“Maafkan aku, Ress. Aku mau kamu tetap hormat pada orang tuamu, ikuti dulu kemauan orang tuamu. Sambil berjalan, kita sambil cari solusi, aku akan membuktikan pada ayahmu, kalau aku pantas mendapatkanmu. Kita berdoa bersama semoga semesta menyatukan kita. ”
Sebuah deru motor mendekat pintu masuk. Ressa dan Arya kompak melihat ke arah luar. Dika. Rekan kerja Arya sudah sampai. Ia membuka pintu menggunakan kunci yang dibawanya. Tapi gagal, karena ada kunci yang tergantung di dalam.
Arya membukakan pintu dan mempersilakan Dika untuk masuk.
“Dik, masuk, gih, siapin semuanya!”
Dika masuk ke dalam. Pandangan matanya menangkap sosok gadis cantik yang sering diceritakan Arya. Apa dia Ressa? Dika bertanya-tanya dalam hatinya. Wajar saja karena Dika memang belum pernah ketemu sebelumnya.“Eh, siapa itu Ar? Ressa kah?” Tanya Dika setengah berbisik.
Arya mengangguk, “yoi.”
<Arya kembali ke warung miliknya dengan ojek online. Meski hatinya perih, ia harus tetap bekerja. Apalagi saat ini coffe shop miliknya sudah dikenal kalangan milenial.“Bro, lesu amat abis kencan,” celetuk Dika yang melihat Arya tak bertenaga.“Nanti lah aku ceritakan kebenarannya sama kamu,” jawab Arya tak punya mood untuk bercerita.Dika tak ambil pusing tentang itu.“Kamu kalo ga semangat gitu istirahat dulu gih. Biar aku yang ambil alih semuanya. Daripada kamu nanti menurunkan kualitas minuman kamu sendiri. Oke?” ujar Dika pengertian.Sesuai motto coffe shopnya yakni "kepuasan pelanggan adalah prioritas kami".“Gak. Aku tetep kerja, semangat buat diriku sendiri!” ujar Arya.Dika terkekeh mendengarnya. Aneh sekali memang sahabatnya yang satu ini.“Bro, liat tuh, Adit sama Vera dateng,” ujar Dika menunjuk di pintu di mana Adit m
Tanpa jeda, Ressa menjawab, “enak saja, aku masih cinta banget sama dia. Dan kami sedang berusaha biar ayah bisa merestui kami.”Gilang tersenyum sinis, “Memangnya cukup waktunya? Dua bulan lagi kita bertunangan, tadi aku mendengar percakapan mereka sih gitu.”Ressa terkejut mendengarnya hingga sisa jus yang di mulut hampir tersembur, “hah?”Gilang merasa menang bisa mendapatkan Ressa yang cantik jelita dengan mudahnya.“Kamu tega nyakitin hati orang lain?” tanya Ressa, “kamu mau tunangan sama orang yang tidak mencintai kamu?”“Aku pribadi tidak masalah, lambat laun kamu juga akan tergila-gila padaku,” jawab Gilang tak acuh. Ia terlalu percaya diri.“Tapi aku enggak mau sama kamu. Dan tidak akan pernah mencintai kamu.”Ressa menolak langsung. Tapi apalah daya, lelaki yang ada di hadapannya ini adalah laki-laki yang dijodohkan oleh aya
Kafe milik Arya terlihat sangat sibuk. Dika hampir kuwalahan melayani pengunjung. Malam ini malam minggu, wajar jika banyak pemuda pemudi sepasang kekasih yang mampir ke kafe nya. Juga ada beberapa gerombol pemuda pemudi yang sepertinya sedang rapat membahas sesuatu. Tidak masalah bagi Arya ada yang lama berada di kafenya. Yang penting tidak melebihi jam tutupnya.Dari banyaknya pengunjung, terlihat seorang laki-laki paruh baya yang sedang merokok di kursi luar kafe. Ia mengamati bagaimana keadaan kafe di dalam, sesekali melihat ke arah meja pelayanan.Tatapan mata Arya menangkap sosok yang duduk di luar. Ia yang penasaran segera menghampirinya.“Bapak?” Sapa Arya.Laki-laki itu menoleh ketika disapa. Ya, benar, dialah Sukardi, bapaknya Arya. Untuk apa dia datang kemari? Bukankah dia sudah pergi sendiri dari rumah setelah pertengkaran dengan istrinya sampai saat itu ibu Kalimah harus diopname.Seburuk-buruk
“Ressa bisa berangkat sendiri loh Yah,” jawab Ressa dengan setenang mungkin agar tidak memicu emosi ayahnya.“Ayah sudah bicara pada Gilang dan orang tuanya semalam, mulai sekarang kalau kamu mau berangkat ke kota harus didampingi Gilang, dia itu calon suamimu,” jelas tuan Sanjaya.Ressa menunduk. Memainkan sendok dan setengah nasi yang tersisa di piringnya. Rasanya tak kuasa untuk menolak lagi. Hidupnya benar-benar diatur oleh ayahnya.“Yah, Ayah meetingnya mulai jam berapa hari ini?” tanya nyonya Mira mengalihkan pembicaraan, ia seperti tahu situasi ruang makan yang tak nyaman untuk Ressa.“Ini sebentar lagi Ayah mau berangkat, nunggu mobilnya siap dulu,” jawab tuan Sanjaya. Ia meneguk air putih yang tersedia di depannya.“Ress, kamu itu harus melakukan pendekatan dengan Gilang, kalian sering-seringlah jalan berdua biar mengenal satu sama lain,” ujar tuan Sa
Tok tok tok. Pintu kafe diketuk. Arya beranjak dari kursi menuju ke pintu masuk. Pintu yang seluruhnya terbuat dari kaca memudahkan Arya melihat siapa yang datang. Rupanya gadis manis yang mengetuk pintu. Ya, dialah Ressa. Sang pemilik hati si pemilik kafe.Ceklek. Pintu terbuka.“Eh, Ressa, masuk sayang,” sapa Arya mempersilakan kekasihnya untuk masuk.Ressa dengan cepat menghambur ke badan Arya dan memeluknya erat. Arya pun membalas rangkulan kekasihnya itu.“Kangen banget aku,” ucap Ressa masih memeluk Arya tanpa melihat sekitar. Ia tidak melihat ada bapaknya Arya.Dari tempat duduknya, Pak Sukardi mengamati kedua sejoli ini.“Sama aku juga. Tapi ada bapak di depan meja kasir,” ujar Arya berbisik di telinga Ressa.Ressa spontan melepas pelukannya ke Arya dan menundukkan kepala pada pak Sukardi.“Pak, ini Ressa anaknya tuan Sanjaya, kekasihnya
“Ini aku bawain brosur kul....” Belum selesai Dika berkata, Arya meletakkan jari telunjuk di mulutnya memberi isyarat agar Dika diam dan tidak meneruskan omongannya. Matanya mengisyaratkan ke bangku pengunjung. Dika menoleh, benar saja, ada Ressa di sana.“Sorry, bro, gak liat aku,” ucap Dika lirik sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.“Padahal di luar terparkir mobil segede gaban,” celetuk Arya setengah berbisik.Dika hanya cengengesan.“Taruh brosur di laci,” perintah Arya masih dengan bisik-bisik sambil berlalu balik ke tempat duduk di mana Ressa berada.Ressa memandang dinding kafe. Ia tidak memperhatikan percakapan Arya dan Dika. Dibandingkan penasaran dengan tujuan Dika kemari pagi hari, ia justru lebih malu jika ketahuan menangis di kafe Arya.“Jangan digosok-gosok matanya nanti maskara kamu luntur,” ucap Arya setelah mendaratkan tubuhn
“Siapa yang telepon Ress?” tanya Arya.“Entah. Tak dikenal.” Ressa jelas berbohong.Telepon itu dari Gilang. Ia sudah menyimpan nomer Gilang, seharusnya di layar ponselnya tertera nama Gilang.Arya tak curiga tentang kebohongan Ressa kali ini, ia fokus pada bersatunya bapak dan ibunya.Dalam momen mengharukan seperti ini, ada saja situasi yang membuat kacau. Seperti yang dilakukan kakak Arya, kak Tania. Dia masuk ke kafe Arya dengan lempeng dan berseru, “Arya...!”Pandangan matanya menuju ke empat orang yang lebih dulu berada di dalam, “Kalian di sini? Bapak?” tanya Tania heran. Ia bahkan tidak tahu apa-apa soal ini.“Tania,” panggil Pak Sukardi.“Untuk apa bapak kembali? Kami sudah bahagia tanpa Bapak,” ujar Tania dengan nada tinggi. Langkahnya mendekati ibunya.“Tania! Jaga bicaramu!” seru Bu Kalimah.&nb
“Di sini yang jual es boba di mana ya Mbak?”tanya Gilang malu-malu.Eh, aku telah salah mengira. Batin Vera.“Oh, yang paling deket dari sini sih depan kantor pos tuh ada penjual es boba,” jawab Vera. Ia kepedean dikira Gilang mengenalinya sebagai kawan Ressa. Taunya cuma mau nanya es boba.“Makasih ya Mbak.” Gilang segera mengambil motornya dan meninggalkan Vera di tempat parkir yang bengong.Bagaimana bisa Gilang tidak tahu tempat penjual es boba terpopuler di desanya? Sebenarnya dia orang mana? Vera bertanya-tanya sendiri. Sementara Gilang sudah melaju jauh meninggalkan apotek.Beberapa menit kemudian, sampailah Gilang di depan stand penjual es boba.Gila! Rame banget gini antreannya berapa lama nih. Kalau aku sih mending ga minum boba dari pada disuruh mengantre gini. Dasar adik tidak tahu diri. Menyusahkan. Batin Gilang.Meski merutuk dalam hati, tetap