Share

Chapter 4

Entah sudah yang keberapa kali dalam sebulan, Mao melakukan swab test. Itu salah satu syarat demi menunjang pekerjaannya di era pandemi yang mengharuskannya selalu steril dalam memerangi virus. Kali ini, setelah ia membawa hasil negatif kepada calon pelanggannya,Mao masih harus disemprot disinfektan terlebih dahulu baru ia dibawa ke salah satu ruangan luas dan minim cahaya oleh salah satu maid disana. 

Tidak seperti awal awal,Mao sudah sangat terbiasa dan tenang. Raut gelisah, gugup dan perasaan takut yang pernah campur aduk kini sudah terkikis dan menampilkan wajah tenang serta penuh senyum.

"Ini minuman teh hijau nona, silahkan. Mohon menunggu sebentar akan saya panggilkan"

"Terima kasih"

Hanya berselah lima menit dari kata 'menunggu. Mao bisa melihat jelas kliennya itu. Berdiri dihadannya dengan mengulurkan tangan yang masih terayun tanpa sambutan. 

"Saya negatif juga. Apa perlu saya tes swab yang kedua kalinya untuk meyakinkan anda?"

Mao buru buru berujar dan menunjukkan sikap membungkukkan badan sebagai permintaan maaf. "Maaf. Sekali lagi lagi maafkan saya"

"Duduk kembali. Perkenalkan saya Zaki Darmawan. Saya yang sudah menghubungi anda melalui website dan menyewa anda satu harian full"

Benar adanya. Namun nampaknya ada yang keliru disini. Mao menunggu Sosok pria yang tingginya hampir sama dengan Rafa itu kembali berucap tapi rasanya ia hanya menunggu jeda. "Bukannya yang menghubungi saya namanya Vera Indrawati? "

Zaki tersenyum singkat dan itu terlihat seperti seorang psikopat yang pernah ditonton Mao pertama dan berakhir dengan selera nafsu makannya selama 4 hari yang terjun bebas dengan Rafa yang memarahinya. Ruangan full ac ini seketika mampu mendinginkan telapak tangan, kaki,wajah Mao yang sekarang lebih menatap kearah pintu keluar untuk segera kabur. Ya, Mao yakin ia dibohongi entah untuk apa. 

"Tenang nona. Anda tidak perlu panik dan merasa takut atau terancam. Saya akan menjelaskan secara detail, tapi saya mohon semoga pilihan anda untuk tetap ambil job ini tidak berubah"

Mao buru buru mengangguk dan memainkan buku jarinya. Ia mendengar seksama dan menatap detail wajah pria dihadapannya ini sehingga kalau terjadi apa apa dengan dirinya dan belum sempat mengucap salam perpisahan dengan Rafa dan berakhir mati secara tragis, wajah pria inilah yang akan ia sambangi setiap harinya tanpa absen. Ya, Separno itu Mao sekarang. 

"Saya tau anda tidak membuka jasa untuk klien pria. Sudah ada dua jasa seperti anda yang saya panggil dan melakukan job desknya namun sayang tidak membuahkan hasil apa apa"

"Ia masih terlalu tertutup dan seolah membenci apapun yang berkaitan dengan dunia luar. Dia benci orang asing. Rasa percaya dirinya sangat minus dan membuatnya gelap akan sekitar"

Oke,Mao mulai melonggarkan ketakutannya yang kini sudah berubah dengan rasa penasaran. Hah, ia seperti diperdengarkan dongeng yang membuat matanya seperti akan sayup. "Siapa? " pertanyaan itu muncul saat Zaki tidak mengeluarkan kalimatnya kembali dan seoalah menunggu Mao untuk bertanya. 

"Tuan besar. Dirumah ini tidak ada yang tau hal apa yang mendasari sikapnya yang mengambil jalur menjadi pembenci, pendiam dan tidak memiliki semangat. Ia menutup diri bahkan kepada kakak laki lakinya, satu satunya keluarga yang ia punya"

Mao nampak mengangguk paham. Namun akankah ia bisa? Semua pelanggannya saat ini tidak ada yang memiliki kasus serumit ini dan Mao bisa menjalankannya dengan mudah. "Tapi maaf tuan Zaki, saya bukan seorang psikologi atau orang orang yang kompeten dalam hal ini"

"Anda memiliki rating yang bagus nona. 'Cuddle' yang menjadi modal anda,sangat cukup memberi klien kepuasan" Ujarnya tak mau kalah. 

Mao masih bergeming. Entah harus mengambil pekerjaan ini atau tetap pada prinsipnya dan memilih pamit pulang tanpa menyuapkan rekeningnya dengan harga yang fantastis itu.

Sudah ada yang bisa nebak, sebenarnya Mao membuka jasa apa? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status