Aku udah maafin kamu.”

“Beneran?”

“Iya. Tadinya aku masih marah sama kamu, tapi melihat kamu yang udah bela-belain datang ke kamar aku sama bawa minum segala akhirnya aku maafin kamu,” ucap Adhikari.

“Makasih ya, Dhi.” Tanpa sadar Rosaline kini malah menggenggam tangan Adhikari. Merasa sikapnya berlebihan akhirnya ia kembali menarik tangannya. Tapi saat akan ia tarik ternyata tangan Adhikari kini malah gantian menggenggam tangannya.

“Harusnya kemarin aku nggak melampiaskan kemarahan aku sama kamu. Aku harusnya bersyukur karena punya pacar sebaik dan seperhatian kamu, Rose.” Adhi mengecup tangan Rosaline dengan penuh rasa sayang.

“Adhi, jangan kayak gini. Nanti takutnya ada yang lihat.” Rosaline buru-buru menarik tangannya dari genggaman tangan Adhikari.

“Kamu mau aku tutup pintunya?” tanya Adhikari.

“Jangan! Nanti dikiranya kita malah ngapa-ngapain lagi,” sahut Rosaline.

“Emangnya kita mau ngapain?” goda Adhikari seraya tersenyum.

“Apaan sih kamu!” Rosaline kembali menggunakan tangannya. Kali ini ia menggunakan tangnnya untuk mendorong tubuh Adhikari. Namun siapa sangka, Adhikari dengan cepat menangkap tangannya dan kembali membawa tangannya itu ke permukaan bibir Adhikari. Adhikari kembali mengecup punggung tangan Rosaline.

“Rose, aku sebenernya juga pengen ngrasain pacaran kayak orang-orang. Mesra-mesra sama pacar, romantis-romantisan, tapi kamunya yang selalu menghindar.”

“Adhi, jangan gini ah. Aku malu,” lirih Rosaline.

Adhi semakin mendekatkan tubuhnya ke arah Rosaline hingga kini wajah mereka hanya berjarak beberapa centi saja. Tapi Rosaline langsung berdiri menghindari Adhikari yang tampak ingin menciumnya.

“Aku ke sini juga mau ngomongin masalah kerjaan yang baru buat kamu,” ucap Rosaline dengan sedikit gugup. Ia sampai malu menatap wajah Adhikari hingga kini ia terpaksa berdiri membelakangi Adhikari.

“Iya ... terus?”

“Adhi,” lirih Rosaline tertahan karena sepasang lengan kokoh kini membelit tubuhnya dari arah belakang.

“Aku mau pastikan kalau kamu setuju sama tawaran itu.” Rosaline mencoba membenbaskan dirinya dari belitan tangan Adhikari.

“Tentu saja. Sekarang aku setuju,” bisik Adhikari di telinga Rosaline.

“Adhi, hentikan!” Seru Rosaline seraya kembali menggerakkan tubuhnya agar segera terbebas dari kekasihnya itu.

Adhi mendesah lelah, ia mengalah dengan melepaskan Rosaline begitu saja.

“Kalau gitu nanti aku bantu masukin lamaran kamu ya. Data diri kamu kirim aja ke email aku. Kalau gitu aku pulang dulu ya,” ucap Rosaline gugup.

“Kenapa buru-buru pulang? Kamu juga belum minum kan,” ucap Adhikari.

“Aku buru-buru soalnya kan harus segera ngirim lamaran kamu,” sahut Rosaline.

“Iya, setelah ini aku juga bakal nglamar kamu,” imbuh Adhikari seraya tersenyum pada Rosaline.

Mendengar itu tentu saja Rosaline juga ikut tersenyum. Dengan begitu artinya Adhikari tak hanya ingin bermain-main dengannya.

“Iya, aku tungu lamaran dari kamu,” sahut Rosaline seraya tersenyum.

“Aku ... aku pulang dulu,” pamit Rosaline.

“Aku antar kamu sampai depan.”

“Iya.”

Adhikari berjalan beriringan dengan Rosaline menuruni anak tangga.

“Rose,” sapa Ivana saat ia melihat Rosaline dan adik iparnya menuruni anak tangga.

“Kak Ivana, aku pulang dulu ya,” pamit Rosaline.

“Loh kok buru-buru?”

“Iya, Kak. Soalnya masih banyak yang harus aku kerjakan di rumah.”

“Ya udah, hati-hati,” ucap Ivana.

Rosaline mengangguk lalu kembali meneruskan langkahnya keluar rumah. Adhikari mengantar Rosaline sampai kekasihnya itu melajukan mobilnya meninggalkan pelataran rumahnya.

“Kak Ivan, kenapa pakai nyuruh Rose masuk ke kamar aku segala?” tanya Adhikari saat ia sudah masuk kembali ke rumah dan menemui kakak iparnya itu.

“Ya habisnya aku malas naik. Emang kenapa?” goda Ivana di akhir kalimatnya.

“Aku kan laki-laki normal, Kak. Ada perempuan cantik masuk ke kamarku apa nggak bikin pengen ngakuin yang enggak-enggak,” sahut Adhikari.

“Haahahaha ... terus tadi ngapain aja sama Rose?” tanya Ivana.

“Mana bisa ngapa-ngapain, orang aku pegang tangannya aja dia langsung balik ketakutan,” sahut Adhikari dengan nada frustasinya. Hal itu tentu saja malah membuat sang kakak ipar menjadi tertawa.

“Aku bilangin ke Mama Papa baru tahu rasa kamu pegang-pegang tangan perempuan di dalam kamar!” seru Ivana yang masih ingin terus melancarkan godaannya.

“Sana gih, biar dinikahin sekalian,” sahut Adhikari.

“Jadi ceritanya udah kebelet nih?!” Ivana semakin gencar menggoda adik iparnya itu.

“Kebelet sih udah, tapi keadaan sama duitnya yang belum bisa diajak kebelet,”  dengus Adhikari. Ia lalu berjalan menuju ke kamarnya kembali.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status