Share

7. Semakin Dekat

Rosaline menerima email yang menyatakan bahwa Adhikari diterima kerja di perusahaan kenalannya itu. Tentu saja ia merasa sangat senang. Pulang dari kantor buru-buru ia menuju ke rumah Adhikari untuk menyampaikan kabar baik ini. Namun sebelum itu, ia mampir dulu ke sebuah toko pakaian untuk membelikan hadiah untuk kekasihnya yang sebentar lagi akan mulai bekerja di tempat yang baru.

“Tante,” sapa Rosaline saat ia melihat ibu dari kekasihnya sedang menyiram tanamannya di depan rumah.

“Rose?!” seru Ruwina. Ia senang sekali melihat calon menantunya itu mengunjungi rumahnya.

“Ayo masuk,” ajak Ruwina.                     

“Adhi-nya ada, Tante?” tanya Rosaline.

“Ada di dalam.” Ruwina menggiring Rosaline memasuki rumahnya. “Kamu duduk dulu, biar Tante panggilkan Adhi dulu.” Ruwina berjalan menaiki anak tangga untuk memanggil putranya.

Tak lama kemudian Ruwina turun bersama Adhi. Ruwina masuk ke dapur, sedangkan Adhi berjalan menghampiri Rosaline.

“Hai, Rose,” sapa Adhi seraya tersenyum.

“Aku ke sini bawa berita baik buat kamu. Mulai besok kamu udah bisa kerja di tempat kerja kamu yang baru!” seru Rosaline senang.

“Oh ya?! Syukurlah ...aku juga senang dengar kabar ini,” seru Adhikari.

“Ada apa ini? Kedengarannya senang sekali?” Ruwina berjalan seraya membawa sebuah nampan berisi minuman untuk Rosaline.

“Ma, mulai besok aku pindah kerja. Aku diterima di perusahaan besar,” ucap Adhikari memberitahu Ruwina.

“Oh iya?! Wah selamat ya.” Ruwina meletakkan nampannya ke atas meja.

“Ini ada hadiah buat kamu.” Rosaline mengulurkan sebuah kotak pada Adhikari.

“Hadiah?!” seru Adhikari.     

“Heem ... bukalah,” ucap Rosaline seraya tersenyum.

Adhikari membuka kotak yang ada di tangannya. Ternyata isinya dua buah kemeja.

“Waahh ... ini bagus sekali, Nak,” puji Ruwina.

“Terima kasih, Rose,” ucap Adhikari. “Aku akan memakainya besok,” imbuh Adhikari.

“Kamu pasti akan terlihat sangat tampan, Nak. Pasti akan ada banyak perempuan yang naksir sama kamu,” ucap Ruwina.

“Mama jangan gitu dong, nanti Rose cemburu. Kalau sampai dia ngamuk gimana? Aku nggak sanggup kalau dicuekin sama dia,” ucap Adhikari.

“Iya ... iya kalian memang cocok. Cantik dan tampan. Cepat resmikan hubungan kalian,” ucap Ruwina seraya tersenyum. Ia membelai rambut Rosaline dengan penuh rasa sayang.

Rosaline tersenyum malu-malu saat mendengar ucapan Ruwina.

“Semoga hubungan kalian langgeng,” ucap Ruwina.

“Amin,” sahut Rosaline dan Adhikari bersamaan.

“Rose, mulai sekarang kamu harus sudah berlatih manggil tante dengan sebutan mama karena sebentar lagi kamu akan jadi menantu di keluarga ini. Iya kan, Adhi?!” ucap Ruwina.

“Iya, Ma,” sahut Adhikari seraya melemparkan senyumnya kepada Rosaline.

“Sama seperti Adhikari, Badrika, Laksmi dan juga Ivana, kamu juga harus manggil aku mama dan manggil papa ke Papanya Adhi,” ucap Ruwina.

“Iya, Tante. Eem ... maksudku, Mama,” ucap Rosaline.

“Ya sudah, Mama ke dalam dulu ya,” pamit Ruwina. Ia lalu berjalan meninggalkan Adhikari dan Rosaline di ruang tamu.

“Kamu udah sangat diterima di keluarga ini, Rose. Aku janji, setelah punya sedikit tabungan lagi aku akan segera melamar kamu,” ucap Adhikari.

Rosaline tak menjawab, ia hanya menundukkan wajahnya karena ia malu menatap wajah kekasihnya itu.

Adhikari mengangkat dagu Rosaline agar mata mereka bisa bertemu. “Aku cinta sama kamu, Rose.” Adhi mulai mendekatkan wajahnya hingga kini permukaan bibir mereka bisa bersentuhan. Hanya bersentuhan. Setelah itu baik Rosaline maupun Adhikari saling memisahkan diri mereka.

Rosaline tersenyum malu-malu seraya membuang wajahnya ke samping. Ia tak sanggup melihat wajah Adhikari yang malah semakin membuat hatinya berdebar-debar. Sedangkan Adhikari malah senang terus menerus memandangi wajah malu-malu Rosaline.

“Buruan nikah, biar puas pandang-pandangannya,” ucap Badrika.

Rosaline dan Adhikari mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang berbicara.

“Bahkan kalian bisa melakukan lebihhhh dari sekedar saling pandang memandang. Astaga ... Rose kamu kok tambah cantik ya kalau lagi senyum malu-malu gitu,” goda Ivana.

“Kak Ivan nih lama-lama tambah nyebelin deh,” dengus Adhikari.

“Jadi kapan kalian mau nikah?” desak Ivana.

“Kakak lahiran dulu baru bantu-bantu dinikahanku,” dengus Adhikari.

“Ada apa ini rame-rame? Oh ternyata ada Rose.” Panji mucul dari dalam kamarnya.

“Apa kabar, Om?” sapa Rosaline.

“Rose, tadi mama sudah bilangkan kalau mulai sekarang kamu harus manggil kita dengan sebutan mama dan Papa,” tegur Ruwina.

“Iya, Ma,” sahut Rosaline.

“Kamu makan malam di sini kan?” tanya Ruwina.

“Eemm ....” Rosaline menatap Adhikari karena bingung menjawab pertanyaan Ruwina. Setelah Adhikari mengangguk, Rosaline juga mengangukan kepalanya.

“Baiklah kalau begitu. Ivana ayo bantu mama menyiapkan meja makan,” ajak Rosaline.

“Iya, Ma.”

“Aku juga mau bantu Mama,” ucap Rosaline.

“Baiklah, ayo,” sahut Ruwina.

Mereka semua berjalan menuju ruang makan. Rosaline sangat senang karena ia sangat disambut hangat oleh keluarga Adhikari. Dalam hati Rosaline hanya berdoa semoga Adhikari adalah pelabuhan cinta pertama dan terakhirnya.

Setelah makan malam usai dan sedikit berbincang dengan keluarga Adhikari, Rosaline berpamitan pulang karena hari sudah semakin malam. Adhikari mengantarkan Rosaline sampai ke depan rumahnya, setelah itu ia masuk saat Rosaline mulai melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumahnya.

***

“Rose, kamu pulang selarut ini?” tanya Mardina saat Rosaline.

“Iya, Ma.”

“Lembur ya?” tanya Mardina.

“Enggak, tadi aku mampir ke rumahnya Adhi pas mau pulang diajak makan malam dulu,” sahut Rosaline.

“Ohh ... ya sudah. Kamu cepetan mandi sana.”

“Iya, Ma. Aku ke atas dulu ya.” Rosaline berjalan menuju kamarnya. Sampai di kamar ia tak langsung mandi. Ia berdiri di depan cermin untuk melihat pantulan dirinya. Ia meraba bibirnya yang tadi sempat dikecup oleh Adhikari. Ini adalah ciuman pertamanya. Bukan, kecupan tadi apakah bisa disebut sebagai sebuah ciuman?

Tok tok tok.

“Kak Rose, senyum-senyum aja dari tadi. Padahal aku udah ketuk pintu berulang kali loh. Sampai nggak dengar gitu.” Ucap Jasmine yang kini berdiri di ambang pintu.

“Jasmine, kamu ngapain berdiri di situ?”

“Aku masuk ya.” Jasmine berjalan memasuki kamar kakaknya itu.

“Kakak kelihatan seneng banget,” ucap Jasmine.

“Iya. Besok Adhi udah mulai berangkat kerja ke tempat kerja yang baru.”

“Syukurlah ... kalau gitu sebentar lagi Kak Adhi pasti lamar Kak Rose dong. Secara kerjaan Kak Adhi kan udah mulai mapan.”

“Iya, Jasmine. Tadi Adhi juga udah ngomong gitu ke aku. Ya doakan saja semoga hal baik itu segera terlaksana ya,” sahut Rosaline malu-malu.

“Amin. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk Kakakku yang tersayang ini.” Jasmine memeluk Rosaline dari arah samping.

Rosaline tersenyum. Ia sangat bersyukur karena ia dikelilingi oleh banyak orang yang menyayanginya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status