"Permisi tuan. Nona yang anda cari sudah berada di ruang tamu" Ucap Zaki sambil membungkuk tanda hormat.
Tuan besar yang saat ini tengah melamun melempar arah ke gazebo taman dengan dibantu kursi roda mengangguk kecil, tanpa menoleh.
Langsung saja tanpa berharap dapat balasan kata, Zaki bergegas menyuruh salah satu maid yang terbiasa berjaga di depan kamar tuan besarnya untuk memanggil Mao yang baru saja menyesap teh hijaunya.
"Maaf nona, mari ikuti saya"
Hampir saja, Mao tersedak karena sedang menikmati hirupan teh hijau dan dengan cepat menguasai diri. Bergegas berdiri, mengikuti kemana langkah kaki maid tersebut.
Ruangan dengan penjagaan beberapa maid di depannya sudah ditebak Mao bahwa ia akan dibawa kesana. Kamar tuan besar yang bahkan sampai saat ini belum juga diketahui namanya.
Zaki sudah berdiri disana. Mengarahkan Mao untuk menyapa tuan besarnya itu terlebih dahulu.
"Selamat pagi tu.... "
Rafa mengamuk.Jelas jelas ia tidak akan terima apa yang baru saja dikirimkan oleh orang kepercayaannya sebuah foto.Foto yang memperlihatkan Mao sedang terlibat obrolan pada seorang pria berkacamata hitam dari balik kemudi. Pria asing yang bahkan Rafa sendiri belum pernah melihat atau mendengar dari Mao. Lalu ada hubungan apa mereka? Pagi pagi buta?"Maaf tuan, saya kehilangan jejak. Sepertinya pria itu tau bahwa ada yang mengikutinya dan dia langsung melesat dengan kecepatan tinggi" Sesal Bagas, orang kepercayaan sekaligus asisten pribadinya.Rafa meremukkan foto itu dan melemparkan ke segala arah. Habis sudah kesabarannya. Selama ini, mungkin ia sudah memberi keluasan Mao untuk berkelana menyembuhkan hati karena kehilangan orang terkasih. Pekerjaan.Ia selalu memberi kebebasan Mao untuk pergi jalan jalan dengan syarat,ia wajib mengabarinya kemana gadis itu akan pergi. Bukan karena ingin b
Di kediaman super mewah.Mao dan Zaki masih dalam mode terkejut. Saling lempar pandang dengan artian masing masing. Pasalnya, tuan besarnya itu langsung meminta untuk segera di peluk. Sesuai dengan job desk gadis yang saat ini masih diam mematung.Tersadar, Mao langsung buru buru. Berjalan beberapa langkah menghampiri. "Ba.. baik tuan"Zaki juga mengambil alih kursi roda dan menghadapkan tuan besarnya itu.Mao dan tuan besarnya berbagi pandang. Mao bahkan harus mereguk ludah bahwa klien sultannya ini benar benar tampan.O M G.Sinyal pertolongan serta kehampaan tersampaikan dan diterima Mao saat ia sudah mensejajarkan tingginya. Entah kenapa, kali ini ia sedikit gugup dan grogi. Apa ada Zaki yang mengawasi atau ada hal lain?"Bbu.. ka""Hah? ""Ya tuan. Ada apa?""B..b..ba..ju""HAH? "
Adam mendengus saat ajakan makan malamnya diabaikan begitu saja oleh kakaknya yang baru pulang dari kantor dan bergegas menuju kamar.Suara bantingan pintu mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang membuat Rafa berbuat sedemikian sampai mengabaikan adik tercinta dengan makanan yang sudah tersaji."Ada apa lagi sih? Heraaaaan. Jadi orang dewasa banyak banget masalahnya" gumam Adam yang semangat 45 memindahkan nasi kedalam piring.Urusan kakaknya bisa diurus nanti, tapi masalah perut. Maaf, Adam tidak bisa menundanya terlalu lama."Terlalu sayang untuk dilewatkan haha" Humor Adam seorang diri.Beda lagi dengan Rafa yang langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur tanpa mengganti setelan kemeja. Wajahnya kusut bukan main. Ia patah. Ia kecewa.Istilah bucin memang tepat untuk seorang CEO yang lebih mengedepankan praduga sepihak tanpa memilih menuntaskan rasa keingintahuannya yang merujuk p
Mao baru selesai mandi. Ia menuju dapur untuk segera menuntaskan rasa laparnya dan hanya menghela napas saat seoonggok indomie yang tersisa di lemari. Hanya satu. Telor pun habis dan ia lupa memasak nasi.Biasanya Mao selalu menyetok bahan bahan makanan supaya hal seperti ini tidak terjadi. Ia tipe orang yang satu piring harus terdiri minimal 2 macam. Dan, nyatanya saat ini hanya tersisa satu bungkus,apa boleh buat. Daripada kelaparan dan mogok tidur.Mao harus menjadwalkan diri besok bahwa ia harus ke warung.Baru saja menyalakan kompor, Mao mendengar suara pintu tertutup. Ia segera mengintip dan tersenyum lebar. Belum menyadari raut wajah sang tamu yang amat sangat kusut."Rafa... " Panggil Mao senang. Ia bahkan tidak sungkan untuk memeluk pria yang masih mengenakan jas itu lebih dulu.Yang disapa hanya berdehem tanpa menunjukkan minat lebih seperti biasa. Mao bantu melepaskan jas dan menyampirkannya di kursi. Membuka dua
Baik Rafa dan Mao keduanya masih sama sama terdiam. Deru tangis sang gadis menjadi alunan malam yang terdengar memilukan.Mao juga belum memberi penjelasan apa apa. Padahal Rafa sangat menantikan itu dan sengaja menekan sisi egoisnya untuk tidak pulang dan memilih mendengarkan alasan. Ia ingin sekali merengkuh Mao dan menenangkan tangisnya. Tapi, seakan ada yang menahan dan membiarkan begitu saja Mao dipeluk kehampaan."Apa kamu hanya ingin menangis? Aku pulang saja kalau begitu,kasian Adam ditinggal seharian"Rafa menyerah. Detik ke menit yang sudah disediakan terbuang begitu saja. Ia butuh istirahat. Badannya butuh sandaran. Hatinya pun sama. Lelah."Raf.. " Cicit Mao disela senggukan tangisnya. Ia merasa sangat bersalah.Mao terkesan menyepelekan sebuah hubungan."Jangan per..pergi. Aaku mmau je..jelasin""Oke"Keduanya sedang mempersiapkan diri. Mao yang bersiap untuk menuntaskan kesal
"Beliau adalah ibuku"Terjawab sudah apa yang selama ini mengganjal bagi Rafa. Entah harus lega atau justru sekarang ia merasa bersalah. Bersalah karena membuat Mao mengingat dan mengungkap alasan dibalik ini semua.Rafa merengkuh badan Mao yang kembali bergetar melepas tangis. Mengecup sisi kanan kepalanya yang terbalut untaian helai rambut yang hanya sebatas bahu. "Maaf Mao"Sikap dingin dan nada datar mendadak lenyap dengan perasaan sayang yang kian menggelora. Rafa sungguh menaruh harapan besar di hubungannya ini. Bahwa kelak Maudy lah yang akan bersanding dengannya. Menjadi istri seutuhnya sambil merajut kebahagiaan bersama."Aaku yang seharusnya.. hiks.. minta maaf Raf. Aku belum bisa ungkapin ini semua karena hiks..""Hei udah cukup Mao. Jangan nangis terus. Mata kamu bisa bengkak nanti"Mao meluk Rafa kian erat sambil mengangguk dan menggumam kata maaf yang terus dilafal be
Setelah adegan 17 tahun keatas itu batal dilaksanakan. Baik Rafa dan Mao jadi saling salah tingkah. Masing masing sibuk bermain handpone hanya untuk mengutak atik sosial media yang bahkan tidak ada pemberitahuan apa apa. Kecuali Rafa yang mengirim spam pesan ke adiknya dengan tumpahan kata kata yang tidak patut dicontoh.Malam kian larut dan keduanya butuh istirahat. Rafa memilih undur diri dengan muka malu malunya persis layaknya anak abg yang baru saja menyatakan cinta.Setelah kepergian Rafa, Mao loncat loncat dengan mengipasi wajahnya yang terus merasa panas dan jantungnya yang masih berdebar kencang."Aissssssssh.. Udah dong jantung, sana ikut tuan lu. Masih jedag jedug aja heran" Omel Mao dengan menepuk bagian dadanya.Ia mengatur napas berulang kali. Mengatur diri supaya lebih rileks."Hampir aja... "Mao memegang bibirnya yang masih terasa berminyak. Setidaknya
let's enjoy!Sesuai agenda. Mao saat ini sudah berkeliling supermarket dengan dorongan belanja yang sudah hampir memenuhi isinya. Bahkan, hal yang menurutnya tidak termasuk kedalam belanja bulanan ikut serta ambil bagian.Awalnya, Mao hanya ingin berbelanja di warung seperti yang selama ini menjadi kebiasaannya, lagipula jarak yang ditempuh hanya beberapa rumah warga saja tapi semua mendadak berubah haluan.Ulah siapa lagi memang, kalau bukan kekasihnya itu yang merengek meminta ikut, setelah Mao mengirimkan pesan singkat. Padahal seharusnya kekasihnya itu sudah berada dikantor, bukan berleha menemani belanja.Ya, sejak semalam.Mao sedang belajar mencoba merubah sikapnya untuk terbuka di hubungan ini. Ia tidak lagi ingin bersikap apatis, semaunya dan jujur terhadap apapun. Ia ingin hubungan ini berjalan semestinya. Simbiosis mutualisme."Mao, coba deh wangi kan? Cocok nih