Share

6. Mempersiapkan Diri

Rosaline tersenyum malu saat mengingat kejadian di kamar Adhikari tadi. Ia tak menyangka bila Adhikari ternyata menginginkan hal yang lebih padanya sebagai seorang kekasih. Ini bukan kali pertamanya Adhikari memegang tangannya tapi entah mengapa suasana tadi membuatnya susah bernafas, terlebih mereka tadi hanya berdua di dalam kamar. Beruntungnya tadi ia bisa berfikir cepat untuk segera menghindar saat Adhikari akan menciumnya. Tentu saja ia merasa cangung dan bingung karena dirinya memang belum pernah berciuman.

“Ya ampun, Rose! Berhenti mikirin yang tadi deh,” seru Rosaline pada dirinya sendiri. Karena semakin ia mengingat kejadian tadi, maka ia akan semakin malu. Bahkan kini wajahnya pun memanas.

Rosaline memasukkan mobilnya ke halaman rumah. Sebisa mungkin ia harus menormalkan suasana hatinya kembali. Ia tak ingin bila siapapun mengetahui kejadian tadi karena jika sampai ada orang yang tahu bisa dipastikan orang itu pasti akan menggodanya.

Beruntunglah saat Rosaline memasuki rumah adiknya yang selalu menggodanya belum pulang dari kantor, sehingga ia kini bisa berjalan dengan aman menuju kamarnya.

Sampai kamar Rosaline bergegas membersihkan diri. Saat akan kembali membuka laptopnya ia tiba-tiba teringat dengan ucapan Adhikari yang mengatakan bahwa sebentar lagi, setelah mendapatkan pekerjaan yang baru kekasihnya itu akan melamarnya. Ingatan itu kemudian tersambung dengan ucapan mamanya yang meminta dirinya untuk mulai belajar mengurus rumah tangga dan hal itu dimulai dari belajar memasak dan bersih-bersih membeserkan rumah. Selama ini ia juga sudah terbiasa membantu membersihkan rumah, hanya saja ia memang kurang ada waktu lagi setelah ia mulai sibuk bekerja.

“Apa aku bantuin Mama masak aja kali ya.” Gumam Rosaline seraya tersenyum malu-malu.

“Laki-laki pasti senang kalau tahu istrinya jago masak. Aku harus mempersiapkan diri dari sekarang biar nanti kalau nikah aku udah jago masak kayak Mama,” gumam Rosaline kembali.

Rosaline berjalan menuruni anak tangga menuju ke arah dapur. Di dapur ternyata sudah ada mamanya dan juga Bik Lastri.

“Mama ... aku bantu ya, Ma.” Rosaline masuk dapur dan langsung memegang pisau.

“Tumben-tumbenan anak mama satu ini,” ucap Mardina.

“Katanya suruh belajar masak, gimana sih, Mama,” gerutu Rosaline.

“Iya deh. Sekarang kamu kupas bawang merah sama bawang putih, setelah itu dipotong tipis-tipis sama cabainya sekalian ya,” ucap Mardina.

“Iya.” Rosaline mulai melakukan instruksi dari Mardina. “Ini mau masak apa, Ma?”

“Tumis kangkung, ayam bumbu mertega, goreng ikan nila sama goreng tahu,” sahut Mardina.

“Wahh ... makanan kesukaan aku semua,” sahut Rosaline dengan mata berbinar dan dengan nada suara yang antusias.

“Kalau gitu kamu nanti yang masak ayamnya ya, nanti mama ajarin,” ucap Mardina.

“Iya, Ma.”                                             

“Kamu udah coba ngomongin soal kelanjutan hubungan kalian sama Adhi, Rose?” tanya Mardina.

“Belum, Ma.”                                         

“Terus kapan dong kalian mau mulai serius sama hubungan kalian?”

“Ya sabar dong, Ma. Lagian ini Adhi juga baru mau pindah kerja, soalnya kerjaan dia yang ini gajinya sedikit. Kalau Adhi tetap kerja di tempatnya yang sekarang kan Adhi nggak bakal bisa lamar aku soalnya dia sendir juga belum siap secara finansial.”

“Iya sih, bener juga ya,” gumam Mardina.

“Makanya itu aku nggak mau buru-buru. Lagian aku juga masih umur dua lima kan, Ma.”

“Umur dua lima itu udah pas buat nikah, Rose.”

“Iya, pokoknya aku nunggu Adhi siap aja,” sahut Rosaline.

“Berarti kamu sendiri juga udah siap kan?”

“Udah kayaknya, Ma,” sahut Rosaline seraya tersenyum bingung.

“Ini udah aku potong semua, terus gimana, Ma?” tanya Rosaline saat bawang dan cabai sudah ia potong.

“Kamu yang tumis ya. Kangkungnya udah dicuci sama Bik Lastri kok.”

“Iya, Ma.”

Mardina mulai mengarahkan cara-cara menumis kangkung yang lagsung dipraktekkan langsung oleh Rosaline. Tak hanya itu, setelah tumis kangkung selesai ia masak kini giliran ayam yang ia masak.

Terdengar bel pintu rumah berbunyi. Bik Lastri langsung  berlari membukakan pintu.

“Selamat malam, Pak, Mbak Jasmine,” sapa Bik Lastri saat membuka pintu.

“Selamat malam, Bik Lastri,” sahut Benjamin ramah.

“Kak Rose udah pulang ya, Bik? Itu mobilnya udah ada di depan.” Ucap Jasmine seraya melangkahkan kakinya memasuki rumah.

“Sudah dari tadi sore, Mbak. Sekarang Mbak Rose-nya lagi masak sama Bu Mardina di dapur,” sahut Bik Lastri.

“Beneran, Bik?!” seru Jasmine tak percaya.

“Iya,” sahut Bik Lastri mantap.

Jasmine langsung berlari menuju dapur. “Wahh ... ternyata benar Kakak lagi masak!” seru Jasmine.

Rosaline hanya mendengus sebal mendengar ucapan Jasmine.

“Jasmine, jangan ganggu Kakak kamu,” tegur Benjamin pada anak bungsunya itu.

“Iya, Pa,” sahut Jasmine dengan wajah yang cemberut. “Kalau gitu aku mau mandi terus mau makan yang banyak masakan Kak Rose ah.” Jasmine segera meninggalkan dapur untuk menuju kamarnya di lantai dua.

“Rose, kamu lanjutin masaknya ya. Tunggu sebentar lagi baru dimatikan kompornya. Mama mau siapin baju buat Papa dulu,” ucap Mardina. Ia lalu berjalan meninggalkan dapur dan menyusul suaminya yang kini sudah berjalan menuju kamarnya.

Setelah Benjamin dan Jasmine selesai membersihkan diri mereka, kini semua angota keluarga berkumpul di ruang makan.

Seperti biasanya, Mardina melayani Benjamin dengan mengambilkan nasi dan juga lauknya.

“Sudah cukup, Ma. Jangan terlalu banyak,” ucap Benjamin.

Rosaline, Benjamin dan Mardina menyerngit heran kala melihat Jasmine mengambil satu piring penuh nasi beserta lauknya.

“Jasmine, kamu baik-baik aja kan?” tanya Mardina.

“Iya, Ma. Emangnya kenapa?” tanya Jasmine balik.

“Kamu ngambil makan banyak banget?” tanya Mardina.

Jasmine tersenyum, “aku mau makan yang banyak soalnya ini masakan pertama Kak Rose. Iya kan, Kak.” Ucap Jasmine seraya menolehkan kepalanya ke arah  Rosaline.

“Iya, awas aja kalau nggak habis!” seru Rosaline.

“Udah, ayo mulai makan,” ucap Benjamine.

“Enak. Aku nggak nyangka kalau Kak Rose jago masak juga,” puji Jasmine.

“Iya dong, harusnya kamu juga mulai belajar masak kayak Kakak kamu ini,” ucap Benjamin.

“Iya, Papa.”

Selesai makan malam Rosaline kembali ke kamarnya. Kini saatnya ia membuatkan lamaran pekerjaan untuk Adhikari dan mengirimkan lamaran itu ke perusahaan milik salah seorang kenalannya. Lebih cepat Adhikari pindah kerja ke tempat yang baru akan lebih baik.

***

“Ada apa, Dhi? Wajah kamu kok kelihatan kusut? Dari tadi diam saja, kamu sakit?” tanya Ruwina, ibu Adhikari. Ia merasa cemas karena dari tadi ia melihat putranya itu yang tampak berbeda dari biasanya.

Ivana tersenyum, “mungkin Adhi sedang merajuk, Ma.”

“Merajuk? Tapi kenapa?” kini bukan Ruwina yang bertanya, tapi Panji, sang papa.

“Minta nikah mungkin,” sahut Ivana.

“Kalau minta nikah kenapa harus merajuk? Bilang baik-baik papa pasti akan menikahkan kamu dengan perempuan pilihan kamu,” ucap Panji.

Ivana kembali tersenyum. Hal itu tentu saja membuat Badrika menyerngit keheranan menatap istri cantiknya itu.

“Ada apa?” tanya Badrika pada Ivana. Namun sekali lagi Ivana hanya tersenyum.

“Aku udah selesai makan. Aku mau kembali ke kamar dulu.” Adhikari berjalan menuju kamarnya.

“Ada apa sebenarnya?” tanya Badrika.

Ivana menceritakan kejadian tadi sore kepada suami dan mertuanya.

“Kenapa mereka nggak menikah saja?” tanya Ruwina. “Bukannya mereka sudah cukup umur untuk menikah?” tanya Ruwina.

“Yaa itu banar, tapi mana mungkin mereka menikah kalau Adhi sendiri belum punya pekerjaan yang layak dan belum punya kehidupan yang mapan?” ucap Badrika.

“Itu bisa saja kan. Menurut mama mereka bisa menikah dan memulai hidup rumah tangga mereka. Rosaline dan Adhi sama-sama kerja, semuanya akan berjalan sejalan dengan berjalannya waktu,” ucap Ruwina.

“Ya itu sih kalau menurut Mama. Mama kan nggak tahu apa yang sedang Rose dan Adhi pikirkan,” sahut Badrika.

“Iya, papa setuju dengan ucapan Badrika,” timpal Panji.

“Aku rasa mereka masih ingin mempersiapkan diri untuk menjalani hidup rumah tangga,” ucap Badrika.

***          

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status