Catherine memperhatikan suaminya yang semenjak tadi hanya diam. Ia pun memberanikan diri untuk menyentuh lengan sang suami dan menanyakan keadaannya.
"Sayang, kau sakit?" tanyanya sambil memeluk erat lengan suaminya.Namun Armando tak menjawab omongan Istrinya. Pria hispanic ini memilih untuk menatap ke arah jendela terus sampai sopirnya berhasil mengantar mereka.Melihat reaksi Armando yang tidak merespons, kakak dari Josephine ini pun memilih untuk ikut diam. Ia tak ingin menyulut emosi dari sang suami.Catherine selalu mencoba untuk menjadi istri yang sempurna untuk Armando. Salah satunya adalah dengan kepatuhan dan menghargai privasi dari sang suami.Ia sama sekali tak pernah mendesak sang suami untuk menjawab semua pertanyaannya, seperti sedang dimana, bersama siapa, sedang apa. Jika Armando diam, ia pun akan memilih diam, meski dalam hati ia sangat ingin tahu.Pernah sesekali ia mendesak Armando dengTak biasanya Edmund dan Daisy mengajak Nicko untuk menikmati sarapan pagi bersama mereka. Yang lebih mengejutkan lagi, ia tak perlu menyediakan sarapan, karena set menu american breakfast sudah tersedia. Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan pada dirinya.Sejenak pemuda kaya yang menyamar ini melirik ke arah istrinya yang juga keheranan."Ada apa dengan Ayah Ibumu?" tanyanya lirih dan penuh curiga.Sang istri hanya mengangkat bahu karena tak memiliki jawaban."Sudahlah, kita nikmati saja, mungkin Ibu ingin berdamai denganmu," bisik Josephine. Nicko hanya mengangguk, tapi dalam hati ia tak setuju dengan pendapat istrinya. Pasti akan ada sesuatu di balik semua ini.Ia pun mulai menyuapkan pancake madu perlahan-lahan."Lumayan juga buatan Ibu mertua," batinnya.Benar saja, saat Nicko hampir menyelesaikan sarapannya, Ayah mertua pun mulai membuka suara."Kau suka dengan masa
Daisy tiba-tiba mendekati putrinya yang tengah menikmati hari liburnya dengan menonton TV dan bercengkrama dengan suaminya."Jo, kau jangan hanya diam di rumah!" serunya."Ibu, aku hari ini sedang libur bekerja. Besok aku baru mengunjungi Richmond dan bertemu dengan Tuan Evans," katanya."Lebih baik kau temani Ibu ke tempat teman Ibu.""Untuk apa Bu?" jawabnya malas."Sudah kau menurut saja!"Perempuan berambut pirang itu pun melirik ke arah suaminya. Laki-laki di sebelahnya pun mengangguk dan memberi ijin istrinya untuk pergi."Cepat ganti pakaianmu dengan busana yang pantas, bukan celana pendek dan tanktop seperti saat ini!" perintah Daisy yang disambut Josephine setengah-setengah."Dan kau Nicko, cepat siapkan mobil dan antar kami berdua ke restoran cantaloupe!" perintah Daisy."Baik Bu!"Pemuda itu pun menuruti kemauan Ibunya dan segera memanaskan mob
Sambil mengatur napas, suami Josephine mengangkat wajahnya perlahan. Mencoba untuk mengenali wajah orang-orang yang menyergapnya.Ia berpikir keras, ada apakah gerangan. Siapa sebenarnya yang menyerang mereka. Atau suruhan siapakah?Sejenak ia memegang perutnya yang terasa sakit akibat pukulan yang baru dilayangkan padanya. Tangannya menggenggam cukup kuat, berusaha untuk melepaskan diri dari jeratan pria-pria bertubuh besar itu.Dengan napas yang memburu, kemudian ia berteriak,"Hoo hah!" teriaknya sambil mengayunkan kedua tangan hingga bisa melepaskan diri dari belenggu mereka.Tak ayal, orang-orang yang menyergapnya pun tersentak. Tak mengira pemuda yang ukuran tubuhnya jauh lebih kecil daripada mereka mampu melepaskan diri.Sebenarnya, ukuran tubuh yang lebih kecil ini menjadi keuntungan tersendiri untuk Nicko. Ia dengan leluasa menyelinap melalui sela-sela mereka dan membalik keadaan.Sep
Hanya hitungan beberapa menit saja anak buah Russell berhasil meringkuk gerombolan penyerang Nicko. Pria berkulit kemerahan itu pun menarik rambut salah seorang dari mereka dengan kaki yang menginjak punggung salah satu penyerang.Apa yang dilakukan oleh pemimpin kelompok jubah hitam itu ditirukan oleh anak buahnya. Mereka berharap orang-orang yang menyerang Tuan Muda ini pun bersedia membuka mulit dan mengatakan siapa sebenarnya yang menyuruh mereka."Hei! Katakan, siapa yang mengirim kalian kemari?" tanya Russell, tapi tak seorang pun dari mereka angkat bicara.Berulang kali mereka mendorong kepala orang-orang suruhan itu, tapi tak ada yang mau membuka mulut. Saking geramnya, pengawal pribadi keluarga Lloyd ini pun mengeluarkan revolvel dari balik jasnya. Tanpa belas kasih ia pun mengetuk kepala penyerang itu kemudian menempelkan ujung revolver pada kepalanya."Kau tahu, aku hanya butuh waktu tiga detik untuk menarik pelatuk dan
Daisy membulatkan matanya dan mengarahkan pada putri bungsunya. Apa yang baru diucapkan oleh putri cantiknya sungguh di luar dugaan. "Jo, bersikaplah sedikit sopan!" bisiknya mendekat pada Jo. "Untuk apa aku harus bersikap sopan padanya, dia bukan siapa-siapa untukku," protes Josephine sambil melipat tangan di depan dada. "Jagalah sikapmu, Ibu malu dengan teman-teman Ibu!" pinta Daisy memohon. Namun perempuan berkulit putih ini tak peduli, ia justru membalas ucapan Ibunya dengan kalimat yang sinis. "Maaf Bu, tapi aku tak suka dengan matanya yang kurang ajar terhadapku. Aku ini perempuan bersuami, seharusnya aku menjaga kehormatan keluarga kecilku." Perempuan berambut pirang ini pun meraih tas tangannya, kemudian berpamitan dengan sopan. Ia sudah muak dengan kumpulan sosialita Ibunya yang sejak tadi mencela suaminya. "Saya permisi dulu, ada hal yang perlu saya lakukan," pamit Josephine tanpa menunggu
Empat tukang pukul suruhan Armando duduk dalam keadaan tangan terikat ke belakang. Wajah mereka penuh lebam akibat serangan Russell dan anak buahnya."Apa lagi yang akan kita lakukan pada mereka?" tanya salah satu anak buah Russel.Pria berambut kemerahan itu berdiri dengan satu kaki berada di atas kursi. Matanya menatap orang suruhan Armando dengan tajam."Siram mereka dengan air, aku benci melihat mereka terpejam!" seru Russell tanpa belas kasih."Baik!" seru anak buah Russel.Empat orang anak buah Russell mengambil ember berisi air dingin, dan Byur! Tubuh mereka pun mulai basah kuyup, dan mereka membuka mata dengan terkejut.Para pengawal pribadi keluarga Lloyd tampak puas menertawakan mereka."Kita tunggu instruksi dari Tuan Muda," kats Russell apda akhirnya.Keempat tukang pukul itu tampak menggigil dan lemas. Mereka seolah tak ada tenaga lagi untuk bergerak. Mulut mereka ter
Wanita berambut cokelat terang itu pun menoleh pada pemilik suara itu. Tentu saja ia terkejut, tapi Agatha menganggapnya sebagai kejutan yang menyenangkan. Ini saatnya mendapat hadiah dari Bos pemilik toko."Selamat datang Nyonya, aku hanya mencoba melumpuhkan pencuri ini," jawabnya dan menarik pengejut listrik dari punggung Nicko.Sementara pria muda itu pun bersimpuh lemas. Meski beberapa detik saja, tapi sengatan itu cukup menyakiti. Ia pun mendongak dan menatap ke arah Mandy Thompson.Wanita yang pernah ditolongnya itu pun ikut menjatuhkan tubuh ke dekatnya."Maafkan kecerobohan kami Tuan Muda," katanya sambil mencoba membantu Nicko untuk berdiri, lalu menoleh ke arah dua pria berbaju hitam yang mendampinginya."Jangan diam saja, segera bantu Tuan Muda, dan bawa ke ruanganku!" perintahnya dan membuat kedua orangnya langsung membawa Nicko ke ruangan pribadi Nyonya Thompson.Sementara Agatha mengernyitka
Dengan diikuti oleh pengawalnya, Mandy menemui Nicko yang sedang beristirahat di ruang pribadinya."Bagaimana keadaan Anda Tuan Muda?" tanya Mandy yang merasa tidak enak."Aku sudah tak apa-apa. Kejutan listrik yang telah diberikan oleh karyawan Anda tadi cukup mengejutkan dan membuat otot saya sempat merasakan mati rasa. Untung saja tegangannya tak terlalu tinggi jadi tak menimbulkan efek yang berkepanjangan," balas Nicko."Saya benar-benar meminta maaf akan hal ini Tuan Muda. Sebagai sanksi dari saya, saya sudah memecatnya. Namun jika Anda ingin menuntut Agatha Swan, kami menyimpan alamatnya," tambah Mandy."Sudahlah itu tak perl, aku tak ingin identitasku terbongkar jika memperkarakan perbuatan ini," balas Nicko."Baik Tuan Muda."Wanita ini pun meminta karyawannya untuk menyiapkan jamuan khusus pada pemuda ini. Perlakuan yang diterima olehnya benar-benar istimewa."Kunjungan Anda kali ini