Pagi kembali datang. Mao baru selesai mengangkat dua kantong plastik berukuran sedang berisikan sampah kedepan rumahnya karena biasanya setiap hari senin, rabu dan jumat,sampah sampah itu diangkut. Nyapu dan ngepel juga tak absen menjadi sarapan paginya sebelum memulai aktivitas yang lain. Jangan lupakan, suara channel TV yang menyumbang kebisingan disaat para penghuni kamar kos lain masih terlalu asik menyelam lelapnya, maklum sekarang jatahnya para pencari libur.
Long weekend. Tiga hari berturut turut. Ajib bukan?
Mao juga memberi rehat dirinya untuk absen bekerja hari ini,oh tidak dua hari sama kemarin dan itu gara gara Rafa, kekasihnya.
"Hah, kasusnya makin nambah korban jiwa aja. Kemarin artis, pejabat, masyarakat umum. Semua kena imbasnya tanpa mengenal kasta" Mao bergumam lirih sambil mengalihkan tayangan dari berita ke acara kartun kucing dan anjing.
Ia melirik ke samping, bingkai foto dirinya dengan sang ibu tertata apik menjadi pemandangan memilukan dengan rindu yang menggelora secara bersamaan. Foto kenang kenangan dan satu satunya yang tersisa.
"Ibuuuu.. Mao kangen boleh ya. Biasanya ibu selalu marahin Mao kalau bangun tidur enggak langsung mandi. Biasanya ada ibu yang bawelin setiap kali Mao males buang sampah kedepan. Mao kangen semua tentang ibu. Mao pengen dimasakin lagi, pengen disisirin rambutnya, pengen dipeluk, pengen.. Hiks"
Luruh sudah tangis yang sejak tadi berusaha ia redam. Sesulit apapun ditepis, ketidakrelaan masih menggelayut manja dan meninggalkan ruang hampa yang menganga begitu lebar. Salahkah dirinya Tuhan?
Xxx
Rafa melonggarkan dasi yang seperti penuh sesak mencegat tenggorokannya. Jam istirahat masih berlangsung hingga 1 jam kedepan, tapi enggan baginya untuk keluar dari ruangan dan memilih langsung untuk meraih handphone tanpa bersusah payah membuka kunci layar atau mencari kontak yang dituju.
"Call Mao" dan seketika panggilan langsung terhubung dan sayangnya tidak mendapat jawaban sesegera mungkin. Bukan Rafa namanya jika berpijak dengan kata menyerah. Maklum predikat 'Bucin' yang tersemat oleh adiknya Adam Malik sekarang tanpa sengaja melekat kuat di pria yang menduduki kursi CEO tersebut.
Sudah pusing karena pekerjaan yang menumpuk belum tadi ada pembahasan alot diruang meeting oleh beberapa pendiri perusahaan lain ditambah dengan hilangnya Mao yang sepertinya mengabaikan panggilannya secara sadar itu membuat daftar frustasi yang memenuhi isi kepalanya.
"Kamu kemana lagi sih Mao? " Gumam Rafa lelah sambil menyandarkan badannya pada kursi pijat ratusan juta tersebut.
"Selama ini aku yang terlalu sibuk, apa kamu yang seolah tertutup dan enggan bercerita? Apa kamu masih menganggap aku orang asing, Mao? " Ucapnya gamang seolah didepannya nampak pujaan hatinya yang menjadi gundah gulana nya sekarang.
Suara ketukkan mengalun yang membuat Rafa melirik tak minat tapi tetap bersuara. " Ya"
"Maaf Pak,ini saya Dreza"
"Masuk"
Pintu otomatis terbuka hanya mendengar suara Rafa yang mengintruksinya. Dreza sekretarisnya yang selama dua tahun, menemaninya mem-back up dan melakukan pekerjaan dengan baik, tengah berdiri ditengah ruangan. "Maaf, bapak tidak keluar ruangan? Sekarang waktunya istirahat"
"Tidak. Kalau kamu mau istirahat silahkan"
"Baik Pak, permisi"
Rafa menghela napas dan berusaha menelpon Mao namun lagi lagi kehampaan yang menyapa. Tidak ada jalan lain, Rafa bertekad akan menyewa bodyguard secara tersembunyi walaupun Mao pernah menolak idenya.
Kalau kekasihnya selalu tidak ada kabar seperti ini dan dirinya sendiri masih harus berkutat di kantor, jangan salahkan Rafa akan melakukan hal lain demi menjaga Mao untuk selalu menjadikannya tempat pulang.
Karena Rafan Malik Zaidan sangat menyayangi Maudy itu.
Keduanya menoleh bersamaan pada sumber suara yang berada tujuh langkah didepan mereka. Adam menepuk kening. Ia lupa tujuan awalnya datang ke kamar abangnya.Lagi dan lagi. Salahkan Rafa yang berbuat seenaknya dan berakhir menyuguhkan pemandangan menyedihkan bagi Adam yang jomblo.Ketukan sepatu yang beradu lantai terdengar mendekat dan hanya menyisakan jarak tak jauh dari kakak beradik itu berdiri. "Ada apa ini? " Ulang orang tersebut. Belum sempat Adam menjawab, ada yang lebih dulu bersuara dengan nada dinginnya."Ada perlu apa? Sehingga anda repot repot datang kesini di pagi hari? "Keduanya beradu pandang. Menampilkan makna tersirat yang terlihat berselisih tanpa perlu diungkapkan.Seorang tamu tak diundang menampilkan senyum kecilnya yang hanya bertahan 2 detik lalu dikembalikan pada sisi wajahnya tegas dan seolah tak terbantahkan oleh siapapun. Tangan kanannya ia selipkan pada kantong celana yang lengkap berpakaian khas
Adam melongo di ruang tamu. Kegiatannya yang sedang menonton film kartun di jam setengah 7 pagi dengan sepiring pancake pisang terhenti. Sapaan selamat pagi yang dilontarkan sang lawan bicara pun ia gantung dan memilih lari terbirit birit ke kamar abangnya berada. "Astagaaaaa, masih pagi dan kalian mau ciuman aja? Plis donggg. Gak kasian apa sama gua yang masih jomblo! " Sungut Adam yang untuk kedua kalinya, berhasil mengagalkan padu kasih mereka. Jangan salahkan Mao yang masih mematung dengan kejadian kilat barusan. Rafa yang memang mengambil kesempatan di waktu yang menurutnya pas. Dasar lelaki! "Siaaaal. Kenapa muncul terus sih? Gak sekolah? Sana berangkat. Gausah ganggu orang dewasa! " Rafa mendorong badan Adam yang menurutnya minimalis dan jauh dari kata 'Macho' yang selalu berhasil membuat adiknya itu bertekad untuk memperbagus badannya dengan gym. Dan entah kapan itu terlaksana. Sampai saat ini aja, Adam masih og
Adam membuka pintu utama dengan lebar diiringi wajah panik sang kakak yang sedang menggendong Mao menuju kamar pribadinya. Ia yang tidak tau apa apa hanya mengekori dua pasangan insan tersebut untuk melihat apa yang terjadi.Direbahkannya Mao dengan penuh kelembutan setelah menyusun beberapa anak bantal untuk menambah kenyamanannya,melepas sepatu, mengurai rambutnya yang terlilit ikatan.Jika tidak dalam kondisi saat ini, Adam pasti sudah berteriak BUCIN terhadap abangnya dan mencibir habis habisan mereka yang selalu berakhir dengan Adam dan Rafa yang saling melempar sindiran bocah.Nasib memang Adam yang belum mau memiliki kekasih dan masih terlalu enjoy menikmati dunianya sambil menyelam bersama para game kesayangan. Padahal di sekolah banyak cewek cewek yang mencoba menarik perhatiannya dengan beragam cara dan selalu diabaikan."Hei sayang. Tenang ya. Tenang" Bisikan Rafa terdengar sebagai dendangan peri peri penolong yang
Mesin mobil Rafa baru dua detik lalu dimatikan. Ia bersiap mengantar Mao pulang kembali ke kosan di jam yang sudah hampir mendekati pukul 10 malam. Namun, iris matanya melebar saat melihat dua mobil ambulan berjajar tidak jauh dari mobilnya terparkir.Mao juga sedang fokus disana. Menurunkan setengah kaca mobilnya dan mendapati tiga orang berpakaian APD lengkap sedang mondar mandir."Maaf ada apa ya pak? " Tanya Rafa setelah turun dari mobil. Mendekati seorang bapak yang juga warga disekitaran sini."Satu keluarga ada yang terpapar virus mas. Itu mau dibawa petugas puskesmas ke rumah sakit"Rafa undur diri setelah mengucapkan terima kasih dan kembali masuk kedalam."Kenapa? Ada apa? "Mao terlihat panik. Petugas itu berdiri di dua rumah dari kosannya berada."Satu keluarga terpapar virus. Mungkin setelah pasien dibawa ke rumah sakit akan diadakan strelisasi dan swab untuk warga yang kontak dekat""
Masih lanjut dengan ke-bucinan Rafa yang berhasil meluluhkan Mao untuk bersantai dulu dan menikmati sarapan pagi yang hampir menjelang siang itu.Enjoy!Sudah berapa kali Rafa menegur sikap makan Mao yang terkesan tidak sopan. Berbunyi kecipak saat makan memang dinilai kurang baik bukan? Rafa ingat ajaran papahnya dulu saat Adam, adiknya makan dengan gaya yang berantakan.Namun, memang susah dan sudah tabiatnya dari sana. Mao hanya bisa menyengir kala mendengar dirinya sendiri berbunyi kecapan dengan Rafa yang hanya menggeleng pasrah."Percuma. Balik lagi kan? Udah deh nikmatin aja makananya. Enak bangetttt ini" Protes Mao sambil menyuapkan nasi goreng kambing ke mulutnya.Rafa sendiri hanya memesan kopi espresso. Mao sudah hapal, bahwa kekasihnya itu tidak bisa sarapan pagi meski satu jam lagi mendekati pukul 12 siang.Jika
let's enjoy!Sesuai agenda. Mao saat ini sudah berkeliling supermarket dengan dorongan belanja yang sudah hampir memenuhi isinya. Bahkan, hal yang menurutnya tidak termasuk kedalam belanja bulanan ikut serta ambil bagian.Awalnya, Mao hanya ingin berbelanja di warung seperti yang selama ini menjadi kebiasaannya, lagipula jarak yang ditempuh hanya beberapa rumah warga saja tapi semua mendadak berubah haluan.Ulah siapa lagi memang, kalau bukan kekasihnya itu yang merengek meminta ikut, setelah Mao mengirimkan pesan singkat. Padahal seharusnya kekasihnya itu sudah berada dikantor, bukan berleha menemani belanja.Ya, sejak semalam.Mao sedang belajar mencoba merubah sikapnya untuk terbuka di hubungan ini. Ia tidak lagi ingin bersikap apatis, semaunya dan jujur terhadap apapun. Ia ingin hubungan ini berjalan semestinya. Simbiosis mutualisme."Mao, coba deh wangi kan? Cocok nih