Adam melongo di ruang tamu. Kegiatannya yang sedang menonton film kartun di jam setengah 7 pagi dengan sepiring pancake pisang terhenti. Sapaan selamat pagi yang dilontarkan sang lawan bicara pun ia gantung dan memilih lari terbirit birit ke kamar abangnya berada.
"Astagaaaaa, masih pagi dan kalian mau ciuman aja? Plis donggg. Gak kasian apa sama gua yang masih jomblo! " Sungut Adam yang untuk kedua kalinya, berhasil mengagalkan padu kasih mereka.
Jangan salahkan Mao yang masih mematung dengan kejadian kilat barusan. Rafa yang memang mengambil kesempatan di waktu yang menurutnya pas.
Dasar lelaki!
"Siaaaal. Kenapa muncul terus sih? Gak sekolah? Sana berangkat. Gausah ganggu orang dewasa! "
Rafa mendorong badan Adam yang menurutnya minimalis dan jauh dari kata 'Macho' yang selalu berhasil membuat adiknya itu bertekad untuk memperbagus badannya dengan gym. Dan entah kapan itu terlaksana. Sampai saat ini aja, Adam masih og
Haiiiiiii Salam kenaaaaal ya semuaaa 😍 Huwaaaaaa, terharu sekali. Kalian sudah mau baca karya perdana saya sampai sejauh ini. Terima kasih atas luangan waktu kalian😘 Tetap ikutan terus yaaaa, Muaranya Mao akan berhenti dimana💃 Happy Reading❤
Keduanya menoleh bersamaan pada sumber suara yang berada tujuh langkah didepan mereka. Adam menepuk kening. Ia lupa tujuan awalnya datang ke kamar abangnya.Lagi dan lagi. Salahkan Rafa yang berbuat seenaknya dan berakhir menyuguhkan pemandangan menyedihkan bagi Adam yang jomblo.Ketukan sepatu yang beradu lantai terdengar mendekat dan hanya menyisakan jarak tak jauh dari kakak beradik itu berdiri. "Ada apa ini? " Ulang orang tersebut. Belum sempat Adam menjawab, ada yang lebih dulu bersuara dengan nada dinginnya."Ada perlu apa? Sehingga anda repot repot datang kesini di pagi hari? "Keduanya beradu pandang. Menampilkan makna tersirat yang terlihat berselisih tanpa perlu diungkapkan.Seorang tamu tak diundang menampilkan senyum kecilnya yang hanya bertahan 2 detik lalu dikembalikan pada sisi wajahnya tegas dan seolah tak terbantahkan oleh siapapun. Tangan kanannya ia selipkan pada kantong celana yang lengkap berpakaian khas
Pandangan mengiris keluBerderu kepanikan hingga jerit ketakutanSisi dan celah saling abai menatap satu sama lainMemilih membangun ego tanpa belasSesak kepiluan menahan tangisBergulir sepi memaksa sekatAda rontaan kuat memohon sang penguasa untuk menarik mundurTerseok kelabu menahan perihRindu terucap namun tak mampu berlabuhMenitip doa sebagai salam cinta untuk yang terkasihTerpecahkan antara kenyataan dan impianMerenggut kebiasaan hingga
Siulan itu bersua bersamaan jejakan kaki yang berirama merdu keluar dari bangunan apartemen mewah. Ia begitu bersuka cita saat deretan digit fantastis tertera masuk melalui notifikasi m-bangking.Entah bergelar sultan apa kliennya itu atau konglomerat dari bidang usaha apa, entahlah dan sungguh ia tidak peduli. Tugasnya selesai, dompet aman dan hatinya riang begitulah suasana sisa harinya yang ia habiskan malam ini dengan duduk lesehan ditemani makanan angkringan mulai dari usus goreng, nasi kucing,dimsum mentai, berbagai olahan sate, nasi bakar, bakso iga sapi larva dan makanan lainnya yang mampu menggugah selera laparnya berkali kali lipat.Suasananya yang sehabis hujan memang membuat pengujung angkringan ini sedikit lebih ramai dari biasanya. Jajaran payung berwarna warni menjadi hiasan dengan percikan air hujan yang masih menjuntai alami.Mao,wanita berhati suka cita itu tengah duduk di pinggir tenda yang memperlihatkan jalanan luar di
Hasil dari main kejar kejaran versi Mao dan Rafa kemarin berujung pada pembebasan Mao dalam melakukan kegiatan apapun menjadi sangat sulit dan ruang geraknya selalu mudah terbaca. Katakanlah pria ber-zodiak capricon itu kekasih yang overprotektif dan super nyebelin yang sukses membuat Mao badmood seharian ini."Mao.. " panggil Rafa yang sedang lelah mengganti channel tv namun sepertinya siaran yang diinginkan tidak ada yang bagus dan berakhir menekan tombol merah."Hm" tetap pada usaha merajuknya dan tidak menoleh sedikitpun. Pura pura memainkan permainan cacing yang sama sekali tidak menaikkan moodnya.Oh ayolah. Ini bukan waktunya hari libur. Mao harus bekerja dan menyuapkan rekeningnya supaya tetap gemuk dan bukan berakhir didalam kosnya yang tidak seluas milik Rafa yang bangunan rumahnya dirancang khusus oleh arsitek negeri jepang.Mao jadi terin
Maaf,Jika satu kriteria yang kamu pendam, belum terbesit nama iniMungkin aku terlalu cepat masuk dan semuanya terjadi tanpa sempat berceritaMungkin belum saatnya bibir ini lugas berbicara tentang siapa diri iniTerasa kelu dan kepercayaan diriku perlahan musnahIzinkan aku terus menyapa namamu selagi aku mampuBiarkan aku puas untuk menyesap memori setiap kali kita bertemuBiarkan aku kembali memilihmu untuk menitip lelahkuSampai...Sampai rasanya tiba tiba bibir ini berbicara seperti air keran yang mengalir derasDan aku berharapAku tetap menjadi tempatmu berceloteh disetiap detiknya.Nanti ...Di waktu terbaik untuk mengu
Pagi kembali datang. Mao baru selesai mengangkat dua kantong plastik berukuran sedang berisikan sampah kedepan rumahnya karena biasanya setiap hari senin, rabu dan jumat,sampah sampah itu diangkut. Nyapu dan ngepel juga tak absen menjadi sarapan paginya sebelum memulai aktivitas yang lain. Jangan lupakan, suara channel TV yang menyumbang kebisingan disaat para penghuni kamar kos lain masih terlalu asik menyelam lelapnya, maklum sekarang jatahnya para pencari libur.Long weekend. Tiga hari berturut turut. Ajib bukan?Mao juga memberi rehat dirinya untuk absen bekerja hari ini,oh tidak dua hari sama kemarin dan itu gara gara Rafa, kekasihnya."Hah, kasusnya makin nambah korban jiwa aja. Kemarin artis, pejabat, masyarakat umum. Semua kena imbasnya tanpa mengenal kasta" Mao bergumam lirih sambil mengalihkan tayangan dari berita ke acara kartun kucing dan anjing.Ia melirik ke samping, bingkai foto dirinya dengan sang ibu tertata apik menjadi pem
Entah sudah yang keberapa kali dalam sebulan, Mao melakukan swab test. Itu salah satu syarat demi menunjang pekerjaannya di era pandemi yang mengharuskannya selalu steril dalam memerangi virus. Kali ini, setelah ia membawa hasil negatif kepada calon pelanggannya,Mao masih harus disemprot disinfektan terlebih dahulu baru ia dibawa ke salah satu ruangan luas dan minim cahaya oleh salah satu maid disana.Tidak seperti awal awal,Mao sudah sangat terbiasa dan tenang. Raut gelisah, gugup dan perasaan takut yang pernah campur aduk kini sudah terkikis dan menampilkan wajah tenang serta penuh senyum."Ini minuman teh hijau nona, silahkan. Mohon menunggu sebentar akan saya panggilkan""Terima kasih"Hanya berselah lima menit dari kata 'menunggu. Mao bisa melihat jelas kliennya itu. Berdiri dihadannya dengan mengulurkan tangan yang masih terayun tanpa sambutan."Saya negatif juga. Apa perlu saya tes swab yang kedua kalinya untuk meyakinkan anda?"
Dugaan Mao ternyata salah.Kamus 'Tuan Besar' yang mampu digambarkan dirinya itu pasti sudah keriput, berumur dan ubanan. Belum lagi suaranya yang memberat sesuai umur yang kian menua.Setelah melalui dilema yang lumayan menyita, Mao pada akhirnya menyetujui kesepakatan dan melanggar prinsipnya untuk tidak menerima klien pria demi menyuapkan rekeningnya dengan harga yang tinggi.Disinilah Mao berada, diantarkan keruangan yang dua kali lipat luasnya dengan ruang tamu dilengkapi ornamen hiasan yang Mao taksir bernilai ratusan juta itu. Mirip dengan kamar bangsawan yang menjamur kemewahan tapi tidak dengan ini yang sarat akan kemuraman.Disana, ada sesosok pria tengah membelakangi mereka yang terlihat hanya punggungnya dan memakai kaos saja. King kasur yang Mao yakini empuk dan super nyaman itu terlihat miris dimana seprai dan selimut menjuntai ke sembarang arah.Belum lagi, sisa makanan berserakan menampilkan kesan